Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menteri LHK: Atasi Dampak Perubahan Iklim dengan Ketahanan Nasional

Pemerintah mengklaim penanganan pengendalian perubahan iklim Indonesia dilakukan dengan pendekatan ketahanan nasional.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada acara Festival Iklim di Gedung Manggala Wanabhakti, Rabu (2/10/2019)./Istimewa
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada acara Festival Iklim di Gedung Manggala Wanabhakti, Rabu (2/10/2019)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA –Pemerintah mengklaim penanganan pengendalian perubahan iklim Indonesia dilakukan dengan pendekatan ketahanan nasional.

Hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada acara Festival Iklim di Gedung Manggala Wanabhakti, Rabu (2/10/2019).

Dia juga memberikan refleksi penanganan perubahan iklim selama 5 tahun ini serta isu lingkungan  yang terkait.

“Dalam kurun 5 tahun terakhir ini, terdapat kejadian bencana terkait iklim ekstrem, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain,” ujarnya.

Kebakaran hutan di Indonesia merupakan salah satu contoh yang masih menjadi keprihatinan, meskipun kondisinya saat ini sudah sangat jauh menurun dibandingkan dengan dua-tiga minggu lalu.

Perkembangan serupa juga terjadi di kawasan hutan Amazon serta area hutan dan lahan di negara lain, termasuk di Amerika dan Australia.

Fenomena yang terjadi saat ini erat kaitannya dengan hasil kajian para ilmuwan yang menyebutkan bahwa salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya kejadian iklim ekstrem, yakni meningkatnya kejadian El Nino Southern Oscillation (ENSO), baik berupa La Nina maupun El Nino.

Perubahan iklim dapat meningkatkan frekuensi kejadian La Nina dan El Nino, yang normalnya berulang dalam periode 5–7 tahun menjadi lebih pendek frekuesi kejadiannya setiap 3 – 5 tahun.

La Nina dapat menimbulkan dampak berupa banjir akibat curah hujan yang tinggi, sedangkan El Nino menimbulkan dampak berupa kekeringan ekstrim akibat rendahnya curah hujan.

Kondisi iklim global menunjukkan kondisi atmosfer maupun laut mengalami pemanasan yang menyebabkan keberadaan dan volume salju serta luasan es berkurang drastis serta mengakibatkan kenaikan muka air laut.

Kenaikan muka air laut sejak pertengahan abad 19 jauh lebih besar, dibandingkan dengan laju selama dua milenium sebelumnya frekuensi  dan intensitas kejadian curah hujan yang tinggi akan meningkat secara global.

Kondisi suhu ekstrim, termasuk hari-hari panas dan gelombang panas menjadi lebih umum terjadi sejak 1950.

Tren kekeringan secara global sukar diidentifikasi, namun demikian sejumlah wilayah nampak jelas akan mengalami kekeringan yang lebih parah dan lebih sering. Badai tropis skala 4 dan 5 diperkirakan akan meningkat frekuensinya secara global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdiyan
Editor : Herdiyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper