Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Sidang Umum PBB, Mahathir Kritik Sanksi AS atas Iran

Mahathir menilai perlu ada hukum internasional yang mengatur penerapan sanksi
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengikuti pertemuan Asean Leaders Gathering di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10/2018)./ANTARA-Afriadi Hikmal
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengikuti pertemuan Asean Leaders Gathering di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10/2018)./ANTARA-Afriadi Hikmal

Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mendesak negara dunia untuk lebih menahan diri dalam penerapan sanksi. Ia juga melayangkan kritik terhadap sanksi ekonomi Amerika Serikat terhadap Iran yang mengakibatkan berbagai negara sulit menjalin bisnis dengan Teheran.

"Kami tidak tahu atas dasar hukum apa sanksi dilayangkan. Tampaknya ia lebih seperti privilese yang dimiliki oleh [negara] yang kaya dan kuat," kata Mahathir kala menyampaikan pidato di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seperti dikutip Channel News Asia, Sabtu (28/9/2019).

Menurutnya, sanksi tidak bisa diterapkan tanpa landasan hukum. Ia pun mengharapkan adanya payung hukum yang mengatur penerapan sanksi.

"Faktanya, ketika sanski dijatuhkan pada sebuah negara, negara lain juga terimbas sanksi tersebut. Malaysia dan banyak negara lain harus rela kehilangan pasar yang besar ketika Iran memperoleh sanksi," imbuhnya.

Iran memang tengah didera berbagai sanksi dari AS usai Donald Trump memilih menarik diri dari perjanjiaj nuklir JCPOA yang disepakati pada 2015 silam. Dalam perjanjian yang teken oleh Iran bersama lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditambah Jerman, Iran diwajibkan untuk membatasi pengayaan uranium sampai 3,67 persen.

Kendati demikian, Trump memilih menarik diri dari perjanjian tersebut dengan dalih bahwa klausa yang tercantum di dalamnya merupakan sebuah bencana dan komitmen Iran dinilai tidak bisa dipegang.

AS pun memutuskan untuk kembali menerapkan sanksi atas Iran. Sanksi-sanksi ini juga menyasar entitas bisnis dan negara yang bertransaksi dengan negara pimpinan Hassan Rouhani tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Channel News Asia

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper