Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah, Jangan Cari Kambing Hitam Karhutla

Pemerintah diminta hati-hati dalam menindak perusahaan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Orangutan bergelantungan di pohon di lokasi karhutla di Desa Sungai Awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Senin (16/9/2019)./ ANTARA - IAR Indonesia-Heribertus
Orangutan bergelantungan di pohon di lokasi karhutla di Desa Sungai Awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Senin (16/9/2019)./ ANTARA - IAR Indonesia-Heribertus

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta hati-hati dalam menindak perusahaan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Gusti Hardiansyah mengatakan, ada tiga kategori korporasi yang terlibat karhutla. Pertama, korporasi yang memang melakukan karhutla dengan unsur-unsur yang bisa dibuktikan.

Kedua, korporasi yang lahannya terbakar tapi dia adalah korban bukan adanya unsur kesengajaan. Ketiga, korporasi yang main di dua kaki dalam kasus ini.

Menurut Gusti yang harus diperhatikan pemerintah yakni korporasi yang menjadi korban karhutla, apalagi patuh untuk mencegahnya.

"Nggak boleh mencari kambing hitam saja, yang dilihat bukti di lapangan. Namun, jika perusahaan memenuhi unsur (membakar hutan), silakan diproses," ujarnya kepada Bisnis, Senin (23/9/2019).

Gusti mengibaratkan korporasi adalah ayam bertelur emas yang perlu dijaga pemerintah. Korporasi mempunyai peran dalam mebangun infratruktur.

Kalau mereka salah, pemerintah wajib menegur tapi tidak langsung asal mencabut izin usaha.

 "Apa pemerintah puas salahkan perusahaan, salahkan  oknum yang memindahkan ladang?" tanya dia.

Sebagai negara berkembang, Indonesia dianggap gagal membina masyarakatnya untuk membuka lahan. Belum terlambat, kata Gusti, untuk memperbaikinya.

Pemerintah harus menanamkan budaya bertani tanpa membakar. Penyuluh pertanian ditingkatkan. Pemerintah hendaknya merekrut warga desa minimal setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk menjadi penyuluhnya.

"Nggak boleh dibentuk saat karhutla saja. Digaji lah. Diberi intensif. Perlu ditingkatkan kualitasnya lewat pendidikan, penyuluhan dan komitmen pertanian modern, bukan seremonial saja," tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Desynta Nuraini
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper