Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPPU Segera Rampungkan Rekomendasi Importasi Garam

Juru Bicara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih mengatakan bahwa pihaknya masih merumuskan bentuk rekomendasi kepada Pemerintah terkait importasi garam.
Karyawati menerima telepon di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), di Jakarta, Kamis (18/7/2019)./Bisnis-Himawan L Nugraha
Karyawati menerima telepon di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), di Jakarta, Kamis (18/7/2019)./Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha tengah merampungkan rekomendasi kepada Pemerintah terkait dengan importasi garam.

Juru Bicara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih mengatakan bahwa pihaknya masih merumuskan bentuk rekomendasi kepada Pemerintah terkait importasi garam. Proses itu menurutnya segera dirampungkan sehingga rekomendasi bisa diberikan dalam waktu dekat.

“Dalam rekomendasi ada beberapa hal yang kami sarankan kepada Pemerintah, seperti persaingan harus lebih dibuka di bidang importasi garam,” ujarnya, Rabu (18/9/2019).

Adapun rekomendasi itu meliputi terkait persoalan garam impor seperti penetapan volume dan harga patokan garam impor. Selain itu, komisi juga meminta pengawasan pemerintah terhadap impor garam harus diperbaiki sehingga tidak terdapat rembesan garam impor ke pasar yang dapat menekan harga produksi lokal.

KPPU sebelumnya sudah memutuskan bahwa para terlapor dalam perkara importasi garam tidak bersalah. Akan tetapi, pihaknya menemukan persoalan lain pada industri garam sehingga praktik bisnis saat ini mengakibatkan petani lokal kalah bersaing.

Salah satu persoalan tersebut yakni lemahnya pengawasan terhadap impor garam dari pemerintah terhadap para importir. Alhasil, hal ini menyebabkan terjadinya kebocoran garam impor yang seharusnya khusus diperuntukkan bagi industri ternyata beredar pula ke pasar ritel.

“Ada beberapa hal yang kami temukan pascapersidangan. Meski kami putuskan tidak melanggar Pasal 11 UU No.5/1999, fakta persidangan menemukan problematika terkait industri garam dan kebijakan pemerintah. Kami temukan ada mekanisme pengawasan yang kurang berfungsi di Kementerian Perindustrian sehingga importir ini menjual garam kepada nama-nama pembeli yang tidak terdaftar,” jelasnya.

Padahal, menurut regulasi, importir mesti menyertakan nama perusahaan pembeli sebagai syarat impor kepada pemerintah. “Mayoritas penjualan garam impor kepada pembeli yang bukan didaftarkan”.

Sementara itu, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan minimnya pasokan garam industri membuat mereka harus meminta garam ke sektor industri lain, salah satunya dari industri kertas.

Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan pihaknya telah mengajukan kuota garam impor sejumlah 550.000 ton pada tahun ini. Akan tetapi, kuota garam impor yang disetujui untuk tahun ini adalah 300.000 ton.

Pihaknya pun meminta agar industri makanan minuman (mamin) mendapatkan tambahan garam impor sejumlah 300.000 ton pada awal semester II/2019.

Sebelumnya, Adhi mengatakan pasokan garam industri di gudang industri mamin sekitar 30.000 pada awal Juli 2019. Menurutnya, industri mamin kini menggunakan garam dari industri kertas yang belum digunakan.

“[Garam industri mamin] menipis. Saya belum cek di lapangan, tapi hari ini lagi dibahas mengenai kuota garam impor industri mamin,” katanya.

Adhi mengatakan permintaan kuota garam impor pada tahun depan akan tumbuh 5% menjadi 577.500 ton dari pengajuan tahun ini 550.000 ton.

Menurutnya, sebagian pabrikan pengolah garam telah menghentikan produksi lantaran pasokan garam impor ke industri pengolah garam habis. Garam impor berfungsi untuk menaikkan kualitas garam lokal yang diserap oleh pabrikan dengan cara dicampurkan.

Pada awal Agustus 2019, Kemenperin telah memfasilitasi penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Penyerapan Garam Lokal tahun 2019-2020. Dari MoU ini, garam lokal akan diserap oleh industri sebanyak 1,1 juta ton. Target tersebut meningkat dari capaian serapan tahun lalu sebesar 1.053.000 ton.

Kesepakatan tersebut sebagai wujud nyata dari kerja sama antara 11 industri pengolah garam dengan 164 petani garam di dalam negeri. Para petani garam itu berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan neraca garam nasional, kebutuhan garam nasional tahun 2019 diperkirakan sekitar 4,2 juta ton. Jumlah tersebut terdiri dari kebutuhan industri sebesar 3,5 juta ton, konsumsi rumah tangga 320.000 ton, komersial 350.000 ton, serta peternakan dan perkebunan 30.000 ton.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper