Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menpora Jadi Tersangka, Ini Pengakuan Imam Nahrawi dan Aspri Saat Bersaksi di Persidangan

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka baru kasus dana hibah KONI, Menpora Imam Nahrawi dan asprinya, Miftahul Ulum, sempat menjadi saksi dalam persidangan.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi (kanan) bersama Asisten Pribadi (Aspri) Menpora Miftahul Ulum (tengah) menjadi saksi dalam sidang suap dana hibah dari pemerintah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/7/2019)./ANTARA-Reno Esnir
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi (kanan) bersama Asisten Pribadi (Aspri) Menpora Miftahul Ulum (tengah) menjadi saksi dalam sidang suap dana hibah dari pemerintah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/7/2019)./ANTARA-Reno Esnir

Bisnis.com, JAKARTA - Sebelum ditetapkan sebagai tersangka baru kasus dana hibah KONI, Menpora Imam Nahrawi dan asprinya, Miftahul Ulum, sempat menjadi saksi dalam persidangan.

Pada 4 Juli 2019 Menpora Imam Nahrawi bersaksi pada persidangan dengan terdakwa Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana di Pengadilan Tipikor. Hal yang sama juga dilakukan Miftahul Ulum. 

Hari ini, Rabu (18/9/2019) Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan asisten pribadinya Miftahul Ulum sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap dana hibah dari pemerintah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Saat bersaksi dalam persidangan Kamis (4/7/2019), Miftahul Ulum mengaku pernah menerima uang dari Sekjen Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy.

Permintaan uang itu diterima dalam tiga kali penerimaan yang terjadi pada 2017 dan 2018, masing-masing senilai Rp2 juta, Rp15 juta dan Rp30 juta.

Hal itu dikatakan Ulum saat bersaksi untuk terdakwa Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dan dua pejabat pembuat komitmen Adhi Purnomo dan Eko Triyanta, di Pengadilan Tipikor, Kamis (4/7/2019).

Jaksa KPK mulanya bertanya kepada Ulum soal ada atau tidaknya penerimaan uang dari Ending. Ulum pun mengakuinya. Pengakuan Ulum sempat berbelit-belit saat jaksa mencoba menggali keterangan lebih jauh termasuk dengan siapa Ulum bertemu Ending pada saat itu.

Awalnya, Ulum mengaku bertemu Ending bersama teman-temannya secara tidak sengaja di Plaza Senayan, Jakarta, sambil minum kopi pada 2017. 

Lalu, ketika jaksa mengonfirmasi siapa teman-teman tersebut, Ulum menjawabnya sebagai adik.

Mendengar itu, Jaksa lantas mengingatkan Ulum agar menjawab secara pasti lantaran telah disumpah. Jaksa ingin tahu yang dimaksud adik tersebut apakah adik kandung atau adik ipar.

Ulum pun menjawab bahwa adik-adik yang dimaksud adalah anak dari Menpora Imam Nahrawi.

Kemudian, jaksa kembali bertanya soal konteks penerimaan uang. "Siapa yang minta uang?" Tanya jaksa.

"Saya Pak, saya minta uang [untuk] kopi," ujarnya.

"Berapa?"

"Seingat saya Rp2 juta," kata Ulum.

Ulun mengaku setelah menerima uang itu, lantas dibagikan ke yang lainnya. Dia juga mengaku tak memberitahukannya kepada Imam Nahrawi.

Sementara pada 2018, dia mengaku dikirim uang senilai Rp15 juta untuk liburan ke Yogyakarta.

"Saya mau liburan, mohon seikhlasnya," kata Ulum kepada Ending pada saat itu.

Lalu, penerimaan uang Rp30 juta diakuinya untuk kegiatan sepakbola Kemenpora FC mengingat dia didapuk sebagai manajer.

Dalam putusan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, Miftahul Ulum disebut menerima uang senilai Rp11,5 miliar secara bertahap. Uang itu diterima untuk memenuhi comittmen fee terkait suap dana hibah KONI.

Kesaksian Menpora 

Sementara itu Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengaku telah memberikan disposisi terkait pengajuan proposal dana hibah KONI kepada asisten pribadinya, Miftahul Ulum.

Mulanya, Menpora Imam mengaku menerima proposal pengajuan terkait peningkatan prestasi olahraga tersebut di meja kerjanya pada Desember 2018. Kemudian, dia memberi disposisi kepada Miftahul Ulum.

Lantas, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Worotikan bertanya apa tujuan Menpora Imam memberikan disposisi kepada asistennya tersebut.

"Dalam rangka pengarsipan saja. Kami dituntut untuk pemenuhan kerja sehingga kami bekerja 24 jam," kata Imam saat bersaksi untuk terdakwa Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana di Pengadilan Tipikor, Kamis (4/7/2019).

Imam mengaku kerap meminta pengarsipan surat yang masuk kepada asisten pribadi maupun staf teknis. Tak hanya itu, disposisikan juga kepada Mulyana.

Jaksa pun memperlihatkan barang bukti proposal dari KONI perihal pengawasan monitoring menuju Asean Games 2018 yang telah diparaf oleh Menpora pada 11 Januari 2018.

"Mendisposisi ke Mulyana?"

"Benar" jawab Imam.

Dalam prosesnya, Imam mengatakan bahwa jumlah dana bantuan yang disetujui adalah Rp25 miliar. Hanya saja, jaksa mengatakan bahwa para saksi lain yang pernah dihadirkan menyebut Rp30 miliar. 

"Mungkin itu sudah di ACC di unit teknis," kata Imam yang mengaku mengetahui jumlah Rp30 miliar setelah operasi tangkap tangan terhadap anak buahnya.

Di sisi lain, Imam juga mengaku mengangkat Mulyana sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) bidang prestasi Kemenpora. Jaksa lantas mencecar soal pengawasan yang dilakukan Menpora. 

Menjawab itu, Menpora mengatakan pengawasan anggaran dilakukan dengan dilakukan verifikasi ke inspektorat terkait besaran anggaran yang diberikan kepada pihak ketiga.

Jaksa juga kembali mencecar Imam soal adanya perubahan judul pada proposal itu, akan tetapi tak diketahui Menpora. Mulanya, untuk persiapan SEA Games yang berubah menjadi usulan kegiatan pendampingan calon berprestasi. 

Imam juga tak mengetahui secara pasti apa kegiatan yang akan dilakukan KONI dengan pengajuan proposal tersebut. 

Selebihnya, dia juga tak tahu menahu ada kongkalikong atau uang pelicin terkait hibah KONI tersebut.

Sebelumnya, nama Imam dan Ulum disebut-sebut sebagai pihak yang juga diduga menerima aliran dana suap hibah KONI dari Kemenpora.

Adapun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat sebelumnya menjatuhkan vonis 1 tahun 8 bulan kepada bendahara KONI Johny E Awuy dan 2 tahun 8 bulan kepada Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy.

Johny dan Ending terbukti bersalah menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanta.

Keduanya terbukti menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dengan satu unit mobil Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9. 

Sementara itu, kepada Asisten Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta senilai Rp215 juta.

Suap itu dilakukan bersama-sama dengan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy yang bertujuan agar Mulyana, Adhi dan Eko membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Sumber : Bisnis.com
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper