Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kekhawatiran Perang Dagang Surut, Saham dan Yield Obligasi Asia Menguat

Saham Asia naik sejalan dengan saham global, sedangkan obligasi safe-haven terlihat mengalami penurunan pada Selasa (27/8/2019).
Perang dagang AS China/istimewa
Perang dagang AS China/istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Saham Asia naik sejalan dengan saham global, sedangkan obligasi safe-haven terlihat mengalami penurunan pada Selasa (27/8/2019).

Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran dari perang dagang AS-China yang untuk saat ini terlihat mereda sehingga membantu memulihkan kepercayaan investor setelah kekalahan pada sesi sebelumnya.

Mendukung suasana pasar, Presiden AS Donald Trump pada Senin (26/8/2019), menyampaikan kemungkinan kesepakatan perdagangan dengan China dan mengatakan dia yakin Beijing tulus untuk mencapai kesepakatan.

Pada awal pekan ini, pasar global bergejolak menyusul ancaman tarif baru yang disampaikan kedua ekonomi terbesar dunia pada pekan lalu.

Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik, di luar Jepang, naik 0,3% setelah turun 1,3% pada hari sebelumnya. Adapun, Shanghai Composite Index naik 1%.

KOSPI Korea Selatan bertambah 0,8% , sedangkan Nikkei Jepang naik 1,1%.

Pasar ekuitas mungkin telah menemukan daya tarik untuk saat ini tetapi prospek jangka panjang untuk aset berisiko, yang diterpa berulang kali oleh kekhawatiran perdagangan, tetap goyah.

Shusuke Yamada, kepala FX Jepang dan ahli strategi ekuitas di Bank Of America Merrill Lynch, mengatakan bahwa masih ada elemen ketidakpastian tentang sengketa perdagangan AS-China.

Dengan demikian, menurutnya, masih sulit untuk memperkirakan resolusi perang dagang dan ini akan terus membebani sentimen pasar ekuitas.

"Terlepas dari perang dagang, pasar ekuitas juga harus mengawasi proses Brexit, kebijakan moneter pemain kunci seperti Bank Sentral Eropa dan pergerakan yuan China," ujar Yamada, seperti dikutip melalui Reuters, Selasa (27/8/2019).

Yuan di mainland China mencapai rekor baru pada level terendah selama 11 tahun terakhir sebesar 7,1566 per dolar AS.

China membiarkan yuan, yang dikelola dengan ketat, untuk merosot hingga 3,6% sepanjang bulan ini karena ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat yang memburuk.

Langkah ini telah memicu kekhawatiran perang mata uang global, di mana negara-negara berusaha untuk melemahkan mata uang mereka dalam upaya untuk mengantisipasi hantaman dari perlambatan ekonomi yang lebih luas.

Menurut Yoshimasa Maruyama, Kepala Ekonom Pasar Keuangan di SMBC Nikko Securities, konflik perang dagang AS-China telah menjadi lebih serius.

Keduanya mungkin masih ingin untuk bernegosiasi, tetapi prospek untuk resolusi dapat tercapai dalam waktu cepat telah sangat berkurang karena tidak ada pihak yang mau mengalah.

"Konflik perdagangan hanya meningkatkan siksaan pada ekonomi global," ujar Maruyama.

Dolar bertahan dengan kenaikan yang dari hari sebelumnya dibantu oleh rebound pada imbal hasil obligasi AS.

Indeks dolar versus sekeranjang enam mata uang utama bertahan di titik 97,990, setelah naik sekitar 0,5% dalam semalam.

Benchmark imbal hasil tresuri AS bertenor 10-tahun berada pada level 1,523%, mundur dari level terendah dalam 3 tahun terakhir pada 1,443% yang dicapai pada Senin (26/8/2019), didukung oleh langkah penghindaran risiko yang meluas.

Di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor 10-tahun naik 2,5 basis poin pada minus 0,255% setelah sempat berada pada titik minus 0,285%, pada Senin (26/8/2019), terendah sejak Juli 2016.

Sementara itu, greenback diperdagangkan pada 105,770 yen menyusul kenaikan 0,7% pada Senin (26/8/2019), setelah menyentuh level terendah selama 8 bulan terakhir pada level 104,460.

Euro secara efektif bergerak stagnan pada level US$1,1104 setelah kehilangan 0,4% pada sehari sebelumnya.

Dolar Australia, yang sensitif terhadap perkembangan di China, dan mitra dagang terbesar Australia, stabil pada level US$0,6773 mengikuti kenaikan 0,3% pada hari sebelumnya.

Harga minyak mentah pulih kembali karena pasar secara umum cukup stabil, memangkas beberapa kerugian signifikan mereka pada hari sebelumnya pada prospek minyak mentah dari Iran, yang saat ini menghadapi sanksi dan membebani pasar.

Minyak mentah berjangka Brent naik 0,46% menjadi US$58,97 per barel setelah kehilangan 1% pada hari sebelumnya. Minyak mentah AS naik 0,6% menjadi US$53,96 per barel.

Harga minyak turun psetelah Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan persiapan sedang berlangsung untuk pertemuan antara Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden Trump dalam beberapa pekan mendatang untuk menemukan solusi bagi kebuntuan nuklir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper