Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penolakan Terhadap RUU Perkoperasian Semakin Kencang

Penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Perkoperasian tidak melibatkan atau berkonsultasi dengan praktisi koperasi, akademisi serta pemimpin koperasi.
Koperasi/Bisnis.com
Koperasi/Bisnis.com

Kabar24.com, JAKARTA — Penolakan terhadap materi Rancangan Undang-undang Perkoperasian semakin meluas karena dinilai bisa menghambat kemajuan koperasi di Tanah Air.

Salah satu penolakan datang dari pelaku koperasi yakni Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kopdit Rukun dari Palembang, Sumatra Selatan.

Koperasi itu melayangkan surat kepada Presiden pada Rabu (21/8/2019), untuk menyuarakan penolakan mereka.

Dalam salinan surat yang diterima Rabu petang, Ketua KSP Kopdit Rukun, Lusianus Intarso mengatakan bahwa dia mewakili 11.562 orang anggota menyatakan penolakan terhadap RUU tersebut dengan beberapa alasan.

Adapun alasan pertama yakni penyusunan rancangan itu tidak melibatkan atau berkonsultasi dengan praktisi koperasi, akademisi serta pemimpin koperasi.

“RUU belum menerjemahkan nilai-nilai dan prinsip koperasi yang benar ke dalam pasal yang berkaitan dengan keanggotaan, organisasi, modal dan bisnis koperasi,” ujarnya.

Pihaknya juga menyoroti tentang istilah syariah dan konvensional yang dinilai tidak jelas. Padahal, koperasi dan konsep ekonomi syariah pada dasarnya serupa karena merupakan organisasi berbasis nilai.

Mereka juga menyatakan tidak ada penjelasan resmi mengapa jumlah minimal anggota untuk membentuk sebuah koperasi adalah sembilan orang. Padahal, dalam praktik di luar negeri, jumlah minimal anggota untuk membentuk sebuah koperasi adalah sebanyak tiga orang.

Khusus untuk Pasal 59, pihaknya menyoroti terminologi surplus dan defisit serta untung rugi yang dianggap secara keliru digunakan untuk menggarisbawahi pendapatan tidak terbagi dan penggunaan dana cadangan.

“Kami juga menolak Dewan Koperasi Indonesia sebagawai wadah tunggal untuk gerakan koperasi karena tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Selain itu, memasukkan pasal khusus dari 82 hingga 89 untuk mengatur Dekopin adalah sebuah kesalahan fatal,” lanjutnya.

Tidak hanya itu, pihaknya juga menyoroti Pasal 5 e yang memosisikan koperasi lebih rendah dari badan usaha lain seperti BUMN, BUMD serta perusahaan swasta lainnya.

Padahal, koperasi menurut mereka merupakan badan usaha privat yang diakui negara dan dapat berkembang untuk melayani kepentingan publik sebagaimana perusahaan negara atau daerah.

Pada Pasal 79, pihaknya melihat koperasi berpotensi kembali menjadi objek atau instrumen program pemerintah, menyalurkan dana pemerintah maupun mitra pemerintau untuk pengembangan bisnis.

Hal-hal semacam ini menurut pegiat koperasi, justru merusak otonomi koperasi yang merupakan elemen penting pendorong pertumbuhan koperasi di dunia.

“Secara singkat, RUU ini menunjukkan indikasi penguatan otonomi koperasi tapi lebih condong ke arah intervensi aktivitas koperasi sehari-hari. Hal ini menjadikan koperasi kalah dari badan usaha publik maupun privat lainnya serta mengangkangi prinsip-prinsip demokrasi sehubungan dengan wadah tunggal Dekopin,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper