Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Seberapa Besar Ancaman Resesi Ekonomi di Mata Trump?

Presiden AS Donald Trump dan pejabat tinggi Gedung Putih menepis kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi mungkin akan goyah.
Presiden AS Donald Trump menghadiri pertemuan dengan sejumlah perwakilan media sosial di Gedung Putih, Washington DC, AS, Kamis (11/7/2019)./Reuters-Carlos Barria
Presiden AS Donald Trump menghadiri pertemuan dengan sejumlah perwakilan media sosial di Gedung Putih, Washington DC, AS, Kamis (11/7/2019)./Reuters-Carlos Barria

Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden AS Donald Trump dan pejabat tinggi Gedung Putih menepis kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi mungkin akan goyah.

Pemerintahan Trump juga mengatakan bahwa mereka hanya melihat sedikit risiko resesi, meskipun pasar obligasi global sempat bergejolak pekan lalu, dan bersikeras bahwa perang dagang mereka dengan China tidak merusak ekonomi Amerika Serikat.

"Keadaan kami [AS] saat ini sangat baik, konsumen kami kaya, saya memberikan potongan pajak yang luar biasa sehingga mereka semua punya banyak uang," ujar Trump seperti dikutip melalui Reuters, Senin (19/8/2019).

Namun, Trump kurang optimistis jika dibandingkan dengan para staffnya di Gedung Putih, terkait kesepakatan dagang dengan China. Dia mengatakan bahwa dirinya belum siap meskipun Trump yakin China sudah siap untuk mencapai kesepakatan.

Trump mengisyaratkan bahwa Gedung Putih ingin menunggu Beijing agar terlebih dahulu menyelesaikan masalah yang sedang berlangsung di Hong Kong.

"Saya ingin kondisi di Hong Kong membaik dan diselesaikan secara kemanusiaan. Menurut saya itu akan sangat baik bagi kesepakatan dagang," tambahnya.

Penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan, bahkan dengan perundingan dagang yang terhenti untuk saat ini ditambah dengan ancaman tarif yang lebih besar dan pembatasan perdagangan lainnya yang menimpa ekonomi dunia, Amerika Serikat tetap dalam kondisi yang cukup baik.

"Tidak ada resesi di depan mata. Konsumen memiliki pekerjaan. Upah mereka meningkat. Mereka bisa menghabiskan uang dan menabung," kata Kudlow.

Pekan lalu pasar saham AS merosot di tengah kekhawatiran resesi dengan ketiga indeks utama AS ditutup turun sekitar 3% pada Rabu (14/8/2019).

Sementara itu, The Fed dan 19 bank sentral lainnya telah melonggarkan kebijakan moneter dalam aksi yang digambarkan Fitch Ratings pekan lalu sebagai perubahan terbesar sejak resesi 2009.

Pasar mengharapkan lebih banyak pemotongan akan datang.

Untuk waktu yang singkat pada pekan lalu, investor obligasi menuntut tingkat bunga yang lebih tinggi pada obligasi tresuri bertenor 2 tahun daripada yang bertenor 10 tahun, ini merupakan sinyal potensial dari hilangnya kepercayaan pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek.

“Kami memiliki ekonomi terkuat di dunia dan uang datang ke sini untuk pasar saham kami. merka juga datang ke sini untuk meraup imbal hasil di pasar obligasi kami," kata Penasihat perdagangan Gedung Putih Peter Navarro.

Ekonomi AS dan tingkat pekerjaan terus tumbuh setiap bulan.

Pada saat yang sama, penjualan ritel pada Juli melonjak 0,7% lebih kuat dari yang diperkirakan. Kudlow mengatakan angka itu menunjukkan bahwa penopang utama ekonomi AS masih solid.

Akan tetapi, pertumbuhan manufaktur telah melambat dan investasi bisnis yang lesu kembali menjadi hambatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper