Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cegah Perang Kashmir, Menlu Retno Bertemu Perwakilan India dan Pakistan

Suhu politik di dataran tinggi Kashmir, yang diakui Pakistan dan India, sedang memanas. Perang antara kedua negara bisa saja meletus tiba-tiba.
Aparat keamanan India berjaga di dekat kawat berduri yang dijadikan blokade jalan setelah Pemerintah India mencabut status khusus atas Kashmir di Srinagar, India, Rabu (7/8/2019)./Reuters-Danish Ismail
Aparat keamanan India berjaga di dekat kawat berduri yang dijadikan blokade jalan setelah Pemerintah India mencabut status khusus atas Kashmir di Srinagar, India, Rabu (7/8/2019)./Reuters-Danish Ismail

Bisnis.com, JAKARTA - Suhu politik di dataran tinggi Kashmir, yang diakui Pakistan dan India, sedang memanas. Perang antara kedua negara bisa saja meletus tiba-tiba.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi melakukan pertemuan terpisah dengan Duta Besar Pakistan untuk Indonesia serta Kuasa Usaha Kedutaan Besar India untuk Indonesia, guna membahas isu dataran tinggi Kashmir.

“Kedua negara adalah negara yang sangat penting dan bersahabat dengan Indonesia, dan kedua negara tersebut sangat bisa berkontribusi bagi perdamaian tidak hanya di kawasan tetapi juga secara global,” kata Pelaksana tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah dalam taklimat media di Jakarta, Kamis (15/8/2019).

Dalam pertemuan yang berlangsung di Kemlu, Jakarta, Rabu (14/8), pada prinsipnya Indonesia ingin mendengarkan kembali perspektif masing-masing negara dan menyampaikan pesan perdamaian yang menegaskan posisi Indonesia dalam menyikapi persoalan tersebut.

Dalam konteks tersebut, Indonesia menggarisbawahi bahwa apabila terjadi konflik terbuka antara Pakistan dan India, tidak ada satu pun negara yang diuntungkan.

Konflik tersebut justru merugikan tidak hanya kedua negara, tetapi bisa berdampak ke kawasan.

“Jadi ada ancaman terhadap pertumbuhan kesejahteraan tidak hanya di Asia Selatan tetapi bisa meluas ke kawasan lain,” tutur Faizasyah.

Indonesia juga mendorong dialog dan komunikasi antara Pakistan dan India untuk menyelesaikan isu sengketa atas wilayah Kashmir.

 
 Situasi politik di negara bagian Kashmir, India, kembali memanas sejak awal Agustus setelah pemerintah pusat membatasi ruang gerak dan jalur komunikasi, serta menempatkan 10 ribu tentara di wilayah tersebut.

Pemerintah India juga menutup sekolah dan kampus, memberlakukan jam malam, meminta wisatawan keluar dari Kashmir, serta menjadikan pemimpin di negara bagian itu sebagai tahanan rumah.

Pembatasan yang dilakukan sejak 4 Agustus 2019 merupakan upaya pemerintah mengantisipasi aksi massa yang memprotes pencabutan otonomi khusus di Kashmir pada 5 Agustus. Padahal, otonomi khusus di Kashmir telah berjalan selama 70 tahun dijamin oleh konstitusi India Pasal 370.

Berdasarkan beleid itu, negara bagian Jammu dan Kashmir berhak memiliki aturan perundang-undangan, bendera, dan kebebasan mengatur nyaris seluruh sektor, kecuali urusan luar negeri, pertahanan dan komunikasi.

Saat otonomi khusus itu berlaku, pemerintah negara bagian Kashmir berwenang memberi izin tinggal dan mengatur jual beli lahan serta properti.

Namun, setelah status istimewa dicabut, untuk pertama kalinya, warga di luar wilayah Kashmir dapat membeli tanah dan rumah di negara bagian itu. Alhasil, bagi sebagian besar warga setempat, kebijakan pemerintah India merupakan upaya mengubah demografi Kashmir yang dihuni mayoritas Muslim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper