Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Giliran Swarovski Minta Maaf karena Sebut Hong Kong Sebagai Negara

Perusahaan perhiasan ternama, Swarovski, meminta maaf kepada China karena keliru mendeskripsikan Hong Kong sebagai negara di laman resminya.
Hong Kong/Reuters-Bobby Yip
Hong Kong/Reuters-Bobby Yip

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan perhiasan ternama, Swarovski, meminta maaf kepada China karena keliru mendeskripsikan Hong Kong sebagai negara di laman resminya.

Swarovski dalam sebuah postingan di Facebook menyatakan bahwa mereka dengan tegas menghormati kedaulatan nasional dan integritas teritorial China.

"Mempertimbangkan kejadian baru-baru ini di China, Swarovski mengambil tanggung jawab penuh dan dengan tulus meminta maaf kepada orang-orang China, serta kepada mitra kerja sama kami dan Duta Besar Merek Jiang Shuying, yang telah sangat kecewa karena komunikasi yang menyesatkan tentang kedaulatan nasional China," demikian pernyataan resmi perusahaan dikutip dari BBC, Selasa (13/8/2019).

"Kami telah memperkuat kesadaran merek global kami dan kami akan terus meninjau semua platform digital kami secara global untuk memperbaiki segala ketidakakuratan," bunyi pernyataan tersebut lebih lanjut.

Sejumlah perusahaan brand ternama dunia tengah menjadi sorotan baru-baru ini karena tidak mematuhi klaim teritorial China atas Hong Kong. Mereka terjebak dalam kontroversi seputar deskripsi mereka tentang Hong Kong sebagai negara.

China semakin ketat dalam mengawasi bagaimana perusahaan asing menggambarkan Hong Kong yang sebenarnya merupakan bagian dari China, tetapi memiliki status khusus.

Sebelumnya, perusahaan pakaian mewah Versace memicu kemarahan warga China di media sosial karena desain kausnya. Desain kaus perusahaan asal Italia tersebut mengidentifikasi Hong Kong dan Makau sebagai negara independen yang dikuasai China.

Versace mengakui kesalahannya dan menyatakan telah menghancurkan dan berhenti menjual kaus tersebut sejak 24 Juli 2019.

Merek-merek fesyen Givenchy dan Coach baru-baru ini juga menghadapi reaksi keras atas representasi mereka tentang wilayah China pada produk pakaian mereka.

Kontroversi ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara China dan Hong Kong. Kerusuhan massal telah mengguncang Hong Kong selama beberapa pekan terakhir, ketika demonstrasi yang pertama kali ditujukan untuk menolak RUU ekstradisi telah berkembang menjadi gerakan pro-demokrasi yang peduli tentang peningkatan pengaruh China di wilayah tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : BBC
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper