Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Impor China Berlaku, Perusahaan Teknologi AS Tanggung Beban US$1 Miliar

Sebuah kelompok perdagangan mengatakan bahwa perusahaan teknologi Amerika Serikat harus membayar beban tambahan hingga US$1 miliar setiap bulannya jika tarif tambahan Presiden Donald Trump terhadap China berlaku bulan depan.
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menghadiri pertemuan bilateral kedua negara di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019)./Reuters-Kevin Lamarque
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menghadiri pertemuan bilateral kedua negara di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019)./Reuters-Kevin Lamarque

Bisnis.com, JAKARTA -- Sebuah kelompok perdagangan mengatakan bahwa perusahaan teknologi Amerika Serikat harus membayar beban tambahan hingga US$1 miliar setiap bulannya jika tarif tambahan Presiden Donald Trump terhadap China berlaku bulan depan.

Pekan lalu, Trump mengatakan rencananya untuk mengenakan tarif 10% terhadap hampir seluruh produk impor dari China, dengan nilai barang mencapai US$300 miliar termasuk produk konsumer hingga teknologi.

Sebelumnya, sudah ada US$250 miliar produk China yang menjadi subjek pungutan sebesar 25%.

Asosiasi Teknologi Konsumen AS menyampaikan industri teknologi membayar tarif sebesar US$1,7 miliar pada Juni.

Pungutan tambahan yang diagendakan berlaku pada 1 September akan berdampak sekitar US$13 miliar pada impor teknologi dari China bulan itu, termasuk ponsel, laptop, televisi dan jam tangan pintar.

"Tarif sama dengan pajak -- dan beban yang perusahaan bertambah menempatkan konsumer pada posisi yang tidak menguntungkan di dalam perang dagang Presiden Trump," ujar Kepala Asosiasi Teknologi Konsumen AS Gary Shapiro, dalam sebuah pernyataan yang dikutip melalui Bloomberg, Rabu (7/8/2019).

Menanggapi ancaman tarif baru, Beijing pada Senin (5/8), membiarkan yuan terdepresiasi, membuat produk China lebih kompetitif bagi pembeli di luar negeri, dan memotong pembelian produk pertanian AS.

Pemerintahan Trump kemudian meningkatkan perang dagang dengan secara resmi menyebut China sebagai manipulator mata uang, meningkatkan prospek pertempuran perdagangan yang berkepanjangan antara dua negara ekonomi terbesar di dunia.

Menurut data yang dirilis oleh Tariffs Hurt the Heartland, kampanye oleh kelompok dagang yang menentang tarif tersebut, total tarif yang dibayarkan pada Juni mencapai US$6 miliar, salah satu jumlah bulanan tertinggi dalam sejarah AS.

"Tarif yang dibayarkan untuk produk yang terdampak pada semua kebijakan Trump mencapai sebesar US$3,4 miliar pada Juni, naik dari US$2,8 miliar pada Mei," kata kelompok itu.

Data yang dikumpulkan dari Biro Sensus AS tersebut memberikan pandangan tentang dampak dari kebijakan Trump yang meningkatkan tarif terhadap produk China US$200 miliar menjadi 25% dari 10% pada Mei.

"Orang Amerika sudah membayar tarif tertinggi dan pukulan terbesar bagi konsumen masih akan terjadi pada 1 September," kata juru bicara Tarif Hurt the Heartland, Jonathan Gold dalam sebuah pernyataan.

Asosiasi perdagangan dan koalisi yang menentang pungutan impor kembali menegaskan seruan mereka untuk AS dan China agar kembali ke meja perundingan dan menyelesaikan kesepakatan perdagangan.

Asosiasi Teknologi Konsumen AS juga meminta Kongres untuk mengeluarkan undang-undang yang membatasi wewenang presiden untuk memaksakan pungutan bea, yang menurut mereka akan menegaskan kembali peran anggota parlemen dalam kebijakan perdagangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper