Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perkara BLBI: KPK Cuma Bisa Gugat Secara Perdata

Jika ditemukan kerugian negara terkait penyelesaian BLBI, maka langkah yang bisa dilakukan adalah melakukan gugatan perdata
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif memberikan keterangan pers terkait OTT Pamekasan, Madura, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/8).ANTARA-Hafidz Mubarak A
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif memberikan keterangan pers terkait OTT Pamekasan, Madura, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/8).ANTARA-Hafidz Mubarak A

Bisnis.com, JAKARTA - Jika ditemukan kerugian negara terkait penyelesaian BLBI, maka langkah yang bisa dilakukan adalah melakukan gugatan perdata

Edward Omar Sharif Hiariej, pakar hukum pidana dari Universitas Gajah Mada (UGM) menyatakan bahwa jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti adanya kerugian negara dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), maka gugatan yang bisa dilakukan hanya gugatan perdata.

Pernyataan ini merujuk kepada putusan Mahkamah Agung 9 Juli 2019 yang melepaskan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) dari segala proses hukum yang sudah dijalani.

“Bahwa apabila ada kerugian negara secara nyata, putusan bebas, putusan lepas, tidak menghapuskan gugatan perdata. Silahkan melakukan gugatan perdata. Kalau ada kerugian keuangan negara secara nyata,” katanya, dalam risalah diskusi tentang putusan MA yang diterima, Kamis (1/8/2019).

Hiariej menjadi salah satu narasumber diskusi itu yang bertajuk Vonis Bebas MA Terhadap Syafruddin: Salah Siapa, MA atau KPK dan diselenggarakan oleh Mahfud MD Initiative, sehari sebelumnya. Hiariej menjelaskan bahwa di dalam perkara pidana itu ada asas yang berbunyi res judicata in criminalibus atau setiap perkara pidana itu harus ada akhirnya atau ujungnya.

“Saya tidak lihat fakta persidangan, tidak melihat apapun, tapi saya mau berbicara secara teoritik. Bahwa dalam perkara pidana ada asas yang berbunyi res judicata in criminalibus. Jadi perkara pidana itu harus ada akhirnya. Harus ada ujungnya,” lanjutnya.

Guru besar yang akrab disapa Eddy itu juga menerangkan bahwa secara teoritik vonis hakim MA kepada SAT sudah selesai dan tidak bisa lagi dilakukan peninjauan kembali (PK) oleh Jaksa. Sebab menurutnya secara aturan, Jaksa sudah tidak berhak melakukan PK pada putusan pengadilan tertinggi tersebut.

“Untuk SAT secara pidana close the case, sudah putusan lepas. Artinya dia tidak dijatuhi pidana, dan itu putusan pada kasasi. Sebelum ada putusan Mahkamah Konstitusi, sampai dunia kiamat saya tidak pernah setuju yang namanya jaksa melakukan peninjauan kembali. Karena peninjauan kembali yang dilakukan oleh jaksa bukan terobosan hukum, itu noda hitam dalam sejarah penegakan hukum,” tegas Eddy.

Sebagaimana diketahui, MA telah membebaskan SAT dari segala proses hukum terkait perkara korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI kepada taipan Sjamsul Nursalim, pemegang saham mayoritas BDNI.

Sebelum putusan kasasi itu, SAT divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan tersebut kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tapi kemudian dimentahkan pada level kasasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper