Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PBB Dukung Penyelidikan Atas Pelanggaran HAM di Filipina

Dewan Hak Asasi Manusia PBB mendukung penyelidikan pembunuhan massal oleh kepolisian Filipina yang selama ini disebut Presiden Rodrigo Duterte sebagai upaya melawan narkoba.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)/Istimewa
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Hak Asasi Manusia PBB mendukung penyelidikan pembunuhan massal oleh kepolisian Filipina yang selama ini disebut Presiden Rodrigo Duterte sebagai upaya melawan narkoba. 

Pemerintah Filipina mencatat sekitar 6.600 orang telah terbunuh oleh polisi dalam tembak-menembak dengan tersangka pengedar narkoba sejak dia terpilih pada 2016. Namun, aktivis mengatakan korban tewas mencapai 27 ribu orang. 

Resolusi pertama PBB soal Filipina yang didukung oleh Islandia dan diadopsi dengan suara 18 negara yang mendukung dan 14 menentang, termasuk China dan 15 abstain termasuk Jepang. 

"Ini bukan hanya sebuah langkah membayar keadilan bagi ribuan keluarga korban pembunuhan di luar proses hukum di Filipina, tetapi juga pesan yang kami kirim bersama kepada mereka yang memuji Presiden Duterte," kata Ellecer "Budit" Carlos dari kelompok hak asasi manusia yang berbasis di Manila iDefend seperti dikutip Reuters, Jumat (12/7/2019). 

Dia menyebut perang melawan narkoba yang disebut pemerintahan Duterte palsu.

Aktivis Filipina mengatakan puluhan ribu orang terbunuh ketika polisi meneror masyarakat miskin dan menggunakan "daftar pengawasan" obat terlarang untuk mengidentifikasi pengguna yang dicurigai atau pedagang. 

Myca Ulpina, seorang anak berusia tiga tahun yang terbunuh pada 29 Juni di dekat Manila adalah salah satu korban penumpasan terbaru dan termuda yang diketahui. Polisi mengatakan ayahnya Renato telah menggunakan putrinya sebagai perisai manusia.

Delegasi Filipina berupaya melobi agar resolusi tersebut tidak keluar. Dalam resolusi itu otoritas negara diminta untuk mencegah pembunuhan di luar hukum dan bekerja sama dengan pimpinn hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet yang akan melaporkan temuannya pada Juni 2020. 

Duta Besar Filipina Evan Garcia, yang berbicara setelah pemungutan suara, membacakan pernyataan oleh kementerian luar negerinya yang menolak resolusi itu. Garcia mengatakan pemerintahan Duterte berkomitmen untuk menegakkan keadilan.

Sementara itu, ketika ditanya wartawan di Manila, Duterte mengaku akan melihat terlebih dahulu rencana penyelidikan tersebut. 

"Biarkan mereka menyatakan tujuan mereka dan saya akan melihatnya," katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper