Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Murka Hingga Jenaka Laku Hakim Konstitusi di Sidang Pilpres 2019

Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) terkait Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), tinggal menyisakan agenda Rapat Pemusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan putusan hasil sengketa Pilpres 2019.
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kanan) bersama Hakim Konstitusi Saldi Isra (kedua kiri) dan Enny Nurbaningsih (kiri) melakukan pengecekan alat bukti sampul surat suara dari pihak termohon atau KPU dan dari pihak pemohon atau Tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02 saat sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6/2019)./Antara
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kanan) bersama Hakim Konstitusi Saldi Isra (kedua kiri) dan Enny Nurbaningsih (kiri) melakukan pengecekan alat bukti sampul surat suara dari pihak termohon atau KPU dan dari pihak pemohon atau Tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02 saat sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6/2019)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) terkait Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), tinggal menyisakan agenda Rapat Pemusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan putusan hasil sengketa Pilpres 2019.

Oleh sebab itu, tak ada salahnya menilik lagi laku dan komentar sembilan hakim MK. Yang telah menjalankan tugasnya dengan baik, sejak Jumat (14/6/2019).

Bahkan, dianggap telah berhasil menyuguhkan pendidikan hukum yang menarik kepada masyarakat, lewat agenda pemeriksaan saksi dari pihak pemohon (Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga), pihak termohon (KPU), pihak terkait (Tim Hukum TKN Jokowi-Ma'ruf) dan Bawaslu.

Anwar Usman 

Karisma Anwar sebagai Ketua MK memang tak perlu diragukan lagi. Raut wajahnya yang jarang tampak panik, mencerminkan optimisme bahwa para hakim MK akan sanggup menyuguhkan keadilan dalam sidang PHPU Pilpres 2019.

Yang paling kentara, tentu saja ketika pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat, 31 Desember 1956 ini memutuskan untuk melanjutkan sidang pemeriksaan pihak pemohon hingga dini hari.

Padahal, Ketua Tim Hukum TKN Yusril Ihza Mahendra sebelumnya telah mengkritik persidangan yang sudah berjalan terlalu malam, dan menganggap saksi pihak pemohon terlalu banyak memakan waktu.

"Sidang-sidang sebelum ini mungkin Prof Yusril juga ingat, pernah sampai subuh juga. Ini masih sisa satu saksi fakta dan dua saksi ahli, maka ini tetap diteruskan," ujar Anwar.

Kendati demikian, tak jarang pula sikap Anwar mengundang tawa. Terutama, selepas momen 'anak buahnya' ketika berdebat dengan pengacara dari para pihak. Selepas itu, Anwar dengan wajah dingin dan datarnya, selalu berhasil memenangkan suasana dengan kombinasi ungkapan khas 'Sudah, clear ya', 'Begitu', atau 'Jadi begitu'.

Aswanto

Berbeda dengan sang Ketua yang selalu terlihat berekspresi datar, Wakil Ketua MK Aswanto justru terlihat selalu tersenyum dalam persidangan.

Guru Besar Ilmu Pidana Universitas Hasanuddin Makassar ini bahkan kerap mengingatkan saksi pertama pihak pemohon, Agus Maksum, agar santai saja dan tidak menggebu-gebu dalam memberikan kesaksian.

"Sebentar, sebentar, tunggu dulu pak. Tunggu pertanyaannya selesai dulu baru dijawab. Santai saja, tidak perlu emosi," ungkapnya sembari tersenyum.

Kerendahhatiannya pun terbukti, ketika dirinya tak segan meminta maaf kepada para pihak, ketika salah persepsi terkait jumlah juru bicara dan prinsipal yang boleh bertanya dari para pihak di setiap sesi persidangan.

Arief Hidayat

Hakim Konstitusi kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 3 Februari 1956 ini sekarang tak asing lagi di media sosial, sebab viral akibat sempat ingin mengusir Ketua Tim Hukum BPN Bambang Widjojanto keluar dari ruang persidangan.

Perdebatan panas ini berlangsung ketika saksi dari pihak pemohon bernama Idham, dinilai oleh Arief mengungkapkan hal yang hampir sama dengan saksi sebelumnya, sehingga dimungkinkan redundant.

Atas penilaian tersebut, Bambang ternyata tak terima, menganggap Arief tak terlalu mau mendengarkan dengan menekan dan men-judgement saksinya sebelum mengungkap kesaksian.

"Bukan begitu, Pak Bambang. Stop. Sudah cukup, saya ingin dialog dengan saksi. Kalau tidak stop, Pak Bambang keluar!" tegas Arief menegur Bambang yang mulai berbicara dengan nada tinggi.

Wahiduddin Adams

Sejak awal agenda sidang pemeriksaan saksi, jebolan Institut Agama Islam Negeri Jakarta ini selalu diberi tugas khusus oleh Ketua MK untuk menuntun sumpah para saksi secara agama Islam di bawah Alquran.

Hal menarik yang melibatkan Wahiduddin, terjadi ketika persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli pihak termohon, Marsudi Wahyu Kisworo.

Wahiduddin ketika itu, telah mengajukan pertanyaan kepada saksi ahli, sehingga kemudian mempersilahkan rekannya Hakim Suhartoyo bertanya.

Tetapi, beberapa detik tak ada tanggapan dari Suhartoyo, persidangan pun terjeda beberapa detik. Ternyata, Suhartoyo terkantuk akibat kelelahan pada persidangan sebelumnya yang mencapai dini hari. Sontak, hal ini kemudian mengundang tawa dari para peserta sidang.

I Dewa Gede Palguna

Bisa dibilang Palguna merupakan 'senior' dibandingkan Hakim Konstitusi lain, sebab pernah merasakan kursi hakim Mahkamah Konstitusi 'perdana' di bawah pimpinan Jimly Asshiddiqie tahun 2003.

Barangkali, itulah sebabnya Palguna kerap menjadi penegas di hampir seluruh peraturan sidang, meng-clear-kan pernyataan saksi yang kontroversial, bahkan tak jarang menyemprot advokat dari para pihak ketika pertanyaannya salah atau pernyataannya dianggap kurang pas

Salah satunya, ketika sidang masih berjalan di awal, bukti fisik pihak pemohon masih banyak yang kurang. Tetapi, jawaban Ketua Tim Hukum BPN Bambang Widjojanto hanya beralasan barang belum bisa masuk akibat panitera persidangan kelelahan menurunkan bukti dari truk.

"Bahwa ada yang temuan yang ditarik kembali karena mengatakan ada yang capek, itu soal lain. Jadi jangan seolah-olah Mahkamah yang keliru kalau di sini," tambah Dewa dengan nada tinggi, tetapi diiringi dengan sedikit tersenyum, untuk meneduhkan suasana.

"Seperti yang sudah diinformasikan ke semua pihak. Jam pelayanan MK sebenarnya hanya sampai jam 5. Tapi kemarin sampai malam masih dilayani dan tetap diverifikasi juga. Okelah, itu tidak menjadi masalah tapi intinya ada bukti fisik yang belum ada di sini," tegas Dewa.

Suhartoyo

Sama seperti Palguna, Hakim Konstitusi atas usulan unsur Mahkamah Agung ini juga paling sering terlihat di layar kaca.

Terlebih, Suhartoyo kerap ditugasi Ketua Majelis untuk menjadi penjelas dan penegas tiap hal yang berkaitan dengan hukum acara, lewat nada-nada suara bersahabat dan ramah, tetapi juga bisa tinggi dan menekan apabila dibutuhkan.

Misalnya, ketika sidang pertama, Suhartoyo mengingatkan pengacara para pihak agar mengenakan toga advokat, atau tak akan diizinkan lagi masuk ruang persidangan. Tetapi, siapa sangka, Suhartoyo yang sebelumnya berbicara dengan tegas justru berakhir percakapan lucu dengan Yusril.

"Mau klarifikasi saja, terkait pernyataan pak Suhartoyo. Karena di sebelah saya ini saudara Trimedya Panjaitan, dan saudara Arsul Sani, dua-duanya advokat tapi hadir di sini tidak pakai toga karena beliau bukan kuasa hukum," ungkap Yusril.

"Lagipula keduanya anggota DPR, jadi di-suspend [status advokatnya]. Ini hanya klarifikasi saja, pak. Supaya yang nonton televisi tidak keliru nanti," tambahnya.

Suhartoyo pun menjawabnya dengan santai sembari bercanda, bahwa untuk pendamping, tidak wajib mengenakan toga advokat.

"Iya. Pak Yusril tidak menjelaskan pun saya tahu persis bahwa beliau-beliau itu adalah advokat. Walaupun nonaktif," ungkap Suhartoyo sembari tersenyum, membuat penyimak sidang tertawa.

Selain itu, mantan Ketua PN Jakarta Selatan ini pun mendapat panggung viral di media sosial akibat dialog lucunya bersama saksi-saksi pihak pemohon, di antaranya Nur Listiani dan Betty Kristiana.

Manahan M.P. Sitompul

Apabila dilihat dari tahun kelahiran, maka Manahan merupakan Hakim Konstitusi paling senior dari yang lainnya.

Barangkali, inilah yang membuatnya begitu halus, sabar, dan kerap mengungkap petuah bijak ketika berdialog dengan saksi maupun para pihak.

Sayangnya, Manahan baru mendapat tugas berdialog dengan saksi dari pihak terkait atau TKN Jokowi-Ma'ruf pada sidang kelima, Jumat (21/6/2019) sehingga di awal sidang tak banyak tersorot kamera.

Saldi Isra

Kebalikan dari Manahan, Saldi merupakan yang paling muda di antara Hakim Konstitusi lain. Tetapi, perannya dalam persidangan cukup sentral lewat pertanyaan-pertanyaannya yang 'menusuk' para saksi dan advokat para pihak.

Pria yang berhasil menduduki kursi Hakim Konstitusi lewat unsur usulan presiden ini pernah memarahi Bambang Widjojanto akibat mondar-mandir di dalam ruang sidang, dan menyemprot saksi dari Tim Hukum TKN Jokowi-Ma'ruf yang keterangannya berubah-ubah.

Tetapi, tak tak jarang pula aktivis anti-korupsi, penulis, serta guru besar Universitas Andalas Padang ini mengungkap hal lucu dalam persidangan.

Misalnya, dalam sidang pemeriksaan saksi ahli terakhir dari pihak TKN Jokowi-Ma'ruf, yakni ahli hukum pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Eddy Hiariej dan Dosen Pascasarjana FH UIA Heru Widodo, Saldi sempat bernostalgia dengan mereka sebagai sesama alumni UGM.

Saldi pun menyebut Hakim Konstitusi lain Enny Nurbaningsih, juga beberapa anggota Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga, yakni Iwan Satriawan, Luthfi Yazid, Denny Indrayana yang juga alumni FH UGM untuk menggoda mereka.

"Dari lima orang yang berdebat tadi itu induknya semua yang mengajari orang ini nakal Luthfi Yazid ini," ungkapnya disambut tawa dari para hakim dan beberapa pengacara para pihak.

"Tapi ada profesor Enny itu yang keenam. Jadi ini pertarungan para alumni UGM. Saya khawatir di dalam ini saja mereka bertengkar tapi di luarnya akur-akur lagi. Jadi agak repot kalo begitu sebetulnya," tambahnya.

Enny Nurbaningsih

Enny merupakan satu-satunya Srikandi di antara para Hakim Konstitusi. Tetapi, bukan hanya karena hakim wanita saja, sikap Enny yang paling mencolok dari Hakim Konstitusi lain justru sikap kritisnya soal alat bukti berupa dokumen.

Beberapa kali Enny mengingatkan Tim Hukum BPN soal alat bukti mereka yang belum ada secara fisik. Enny pun pernah meminta secara khusus agar KPU membawa alat bukti pembanding untuk amplop yang dibawa saksi dari Tim Hukum BPN Betty Kristiana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper