Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Keterangan Said Didu Dianggap Untungkan KPU

Kesaksian Said Didu sebagai ahli dari Tim Kuasa Hukum calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada sdang sengketa Pilpres 2019 dianggap menguntungkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Said Didu./Bisnis-Abdullah Azzam
Said Didu./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Kesaksian Said Didu sebagai ahli dari Tim Kuasa Hukum calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di sidang sengketa Pilpres 2019 dianggap menguntungkan Komisi Pemilihan Umum RI.

Anggapan itu dikemukakan Kuasa Hukum KPU RI Ali Nurdin.

Menurut Ali keuntungan diraih KPU atas keterangan Said karena mantan Sekretaris Kementerian BUMN itu menegaskan ketiadaan aturan soal pejabat negara dalam kesaksiannya kemarin.

Dalam kesaksiannya kemarin, Said menyebut UU Nomor 19/2003 tentang BUMN hanya mencantumkan terminologi “pengurus BUMN”. Kemudian, UU 20/2001 jo UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) maupun UU Pemilihan Umum mencantumkan definisi “pejabat BUMN”.

“Ketika Pak Said Didu merujuk kepada UU Tipikor, Tipikor itu kan berkaitan dengan keuangan negara. Sehingga subjeknya itu bukan pejabat atau tidak, tapi setiap orang. Sehingga luas tuh [subjeknya]. Kalau pun berkaitan dengan LHKPN itu kan hubungannya dengan penyelenggara negara,” ujar Ali di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (20/62019).

Dalam penjelasannya kemarin, Said menyebut bahwa kewajiban pejabat BUMN melaporkan harta kekayaan tercantum di UU Tipikor. Kemudian, penjelasan soal pejabat BUMN juga disebutkan pada UU Pemilu.

Berdasarkan UU Pemilu, pejabat BUMN tidak boleh terlibat dalam politik praktis seperti menjadi anggota tim kampanye dan ikut pemilu. Meski demikian, Said mengatakan dua beleid tersebut tidak menjabarkan definisi pejabat BUMN.

Karena itu, ketika menjabat Sekretaris Kementerian BUMN 2005-2010, Said berinisiatif mendefinisikan pejabat BUMN dalam tiga kategori.

Pertama, pejabat BUMN adalah pengurus sebagaimana didefinisikan dalam BUMN yakni komisaris, anggota dewan pengawas, dan direksi.

Kedua, pejabat mencakup komisaris dan direksi anak perusahaan BUMN. Ketiga, pejabat BUMN adalah satu tingkat di bawah direksi BUMN.

“Kalau BUMN kan RUPS [rapat Umum Pemegang Saham] dengan kementerian. Kalau anak perusahaan kan bukan. Apalagi di anak perusahaan dibedakan dengan pengawas syariah. Ada Undang-undang pengawas syariah, UU perbankan syariah, rezim hukum yang berbeda,” tutur Ali.

“Kalau kita bicara lex specialis, ketentuan yang khusus mengesampingkan ketentuan yang umum. Pada UU Perbankan Syariah jelas pihak terafiliasi itu dibedakan antara Direksi Komisaris dengan Dewn Pengawas Syariah,” tambahnya.

Penjelasan soal pejabat BUMN dilakukan sebab tim Prabowo-Sandiaga meminta MK membatalkan pencalonan capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Petitum itu disampaikan karena kubu Prabowo-Sandiaga menganggap posisi Ma’ruf sebagai cawapres bermasalah.

Ma’ruf dianggap tak bisa menjadi cawapres lantaran menjadi Ketua Dewan Pengawas Syariah di PT Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT Bank BNI Syariah. Menurut Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, PT BSM dan Bank BNI Syariah adalah BUMN alih-alih anak perusahaan BUMN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lalu Rahadian
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper