Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Puluhan Ribu Warga Hong Kong Diprediksi Kembali ke Jalan, Tuntut Carrie Lam Mundur

Aksi unjuk rasa besar-besaran diproyeksi kembali terjadi pada Minggu (16/6/2019).
Warga Hong Kong ikut serta dalam unjuk rasa damai memprotes rencana penerapan RUU Ekstradisi di Hong Kong, Jumat (14/6/2019)./Reuters-Jorge Silva
Warga Hong Kong ikut serta dalam unjuk rasa damai memprotes rencana penerapan RUU Ekstradisi di Hong Kong, Jumat (14/6/2019)./Reuters-Jorge Silva

Bisnis.com, JAKARTA -- Puluhan ribu warga Hong Kong diperkirakan akan kembali memenuhi jalanan kota pelabuhan tersebut pada Minggu (16/6/2019), dalam upaya meminta pemimpin eksekutif Carrie Lam mundur dari jabatannya.
 
Koordinator aksi mengatakan mereka berharap ada lebih dari sejuta orang yang muncul dalam unjuk rasa ini, hampir sama dengan klaim jumlah pengunjuk rasa yang muncul dalam RUU Ekstradisi sepekan lalu. Adapun pihak kepolisian mengklaim jumlahnya hanya 240.000 orang.
 
Lam sebenarnya telah menunda penerapan RUU Ekstradisi, yang memicu unjuk rasa besar-besaran sepanjang pekan lalu, pada Sabtu (15/6). Namun, warga Hong Kong tampaknya belum puas dan ingin Lam mengundurkan diri.
 
"Jika dia menolak menghapus regulasi itu seluruhnya, maka itu artinya kami tidak akan mundur. Dia tetap di posisinya, kami juga," ujar anggota legislatif pro demokrasi Claudia Mo seperti dilansir Reuters, Minggu (16/6).
 
Lam juga terkesan menghindari pertanyaan mengenai kemungkinan dirinya untuk mundur. Dia meminta masyarakat Hong Kong untuk memberi kesempatan lain kepada para pemimpin kota itu. 
 
Lam menambahkan dirinya merasa sedih dan menyesal karena kekurangan dalam pekerjaan pihak administrasi Hong Kong serta faktor-faktor lain telah memicu kontroversi besar dan perselisihan di masyarakat.
 
RUU Ekstradisi akan memaksa para kriminal untuk dibawa ke China daratan, dengan demikian mereka tidak bisa bersembunyi di Hong Kong. Meski Lam mengatakan Hak Asasi Manusia (HAM) para kriminal ini akan dilindungi, tapi banyak pihak menilai penerapannya merupakan bukti bahwa sistem hukum China dikendalikan Partai Komunis. 
 
Sistem hukum tersebut juga dituding dipenuhi penyiksaan, keterpaksaan pengakuan, serta minimnya akses ke pengacara.

Hong Kong menganut sistem "One Country, Two Systems" sejak kembali ke pangkuan Beijing pada 1997, setelah diserahkan oleh Inggris. Meski warganya menikmati kebebasan yang lebih luas dibandingkan warga China daratan, tapi sistem pemerintahan dan hukumnya tetap berada di bawah pantauan China. 

Dalam unjuk rasa pada Rabu (12/6), polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata kepada para pengunjuk rasa. Situasi tersebut membuat sejumlah kantor dan bank memutuskan libur.
 
Beberapa taipan Hong Kong juga mulai memindahkan harta pribadi mereka ke luar negeri karena khawatir RUU Ekstradisi bakal diberlakukan. 
 
Unjuk rasa pekan lalu disebut-sebut sebagai yang terbesar dalam sejarah Hong Kong sejak warga kota itu turun ke jalan untuk memprotes kejadian di Tiananmen Square pada 4 Juni 1989.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit
Sumber : Reuters

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper