Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hong Kong Tunda Pembahasan RUU Ekstradisi

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Hong Kong akan menangguhkan pertimbangan RUU ekstradisi yang didukung China, yang telah memicu beberapa protes massa terbesar sejak mantan koloni Inggris tersebut kembali ke China.
Unjuk rasa penentang RUU ekstradisi di Hong Kong, Rabu (12/6/2019)./Reuters
Unjuk rasa penentang RUU ekstradisi di Hong Kong, Rabu (12/6/2019)./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Hong Kong akan menangguhkan pertimbangan RUU ekstradisi yang didukung China, yang telah memicu beberapa protes massa terbesar sejak mantan koloni Inggris tersebut kembali ke China.

Dilansir melalui Bloomberg, Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengumumkan keputusan itu pada konferensi pers dan mengatakan tidak ada kerangka waktu pasti untuk meluncurkan kembali RUU tersebut.

Langkah ini merupakan pembalikan yang menakjubkan bagi Lam, yang selama ini bersikeras untuk terus maju dengan proposal RUU Ekstradisi meskipun protes terus meningkat, termasuk aksi unjuk rasa yang berlangsung sejak 9 Juni dan menarik ratusan ribu masyarakat ke jalan, menyerukan pengunduran dirinya.

Keputusan Lam untuk melanjutkan pembahasan RUU membuat ribuan demonstran mengepung kompleks gedung legislatif pada 12 Juni, yang mengakibatkan puluhan orang cedera ketika polisi melepaskan tembakan gas air mata dan peluru karet setelah para pengunjuk rasa berusaha memaksa masuk ke dalam gedung.

"Para penentang khawatir dengan undang-undang, yang akan membuat Hong Kong mencapai perjanjian satu kali dengan mainland China dan yurisdiksi lain, yang ditakutkan akan meruntuhkan tembok hukum yang memisahkan sistem peradilan kota dari Beijing," tulis Bloomberg, seperti dikutip pada Minggu (15/6).

Kelompok bisnis berpendapat bahwa kota pelabuhan tersebut berisiko kehilangan daya tariknya sebagai pusat keuangan jika RUU ini disahkan, sementara para kritikus Partai Komunis yang berkuasa khawatir mereka akan dihadapkan dengan kemungkinan pelaksanaan proses peradilan di China.

Sementara Beijing menyatakan dukungan untuk rancangan tersebut, beberapa pemerintah Barat menunjukkan kekhawatiran merka bahwa hal itu merusak kerangka kerja "One Country, Two Systems” yang menjamin kebebasan berpendapat, pasar kapitalis dan pengadilan independen di Hong Kong setelah berhasil meraih independensi dari Inggrs pada 1997.

Anggota parlemen AS telah mengancam untuk mempertimbangkan kembali status istimewa kota pusat keuangan global yang mendukung kegiatan perdagangan hingga sebesar US$38 miliar pada tahun lalu.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper