Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rusuh 22 Mei: Setara Institute, Upaya Polri Jerat Purnawirawan TNI-Polri Proses Hukum Biasa

Ketua Setara Insitute Hendardi mengatakan bahwa upaya hukum yang dilakukan Polri dan menjerat sejumlah purnawirawan TNI dan Polri, sudah sepatutnya harus dipandang sebagai proses hukum biasa yang tidak perlu dikaitkan dengan korps atau semangat jiwa korsa para purnawirawan.
Mayor Jenderal TNI Purn Kivlan Zen (kanan) berjalan meninggalkan Bareskrim Polri usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (13/5/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Mayor Jenderal TNI Purn Kivlan Zen (kanan) berjalan meninggalkan Bareskrim Polri usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (13/5/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Setara Insitute Hendardi mengatakan bahwa upaya hukum yang dilakukan Polri dan menjerat sejumlah purnawirawan TNI dan Polri, sudah sepatutnya harus dipandang sebagai proses hukum biasa yang tidak perlu dikaitkan dengan korps atau semangat jiwa korsa para purnawirawan.

Dalam keterangan tertulisnya yang diterima Rabu (12/6/2019), Hendardi mengatakan dalam konteks pemilu, jiwa korsa hanya  dibenarkan untuk membela demokrasi konstitusional yang tunduk pada supremasi sipil melalui oemilu, bukan pertunjukan anarkistis  yang mengorbankan jiwa-jiwa yang buta politik, sebagaimana terjadi pada 21-22 Mei 2019.

Dikatakan, pengungkapan aktor-aktor kerusuhan 21-22 Mei 2019 oleh Mabes Polri merupakan salah satu bentuk upaya transparansi Polri dalam penanganan peristiwa hukum guna meningkatkan akuntabilitas penyidikan terhadap beberapa orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Betapapun keterangan tersebut diragukan oleh beberapa pihak, pemaparan publik oleh Polri telah memberikan pembelajaran berharga bagi warga negara tentang arti penting demokrasi, kebebasan berpendapat, dan nafsu politik para avonturir politik serta conflict entrepreneur yang beroperasi di tengah kekecewaan sebagian publik dan kerumunan massa,” kata Hendardi.

Dikatakan, pengungkapan yang dilakukan oleh Mabes Polri di bawah koordinasi Tim Irwasum Polri, memang kurang ideal untuk memperkuat independensi dibanding misalnya dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

Tetapi, tambah Hendardi,  pembentukan TGPF biasanya didasari oleh tidak bekerjanya ordinary institution yang diberi mandat oleh Konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

“Sepanjang institusi existing sudah bekerja, maka pembentukan TGPF pun menjadi tidak relevan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper