Kabar24.com, JAKARTA — Penyidikan perkara yang berkaitan dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali menghangat setelah Sjamsul Nursalim dan istrinya, Ijtih Nursalim ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Banyak pihak angkat bicara mengenai hal ini, termasuk Maqdir Ismail, kuasa hukum yang sudah sejak lama turut mendampingi Sjamsul Nursalim.
Pengacara senior itu menilai penetapan tersangka telah menodai dan mengingkari perjanjian yang dibuat pemerintah dengan warga negara.
Lembaga penegak hukum itu, dia nilai telah menciderai komitmen pemerintah yang sah dan berkekuatan hukum dalam pemberian pembebasan dan pelepasan (release and discharge) kepada para obligor BLBI yang telah menandatangani Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dan telah memenuhi seluruh kewajibannya.
“Sjamsul Nursalim telah mengikuti permintaan pemerintah untuk menandatangani MSAA pada 21 September 1998 kemudian ditindaklanjuti dengan memberikan surat R&D pada 25 Mei 1999. Dalam agreeement itu pemerintah berjanji untuk melepaskan Sjamsul Nursalim dari segala tuntutan hukum atau segala hak hukum apapun yang mungkin dimiliki pemerintah,” ujarnya, Rabu (12/6/2019).
Berdasarkan prinsip hukum yang tertuang dalam Pasal 1338 KUHPerdata, suatu perjanjian bersifat mengikat kedua belah pihak yang membuatnya, selayaknya undang-undang.
“Sekarang KPK menjadikan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sebagai tersangka,” katanya.
Sjamsul Nursalim, katanya mengikuti permintaan menandatangani MSSA itu sebagai bagian upaya mendukung pemerintah yang tengah berusaha keras mengatasi kesulitan dalam memulihkan ekonomi akibat krisis dan KPK tidak bisa mengabaikan perjanjian yang dibuat pemerintah, karena institusi ini adalah bagian dari pemerintah, sebagaimana ditegaskan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-XV/2017 pada 3 Februari 2018.
KPK menurutnya, harus menghormati seluruh perjanjian yang sudah dibuat oleh pemerintah secara sah dan dilindungi undang-undang maupun Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR).
“Apalagi, KPK menetapkan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sebagai tersangka yang merugikan keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun. Padahal angka sebesar itu muncul dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2017, yang prosesnya sangat aneh dan tidak memenuhi Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Audit investigasi ini permintaan dan berdasarkan data yang disodorkan KPK dan tidak ada partisipasi auditee dan konfirmasi ataupun klarifikasi kepada pihak-pihak terkait dalam MSAA,” jelasnya.
Selain tidak lazim, proses audit BPK 2017 itu menurutnya juga justru bertentangan dengan dua hasil audit sebelumnya oleh BPK.
Saat ini, pihak Sjamsul Nursalim tengah mengajukan gugatan atas hasil dan proses audit BPK 2017 ini Pengadilan Negeri Tangerang, Banten. Kini proses pemeriksaan perkara dan persidangannya masih berlangsung.