Kabar24.com, JAKARTA — Setelah melalui proses panjang dan berliku, Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menetapkan Sjamsul Nursalim dan Itijih Nursalim sebagai tersnagka dalam pusaran kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Penetapan tersangka baru dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) juga menjadi pembuktian komisioner KPK periode 2015—2019 yang masa kerjanya akan berakhir akhir tahun ini.
Penetapan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya itu berdasarkan hasil pengembangan kasus yang menjerat mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Dalam kasus korupsi BLBI itu, Syafruddin Temenggung digancar hukuman selama 13 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Vonis terhadap Sjafruddin bertambahn menjadi 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sjamsul Nursalim yang oleh Majalah Forbes ditaksir memiliki kekayaan senilai US$810 juta pada2018, merupakan pengendali kelompok bisnis Gajah Tunggal yang bisnis utamanya di bidang karet dan produksi ban kendaraan.
Dari catatan Forbes, Sjamsul juga tercatat sebagai pengendal PT Mitra Adi perkasa Tbk. dan memiliki perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Singapura yakni Tuan Sing Holdings Ltd.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan bahwa setelah melakukan proses penyeIidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK membuka penyidikan baru dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung.
"KPK kemudian menetapkan SJN [Sjamsul Nursalim], selaku pemegang saham pengendali BDNl dan ITN [Itjih Nursalim] selaku swasta sebagai tersangka," kata Saut dalam konferensi pers, Senin (10/6).
Saut mengatakan bahwa Sjamsul Nursalim telah diperkaya Rp4,58 triliun oleh tindakan Syafruddin Arsyad Temenggung sesuai dengan pertimbangan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Penetapan Sjamsul dan juga istrinya, Itjih Nursalim sebagai tersangka diawali dengan surat perintah dimulainnya penyidikan (SPDP) yang dikirim KPK kepada mereka berdua pada 17 Mei 2019 ke sejumlah lokasi.
Lokasi tersebut yaitu The Oxley, Cluny Road, Head Office of Giti Tire Pte. Ltd. di Singapura, dan rumah di Simprug, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta.
KPK meminta Sjamsul Nursalim kooperatif dengan proses hukum yang sudah ditetapkan oleh lembaga tersebut.
Kendati Sjamsul memiliki status tinggal tetap (permanent resident) di Singapura, KPK menegaskan hal itu bukan menjadi alasan bagi lembaga antirasuah untuk menghentikan proses penyidikan.
Sebelumnya, Komisoner KPK Alexander Marwata menegaskan bahwa proses hukum terhadap salah satu orang terkaya di Indonesia itu bisa dilakukan secara in absentia (mengadili seseorang tanpa kehadiran).
"Kami sudah mengundang beberapa ahli untuk memberikan pendapat," katanya beberapa waktu lalu.
GUGATAN BPK
Terkait dengan penyidikan di KPK setelah vonis Syafruddin Temenggung, kuasa hukum Sjamsul Nursalim, Otto Hasibuan sejatinya sudah menempuh jalur hukum lain melalui pengajuan gugatan terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Gugatan terhadap BPK terdaftar di PN Tangerang dengan nomor 144/Pdt.G/2019/PN Tng yang didaftarkan pada 12 Februari 2019.
Gugatan tidak hanya diajukan kepada BPK, melainkan pula kepada Auditor Utama Investigatif BPK I Nyoman Wara dengan inti gugatan telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Akhir Mei lalu, Otto Hasibuan mengklaim bahwa Sjamsul Nursalim semula tidak berniat menggugat I Nyoman Wara.
“Klien kami sebenarnya tidak ada niat untuk menggugat BPK, namun setelah mencermati pertimbangan hakim dalam perkara SAT [Syafruddin Arsyad Temenggung], kekeliruan atau kesalahan fatal dalam proses audit 2017 sama sekali tidak mendapat perhatian. Hasil audit tersebut diterima begitu saja,” katanya.
I Nyoman Wara pernah dihadirkan sebagai saksi ahli oleh penuntut KPK saat persidangan Syafruddin Temenggung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Agustus 2018.
“Alasan pertama kenapa kami menggugat, karena audit BPK 2017 itu menyimpulkan adanya kerugian negara terkait misrepresentasi atas MSAA [Master Settlement and Acquisition Agreement] yang dilakukan klien kami. Padahal audit tersebut dilaksanakan dengan melanggar UU dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara,” katanya.
Alasan kedua, lanjutnya, pihak Tergugat I, sebagai auditor BPK dalam pelaksanaan auditnya dinilai tidak independen, objektif dan profesional karena membatasi diri hanya menggunakan data dari satu sumber, yaitu penyidik KPK, tanpa melakukan konfirmasi dan klarifikasi dengan pihak-pihak terkait.
Padahal menurut Otto, konfirmasi dan klarifikasi adalah hal esensial yang wajib dilakukan dalam suatu proses audit.
“Alasan ketiga, akibat pelanggaran atau kesalahan dalam melakukan audit tersebut menyebabkan kesimpulan laporan audit BPK 2017 bertentangan dengan laporan audit BPK sebelumnya, yaitu laporan audit investigasi BPK 2002 dan audit BPK 2006 yang intinya menyatakan klien kami telah menyelesaikan kewajibannya berdasarkan MSAA,” katanya.