Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump Tegaskan AS Tepat di Posisi yang Diinginkan

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membebani keadaan tensi perdagangan dengan China, dengan mengatakan bahwa AS berada tepat di posisi yang diinginkan dalam perundingan perdagangan dan pada puncak pengambilan tarif impor besar-besaran dari China.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) bersama Presiden China Xi Jinping (kiri) saat kunjungan ke Beijing, China, Kamis (9/11/2017)./Reuters-Damir Sagolj
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) bersama Presiden China Xi Jinping (kiri) saat kunjungan ke Beijing, China, Kamis (9/11/2017)./Reuters-Damir Sagolj

Kabar24.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meningkatkan tensi perdagangan dengan China, dengan mengatakan bahwa AS berada tepat di posisi yang diinginkan dalam perundingan perdagangan. Dia juga mengatakan AS berada pada puncak pengambilan tarif impor besar-besaran dari China.

Pernyataan ini justru bertentangan dengan penasihat ekonominya yang mengakui bahwa perusahaan dan konsumen di AS akan membayar tarif impor tersebut.

Dalam cuitan di Twitter, Trump juga menyusun kembali rencana untuk mengarahkan kembali uang yang dihasilkan oleh tarif untuk membeli produk pertanian AS dan mendistribusikan makanan kepada orang-orang yang kelaparan di seluruh dunia. Namun, sejumlah pihak telah meragukan rencana tersebut.

Sebelumnya, direktur ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa "kedua belah pihak akan menderita" dari meluasnya perang perdagangan, meskipun memprediksi bahwa dampak dari kenaikan tarif impor barang asal China terhadap tingkat pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi AS akan minim.

Dalam wawancara pertamanya sejak perundingan tingkat tinggi antara pejabat China dan AS berakhir Jumat tanpa kesepakatan, Kudlow mengatakan kepada Fox News Sunday bahwa China telah mengundang Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin kembali ke Beijing.

Sejauh ini belum ada tanggal yang ditetapkan untuk perundingan baru, katanya. Kemungkinan Trump akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping selama pertemuan G20 di Osaka, Jepang, pada akhir Juni, kata Kudlow.

Pertarungan perdagangan yang sedang berlangsung antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia sedang mengguncang pasar dan membebani proyeksi pertumbuhan global.

Pemerintahan Trump pada 10 Mei menaikkan tarif barang-barang impor asal China senilai US$200 miliar menjadi 25 persen dari 10 persen, dan memberi Beijing waktu satu bulan untuk mencapai kesepakatan atau menghadapi tarif dari semua ekspornya ke AS.

Pada Sabtu (11/5), Trump juga memperingatkan bahwa persyaratan yang "jauh lebih buruk" akan ditawarkan jika ia kembali memenangkan pemilihan presiden tahun 2020.

"Saya pikir Trump benar. Saya pikir mereka mencoba untuk menunggunya," ungkap Lindsey Graham, Senator partai Republik dari Carolina Selatan dalam sebuah wawancara di Fox News Sunday Morning Futures, seperti dikutip Bloomberg.

Graham menyebut perundingan itu merupakan kesempatan terbaik untuk membuat China mengubah cara curang mereka.

“Kita akan mengalami tekanan jangka pendek di AS agar China mengubah perilaku mereka,” kata Graham.

Wakil Perdana Menteri China Liu He mengatakan setelah pembicaraan berakhir di Washington bahwa untuk mencapai kesepakatan, AS harus menghapus semua tarif impor tambahan, dan menetapkan target pembelian barang-barang China sesuai dengan permintaan riil, dan memastikan bahwa teks kesepakatan itu seimbang untuk memastikan" martabat "kedua negara.

Syarat Liu tersebut menggarisbawahi ada pekerjaan rumah yang masih harus dilakukan sebelum dicapainya kesepakatan.

Senator Republik Rand Paul dari Kentucky mengatakan meskipun Trump mungkin merasa dia tidak bisa mundur dari China sekarang dan akan ada manfaat dari kesepakatan perdagangan, dia menyarankan pemerintah untuk membuat kesepakatan dengan cepat karena pertarungan yang berlarut-larut menimbulkan risiko bagi ekonomi AS. .

"Semakin lama kita terlibat dalam perang tarif atau perang dagang, semakin besar risiko untuk benar-benar memasuki resesi," kata Paul di program "This Week" ABC TV, Minggu (12/5).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper