Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Era Agus Rahardjo Belum Memuaskan Tapi Ada Terobosan

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era kepemimpinan Agus Rahardjo belum maksimal.
Ketua KPK Agus Rahardjo memberikan pengarahan dalam Seminar Peran Satuan Pengawasan Intern (SPI) BUMN di kantor KPK, Jakarta, Kamis (9/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Ketua KPK Agus Rahardjo memberikan pengarahan dalam Seminar Peran Satuan Pengawasan Intern (SPI) BUMN di kantor KPK, Jakarta, Kamis (9/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era kepemimpinan Agus Rahardjo belum maksimal.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menjelaskan beberapa catatan tersebut dalam dalam diskusi Evaluasi Kinerja KPK 2015-2019, Kantor ICW, Minggu (12/5/2019).

"Yang bisa kita katakan masyarakat sipil tidak terlalu puas dengan kinerja KPK di masa kepemimpinan Agus Rahardjo CS. Karena banyak problem yang terjadi dan sampai hari ini publik belum terasa terjelaskan," ujar Kurnia.

Kendati demikian, Kurnia mengapresiasi beberapa torehan positif seperti tren kenaikan jumlah penindakan KPK selama 2015-2018, serta mampu mengimplementasikan dengan baik amunisi baru berupa penanganan perkara korupsi korporasi.

"Ini salah satu poin yang sebenarnya kita bersama apresiasi pada KPK, karena sepanjang era kepemimpinan Agus Rahardjo sudah ada 5 tersangka korporasi," jelasnya.

"Karena dengan menetapkan korporasi sebagai subjek tindak pidana maka akan mempersempit kemungkinan pihak swasta untuk melakukan praktik koruptif," tambah Kurnia.

Sementara itu, beberapa catatan masalah KPK era Agus Rahardjo telah ICW rangkum menjadi beberapa sektor. Di antaranya:

Sektor Penindakan

KPK selama era Agus Rahardjo dianggap belum menerapkan asset recovery secara maksimal. Sebab, dari 313 perkara yang ditangani hanya 15 perkara yang dikenakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Selain itu, rata-rata tuntutan KPK sepanjang 2016-2018 hanya menyentuh 5 tahun 7 bulan penjara, atau masuk dalam kategori ringan. Permintaan pencabutan hak politik terhitung minim (42 dari 88 kasus). Serta, masih ada 18 tunggakan perkara besar yang belum dilanjutkan.

Selain itu, disparitas tuntutan pun masih terlihat. Misalnya, ketika KPK mendakwa Budi Rachmat Kurniawan, mantan GM PT Hutama Karya, hanya dituntut 5 tahun penjara. Padahal yang bersangkutan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp40 miliar.

Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi, Mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, dituntut 12 tahun penjara dalam kasus pengadaan KTP-El. Padahal, keduanya didakwa dengan aturan serupa, yakni Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sektor Pencegahan

ICW menilai KPK masih belum masif melakukan berbagai kegiatan sosialisasi dan diseminasi informasi ke publik.

Strategi pencegahan KPK belum merespons kebutuhan publik saat ini, dan masih hanya berfokus pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu.

Selain itu, kemampuan KPK dalam deteksi yang melibatkan strategi LKHPN dan penanganan gratifikasi masih belum maksimal. Sebab, mandat koordinasi, supervisi, dan monitoring lembaga penegak hukum lain belum maksimal dilakukan.

Sektor Alokasi Anggaran

KPK dianggap belum maksimal menyerap anggaran. Rata-rata total penyerapan anggaran KPK pada 2015-2017 hanya sebesar 85,93 persen.

"Hasil ini tentu cukup bertolakbelakang dengan permintaan penambahan anggaran KPK tiap tahunnya," ungkap Kurnia.

"Penambahan jumlah anggaran sebaiknya diikuti dengan memaksimalkan penyerapan anggaran tersebut untuk program-program pencegahan dan pemberantasan korupsi," tambahnya.

Sektor Sumber Daya Manusia

ICW menyebut belum adanya cetak biru mengenai sumber daya manusia (SDM) KPK, menandakan KPK belum berupaya serius dalam meningkatkan tata kelola dan manajemen SDM.

Terlebih, Kurnia berpendapat pimpinan KPK saat ini lambat merespons dan seakan tidak memiliki komitmen dalam menyelesaikan kisruh dan dugaan penghambatan proses perkara yang terjadi.

Sektor Organisasi dan Konsolidasi Internal

KPK dinilai masih sering abai untuk menegakkan kode etik di internal. Data menunjukkan di era kepemimpinan Agus Rahardjo setidaknya ada 7 dugaan pelanggaran etik.

Mulai dari pernyataan kontroversial, pertemuan dengan pihak yang diduga berkasus, hingga perusakan alat bukti. Tetapi sayangnya, pelanggaran etik ini masih belum jelas bagaimana penanganannya.

Selain itu, harus ada upaya menminimalisir penyerangan terhadap pegawai maupun pimpinan KPK. Sebab, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, ICW mencatat setidaknya ada 19 ancaman ataupun kriminalisasi yang dialami oleh pegawai maupun pimpinan KPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper