Bisnis, JAKARTA – Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pengertian pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Perjalanan pendidikan saat ini secara perlahan mengarah pada pola pendidikan yang lebih modern, di mana anak tidak hanya belajar di ruangan melainkan belajar bersama dengan alam dan teknologi.
Kekayaan intelektual atau intellectual property (IP) adalah sebuah teknologi yang mampu memfasilitasi pendidikan anak melalui desain komunikasi visual, fotografi, film dan animasi lewat media yang ramah bagi anak-anak.
Salah satunya adalah Hola Cabi, IP ini terlahir karena sang kreator, Marzelline Churnia yang merasa bahwa konten untuk anak-anak di Indonesia masih kurang. Selain sebagai media hiburan, Hola Cabi juga menjadi wadah belajar bagi anak dengan jenjang pendidikan playgroup hingga sekolah dasar.
“Hola Cabi, kami buat karena kami melihat kurangnya jumlah konten untuk anak yang berbasis IP tentang anak bila pada generasi dulu kita memiliki Si Komo, Si Unyil dan berbagai karakter yang dekat dengan anak yang memberikan edutaintmen untuk anak-anak juga,” jelasnya.
General Manager Vireo Creative ini menjelaskan bahwa Hola Cabi memiliki target jangka pendek sebagai sarana edukasi yang tetap menyenangkan bagi anak. Sementara, target jangka panjangnya adalah dapat membuat agenda kunjungan ke sekolah dan membuat program khusus .
“Cabi hadir untuk metode belajar yang menyenangkan dengan menghadirkan karakter yang dekat dengan personal anak dengan didasari riset serta passion kami di dunia pendidikan. Kami tidak hanya membuat dari sudut pandang kami saja, tetapi tetap dikolaborasi dengan target market dan kurikulum di sekolah agar sesuai dengan perkembangan pendidikan anak,” jelasnya.
Hola Cabi memiliki banyak variasi dari konten seperti lagu anak, video edukasi, komik, yang dikemas melalui berbagai platform digital yaitu Instagram dan Youtube.
“Untuk bahasa sendiri kami sangat perhatikan untuk tidak memberikan bahasa yang nyeleneh tapi masih bahasa yang baik kasual khusus anak, belajar baca dan tata karma dan habit dengan kisah yang mudah di cerna” tambahnya.
Pengamat pendidikan Budi Trikorayanto melihat pendidikan yang terjadi sekarang yaitu sekolah era industri 2.0 untuk menuju era 4.0. Pendidikan saat itu dinilai produk massal, berstandar, dan seragam.
“Kita sudah memasuki era artificial inteligent, revolusi industri 4.0 yang mana pendidikan sudah bersifat customized, menghargai satu persatu siswa sebagai pribadi yang berkehendak dan memiliki keunikannya masing-masing. Pendidikan yang demikian sulit dilakukan pendidikan masal, pendidikan per kelas” tambahnya.
Dia mengungkapkan adanya potensi mendidik dengan model pendidikan yang kekinian di mana anak-anak sedari kecil sudah terpapar gadget dan permainan digital.
Menurut dia, guru tidak lagi menjadi salah satu sumber pengetahuan, dan tidak lagi mengupayakan transfer pengetahuan. Akan tetapi memotivasi belajar anak dalam memfasilitasi sumber digital pembelajaran, dan mengadministrasi jalannya pembelajaran sesuai dengan struktur kurikulum.
“Anak-anak saat ini akan eksplorasi sendiri mencari apa yang mereka minati sehingga pendidikan karakter bukan lagi utamanya di sekolah, tetapi di rumah. Tuntutan agar orangtua ikut mendirikan akan menguat karena akan banyak hadir sumber-sumber belajar yang free maupun berbayar lewat teknologi," lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
