Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPPU Cermati Regulasi Kominfo yang Hambat Persaingan Usaha Secara Sehat

Tugas kementerian teknis harusnya menyusun suatu standar pelayanan minimum yang harus diipenuhi oleh para operator seperti kualitas suara saat konsumen mengakses layanan tersebut pada jam-jam idle tersebut.
Teknisi melakukan perbaikan Base Tranceiver Station (BTS) milik salah satu operator selular di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (12/4/2019)./Bisnis-Paulus Tandi Bone
Teknisi melakukan perbaikan Base Tranceiver Station (BTS) milik salah satu operator selular di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (12/4/2019)./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Kabar24.com,JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika justru kontraproduktif dan mempersempit terciptanya ruang persaingan usaha yang sehat.

Juru bicara KPPU Guntur Saragih mengatakan bahwa kebijakan tersebut di antaranya adalah rencana pemberian kewenangan kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk memutuskan terjadinya suatu predatory pricing jika ada pelaku usaha yang melakukan aksi jual murah.

“Jual murah itu tidak serta merta terjadi predatory pricing. Jangan juga membatasi persiangan sehingga konsumen rugi karena dalam telekomunikasi ada idle capacity misalkan jam malam yang sudah tidak padat. Ya sudah diberikan saja harga yang lebih murah,” ujarnya, Kamis (2/5/2019).

Menurutnya, tugas kementerian teknis harusnya menyusun suatu standar pelayanan minimum yang harus diipenuhi oleh para operator seperti kualitas suara saat konsumen mengakses layanan tersebut pada jam-jam idle tersebut.

“Kalau dibatasi atau dicurigai tidak boleh jual murah, bisa membuat perusahaan sulit menjual harga yang sangat murah dan ruang untuk membuat harga murah makin terbatas,” tuturnya.

Seperti diketahui, rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Tata Cara Penetapan Tarif Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mendapatkan mandat untuk melakukan pengawasan dan menerima laporan terhadap perilaku jual rugi atau below cost pricing.

Pada lampiran rancangan aturan itu, BRTI menerima laporan atas penerapan besaran tarif dari pentelenggara telekomunikasi lain yang mengganggu keberlangsungan layanannya.

Pengaduan dimaksud yaitu laporan terhadap perilaku yang mengarah pada kegiatan predatory pricing dan perilaku yang melanggar etika periklanan.

Penyelenggara telekomunikasi dalam menyampaikan laporan pengaduan kepada BRTI harus menyertakan dokumen-dokumen pendukung yang menjadi dasar bukti terhadap perilaku penyelenggara lain yang mengganggu keberlangsunganlayanannya.

BRTI dalam melakukan penanganan pengaduan akan melakukan evaluasi dengan menggunakan data, baik data dari dokumen pengaduan penyelenggara, maupun dari dokumen-dokumen lainnya yang terkait.

Selanjutnya BRTI dapat melakukan klarifikasi atau mediasi kepada kedua belah pihak penyelenggara telekomunikasiuntuk penyelesaian permasalahan serta melakukan pengujian berdasarkan data-data penjualan serta kewenangan untuk menjatuhkan koreksi jika ditemukan adanya praktik predatory pricing.

 KPPU juga menyoroti persoalan tarif yang diatur oleh pemerintah karena berpotensi melanggar Undang-undang (UU) No.5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

“Kami akan tanya Menteri Komunikasi dan Informatika apa dasar hukumnya mentapkan tarif. Apakah kementerian teknis punya dasar hukum yang kuat untuk mengontrol pricing,” ujarnya.

Langkah klarifikasi yang dilakukan oleh KPPU menurutnya merupakan amanah UU No. 5/1999 yang mewajibkan komisi untuk melakukan advokasi kebijakan terhadap pemerintah.

Menurutnya, jika kontrol terhadap harga itu memiliki dasar hukum berupa UU, maka hal tersebut dapat dilakukan. Sebagai contoh, penetapan tarif dasar listrik yang dijalankan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), merupakan amanah UU.

Akan tetapi, lanjutnya, jika tidak diatur dalam UU, maka aturan turunan berupa peraturan menteri semestinya tidak mengatur tentang tarif.

Pada dasarnya, kata dia, harga merupakan bagian dari persaingan usaha dan sah-sah saja dijakankan oleh pelaku usaha, kecuali pengaturan harga tersebut merupakab bentuk kehadiran negara berupa aksi afirmasi.

“Tapi, apakah dalam tarif penelenggara telekomunikasi ini negara harus hadir,” tanya dia.

Selain persoalan itu, kebijakan pemerintah yang terus mendorong terjadinya konsolidasi operator telekomunikasi menurutnya bisa berbahaya karena pada prinsipnya kian terkonsentrasinya pasar maka akan memengaruhi persaingan usaha yang sehat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper