Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Guru Besar Statistika IPB : Quick Count Tetap Bisa Salah, Ini Penyebabnya

Guru besar statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Asep Saefudin mengatakan hasil hitung cepat hanya metode keilmuan yang tentu walaupun tingkat akurasinya tinggi tetap saja ada kemungkinan salah.
Seorang pemilih mencelupkan jarinya ke tinta seusai memanfaatkan hak suaranya pada Pemilu 2019 di Jakarta./Reuters-Edgar Su
Seorang pemilih mencelupkan jarinya ke tinta seusai memanfaatkan hak suaranya pada Pemilu 2019 di Jakarta./Reuters-Edgar Su

Bisnis.com, JAKARTA – Guru besar statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Asep Saefudin mengatakan hasil hitung cepat hanya metode keilmuan yang tentu walaupun tingkat akurasinya tinggi tetap saja ada kemungkinan salah.

"Hitung cepat itu bukan hasil akhir yang secara politik sah. Terdapat dua jenis kesalahan dalam hitung cepat ini yakni 'type one error' (alfa) dan salah jenis kedua atau 'type two error' (beta)," ungkapnya di Jakarta pada Kamis (18/4/2019).

Dia menjelaskan alfa adalah kesalahan yang menyimpulkan bahwa hitung cepat salah, padahal kenyataanya benar. Adapun beta adalah kesimpulan bahwa hitung cepat adalah benar, padahal kenyataannya salah.

Alfa berkaitan dengan Selang Kepercayaan (SK), yakni sebesar (100-alfa) persen, misalnya bila alfa 5 persen, maka SK sebesar 95 persen. SK itu jangan diartikan sebagai tingkat kepercayaan yang secara maknawi keduanya sangat berbeda.

"Alfa dan batas galat (margin of error) itulah yang oleh lembaga survei dipergunakan dalam penentuan ukuran contoh (sample size). Hal itu dimaksudkan agar 'sample size' cukup pada Selang Kepercayaan (SK) dan batas galat tertentu." tuturnya.

"Biasanya SK dan batas galat yang diambil adalah masing-masing 95 persen dan 2 persen. Akan tetapi dalam survei atau hitung cepat, yang sangat penting adalah keacakan (randomness). Keacakan inilah yang menjaga independensi sehingga hasil yang diperoleh itu tak bias," tambahnya.

Metode yang tak bias, kata Asep, walaupun ukuran contoh terlihat kecil tetap sahih dan dapat dipercaya secara keilmuan.

Menurut dia, jika tidak percaya dengan pengambilan contoh acak atau "random sampling", ia memberi contoh mencicipi sayur asem satu baskom untuk mengetahui bahwa garamnya sudah cukup atau belum.

"Orang yang paham statistika dan mampu melakukan pengacakan, maka untuk menduga rasa asin sayur asem itu cukup satu sendok teh saja," kata Asep.

Namun untuk keputusan akhir, tetap harus menunggu pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum. Untuk itu, dia meminta masyarakat untuk sabar menunggu keputusan KPU.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper