Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Petisi Pemilu Ulang di Sydney Ditandatangai Lebih dari 29 Ribu Orang

Petisi yang berisi desakan untuk menggelar pemilihan umum ulang di Sydney telah ditandatangani lebih dari 25 ribu orang sampai Senin sore (15/4/2019).
Petugas logistik KPU Pusat memeriksa surat pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 untuk pemilih luar negeri di gudang logistik KPU di Benda, Tangerang, Banten, Kamis (7/2/2019)./ANTARA-Muhammad Iqbal
Petugas logistik KPU Pusat memeriksa surat pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 untuk pemilih luar negeri di gudang logistik KPU di Benda, Tangerang, Banten, Kamis (7/2/2019)./ANTARA-Muhammad Iqbal

Bisnis.com, JAKARTA - Petisi yang berisi desakan untuk menggelar pemilihan umum ulang di Sydney telah ditandatangani lebih dari 29 ribu orang sampai Senin sore (15/4/2019).

Dalam petisi yang diunggah di situs Change.org tersebut, komunitas warga negara Indonesia yang berada di Sydney menginginkan pemungutan suara ulang karena banyak pihak yang mengaku tidak bisa menggunakan hak pilih lantaran layanan di Tempat Pemungutas Suara (TPS) yang ditutup ketika antrean pemilih masih panjang.

"Komunitas masyarkat Indonesia di Sydney Australia menginginkan pemungutan suara ulang karena ratusan warga Indonesia yg mempunyai hak pilih tidak diizinkan menggunakan haknya padahal sudah ada antrian panjang di depan TPS Townhall dari siang pada Sabtu 13 April," tulis keterangan petisi tersebut.

The Rock, nama pengguna yang memulai petisi dan mengarahkannya pada Presiden Joko Widodo menilai Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) Sydney tidak mampu menjalankan pemungutan suara. Ia menyebutkan PPLN Sydney sebagai penyelenggara telah gagal mengakomodasi semua pemilih yang hadir di TPS sampai waktu penyelenggaraan habis.

"Ketidakmampuan PPLN Sydney sebagai penyelenggara menyebabkan antrean tidak bisa berakhir sampai pukul 18.00 waktu setempat," demikian bunyi petisi tersebut.

"Ratusan orang yg sudah mengantre sekitar dua jam tidak dapat menggunakan hak dan kewajibannya untuk memilih karena PPLN dengan sengaja menutup TPS tepat pukul 18.00 tanpa menghiraukan ratusan pemilih yang mengantre di luar," sambungnya.

Kisruh dalam pemungutan suara di Sydeny diakui oleh PPLN Sydney. Dalam keterangan yang diterima Bisnis pada Minggu (14/4/2019), Ketua PPLN Sydney Heranudin mengungkapkan warga yang tidak bisa mencoblos sebagian besar berasal dari pemilih yang belum tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) atau disebut dengan daftar pemilih khusus (DPK).

Ia lalu menjelaskan bahwa pada hari pemungutan suara, sejumlah TPS yang tersebar di New South Wales, Queensland dan South Australia dipadati oleh warga yang belum terdaftar sebagai pemilih tetap. Untuk pemilih yang terdaftar sebagai pemilih khusus, PPLN telah menetapkan waktu pada satu jam terakhir pemungutan suara. Artinya, pemilih yang tak masuk DPT atau DPTb hanya bisa memilih pada pukul 17.00 sampai 18.00.

Kendati telah mendapat alokasi waktu khusus, Heranudin menjelaskan bahwa menjelang batas waktu antrean pemilih masih mengular dan lokasi gedung TPS dipenuhi pemilih yang masuk daftar khusus. Dengan berbagai pertimbangan dan musyawarah dengan Panwaslu, saksi, perwakilan Mabes POLRI dan pihak keamanan gedung, maka penutupan pintu masuk gedung dilakukan pada pukul 18.00.

Ia lantas memaparkan kondisi pemilih di luar gedung yang menyatakan ketidakpuasan karena tidak bisa memilih. Heranudin bersama panitia telah memberi penjelasan bahwa waktu pencoblosan telah berakhir, namun pelayanan masih dilakukan pada pemilih yang sudah memasuki gedung.

Menanggapi desakan pemilihan ulang ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana untuk mengadakan pemilu lanjutan untuk mengakomodasi pemilih yang belum menggunakan suaranya.

"Tapi ada kemungkinan ya, dan saya belum bisa putuskan. Akan dilayani bagi yang belum terlayani akan dilakukan pemilu lanjutan," ungkap Komisioner Hasyim Asy'ari di Jakarta, Senin (15/4/2019)

Di tempat yang terpisah, Komisioner KPU Ilham Saputra menuturkan bahwa masih menunggu laporan resmi dari PPLN Sydney tentang kejadian sebenarnya. Hal ini karena berdasarkan video keramaian yang sudah beredar di media sosial, semua seakan-akan salah PPLN Sydney.

"Terkait permintaan pemungutan suara susulan, kita harus menunggu rekomendasi resmi dari Bawaslu [Badan Pengawas Pemilu]. Penyelenggara di Sydney itu kan ada PPLN, Panwas [panitia pengawas] sana. Kalau Panwas sana menganggap bahwa memang ada pelanggaran atau ada hal yang memang harus direkomendasi untuk pemungutan suara susulan, maka kita harus menjalankan," ucap Ilham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper