Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tak bisa hanya sendirian menghentikan maraknya praktik politik uang dalam Pemilu Serentak 2019.
Sayangnya, banyaknya masyarakat yang kurang sadar akan bahaya pelaksanaan Pemilu yang tak bersih atau bahkan cenderung permisif terhadap politik uang, menjadi salah satu kendala Bawaslu dalam menindak praktik demokrasi kotor tersebut.
"Ada beberapa permasalahan terkait penindakan politik uang. Masalah yang pertama adalah siapa yang mau menjadi saksi? Itu adalah persoalan," ungkap anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2019).
"Karena biasanya politik uang itu diberikan oleh orang-orang terdekat, dan orang-orang tertentu yang punya hubungan kekerabatan, organisasi, atau kesukuan. Jadi kalau mereka mau lapor mereka segan," tambahnya.
Sebenarnya, untuk mengatasi hal ini Bawaslu telah memiliki mekanisme agar masyarakat yang sungkan melapor tersebut untuk disembunyikan identitasnya. Sehingga Bawaslu akan memprosesnya sebagai temuan, bukan laporan.
Sayangnya, kendala lain pun muncul. Bawaslu masih membutuhkan saksi penguat dan bukti pendukung yang kerap lebih sulit ditelusuri.
"Jadi yang perlu kita semua tingkatkan, yaitu keberanian pada pelapor. Bagaimana caranya masyarakat lebih berani melaporkan praktik politik uang," jelasnya.
Sekadar informasi, Bawaslu telah mencatat adanya total 720 laporan dan 6.423 temuan pelanggaran dari Data Pelanggaran Pemilu Bawaslu per 25 Maret 2019. Tetapi hingga kini, hanya ada 9 kasus yang telah diputuskan secara hukum terkait jenis pelanggaran politik uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel