Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Obligasi Global Mulai Goyah

Hampir di semua pasar negara maju, imbal hasil surat utang negara berada pada level terendah dalam beberapa tahun terakhir karena para investor meningkatkan potensi pelonggaran kebijakan bank-bank sentral utama.

Bisnis.com, JAKARTA - Hampir di semua pasar negara maju, imbal hasil surat utang negara berada pada level terendah dalam beberapa tahun terakhir karena para investor meningkatkan potensi pelonggaran kebijakan bank-bank sentral utama.

Lonjakan yield obligasi ternyata hanya mampu bertahan selama beberapa bulan, satu per satu saat ini mulai goyah ke level terendah dalam beberapa tahun terakhir yang memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi global.

Imbal hasil di Australia dan Selandia Baru turun ke rekor terendah pada perdagangan Senin (25/3), setelah kurva imbal hasil (yield) Amerika Serikat terinversi pada Jumat (22/3), karena probabilitas resesi yang meningkat di kalangan investor.

Volume perdagangan pada tresuri berjangka meningkat dua kali lipat dari kondisi normal di Asia pada pembukaan pasar, sementara yield 10 tahun untuk obligasi Jepang turun ke level terendah sejak 2016.

“Pasar obligasi secara global, bersamaan dengan pandangan bank sentral yang dovish, telah memberikan sinyal bahwa perlambatan sedang terjadi,” ujar Jeffrey Halley, analis pasar senior di Oanda Corp, seperti dikutip melalui Bloomberg, Senin (25/3/2019).

Menurut Halley, beberapa kawasan di dunia akan lebih siap menghadapi kondisi ini dibandingkan dengan negara lain.

"Amerika Serikat setidaknya dapat memangkas suku bunga dan menerapkan instrumen moneter. Namun situasi akan lebih buruk di Eropa dan Jepang karena mereka tidak bisa [tidak memiliki ruang relaksasi]," tambahnya.

Tresuri memimpin reli utang global di tengah kekhawatiran yang meningkat bahwa resesi dan siklus penurunan suku bunga akan segera datang.

Spread yield pada obligasi AS bertenor tiga bulan dan 10 tahun terinversi untuk pertama kalinya sejak 2007 di tengah laporan ekonomi yang mengindikasikan pelemahan ekonomi di Perancis dan Jerman, sementara indeks manufaktur Amerika melambat.

Pasar uang memproyeksikan probabilitas sekitar 90 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Desember, diikuti oleh pengurangan berikutnya pada September 2020.

Proyeksi ini menyusul isi pernyataan The Fed setelah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pekan lalu, yang memproyeksikan bahwa tidak ada kenaikan suku bunga tahun ini.

Open interest atau minat terbuka, ukuran posisi outstanding untuk seluruh tresuri berjangka, melonjak pada Jumat (22/3), karena imbal hasil pada obligasi tunai bertenor 10 tahun turun 10 basis poin menjadi 2,44 persen.

Menurut data Komisi Perdagangan Komoditas Berjangka AS terbaru, hedge fund dan spekulan lainnya juga telah mengalami pelemahan untuk tenor berjangka 10 tahun setelah mencapai rekor belum lama ini pada September.

"Data memburuk secara global," kata Tano Pelosi, manajer portofolio di Antares Capital di Sydney. "Sangat tidak mungkin bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga lagi untuk beberapa waktu ke depan," tambahnya.

Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun Australia turun lima basis poin menjadi 1,78 persen. Sementara itu New Zealand mengalami penurunan sebanyak 8 basis poin menjadi 1,899 persen, rekor terendah dalam data yang dikumpulkan oleh Bloomberg sejak 1985.

Obligasi Australia mencatatkan reli sejak Gubernur Bank Sentral Australia (RBA) Philip Lowe mengubah pandangannya ke posisi netral bulan lalu dari proyeksi lama yang mengatakan bahwa suku bunga akan naik.

Kurva imbal hasil lokal tercatat stagnan, dengan perbedaan antara obligasi bertenor tiga dan sepuluh tahun menyempit dua basis poin menjadi 38 basis poin.

"RBA kemungkinan akan masuk ke dalam siklus pemotongan [suku bunga] jika data ekonomi semakin memburuk," kata ahli strategi Goldman Sachs Group Inc. termasuk Praveen Korapaty dalam sebuah catatan. 

"Sehubungan dengan penetapan harga saat ini kami pikir kurva risiko-hadiah lebih merata," tambahnya.

Benchmark di Jepang turun satu basis poin menjadi minus 0,090 persen.  Di sisi lain, imbal hasil obligasi Jerman turun di bawah nol untuk pertama kalinya sejak 2016 pada Jumat pekan lalu.

Tekanan yang muncul di pasar negara maju seperti Amerika Serikat memacu aksi jual di beberapa pasar berkembang di Asia.

Imbal hasil obligasi Indonesia bertenor 10 tahun naik enam basis poin menjadi 7,67 persen karena investor melepaskan aset high-beta.

Menurut Win Thin, kepala strategi mata uang global di Brown Brothers Harriman & Co., New York, kurva imbal hasil yang terinversi di pasar obligasi terbesar dunia mengirimkan sinyal negatif untuk aset negara berkembang.

"Jika berkelanjutan hal ini akan menandakan kemungkinan resesi AS dalam enam hingga 24 bulan ke depan. Ini merupakan kondisi yang tidak kondusif untuk pasar negara berkembang, yang menurut kami masih berada di bawah tekanan pekan ini," kata Thin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Akhirul Anwar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper