Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPINI: Politik EKonomi Versus Ekologi Indonesia

Bagi Indonesia tidak ada pilihan lain kecuali memasukkan pemberantasan korupsi sebagai bagian tak terpisahkan dari politik ekologi nasional karena telah terbukti mencederai/merampas hak publik, menyingkirkan kemanusiaan serta merusak lingkungan

Bisnis.com, JAKARTA – Debat Calon Presiden yang kedua pada 17 Februari yang lalu membuat persaingan antara kedua kandidat presiden dan wakil presiden memanas. Tema debat energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup membuka peluang bagi para kandidat untuk mengeksplorasi lebih lanjut kapasitas dan kapabilitas masing-masing.

Debat Calon Presiden yang kedua pada 17 Februari yang lalu membuat persaingan antara kedua kandidat presiden dan wakil presiden memanas. Tema debat energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup membuka peluang bagi para kandidat untuk mengeksplorasi lebih lanjut kapasitas dan kapabilitas masing-masing.

Rekam jejak dari masing-masing kandidat menyebabkan meningkatnya tensi dari debat tersebut terlebih perihal penguasaan lahan, perambahan hutan dan perusakan lingkungan dari perusahaan milik salah satu kandidat.

Kelestarian lingkungan merupakan hal yang harus menjadi perhatian utama bagi seluruh pemangku kebijakan di pusat maupun daerah. Sepanjang 2018 dan awal 2019, berbagai bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor dan bencana asap yang terjadi di berbagai daerah menjadi peringatan terhadap proses pembangunan yang selama ini dilakukan.

Proses pembangunan yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan menyebabkan kerusakan alam dan berakibat buruk pada kesejahteraan suatu negara. Praktik yang dilakukan sejak era Orde Baru tersebut terbukti gagal dalam pemerataan hasil pembangunan kepada masyarakat dan menyulitkan penyelesaiannya hingga saat ini. John Perkins dalam bukunya “The Secret History of The American Empire” (2007) menyebutkan: “Indonesia is a prime example of an economic built around investment by the international banking and commercial communities. Backed by the promise of paying off loans through its resources, it went deep into debt…”.

Pembangunan yang bertumpu pada sektor komoditas dan sumber daya alam (SDA) menjadi tempat perburuan rente. Praktik tersebut berdampingan dengan tindak pidana korupsi. Sebagian operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK terkait dengan praktik perburuan rente SDA. Saat ini perburuan rente terus terjadi dan menjadi sorotan internasional.

Aksi dari para relawan lembaga swadaya masyarakat internasional Green Peace menaiki kapal tanker Stolt Tenacity yang memuat crude palm oil (CPO) dan sedang berlayar atau di perairan Teluk Cardiz, Spanyol pada 17 November 2018 menjadi headline berbagai media internasional. Para aktivitis tersebut menaiki kapal dan melakukan kampanye damai. Mereka memprotes perusakan hutan tropis di Indonesia akibat praktik perkebunan kelapa sawit Wilmar yang merupakan salah satu perusahaan kepala sawit terbesar di dunia. Wilmar merupakan pemasok utama minyak sawit ke perusahaan makanan raksasa Mondelez yang memproduksi merek Cadbury, Oreo, Milka, Ritz dan lainnya (www.mondelezinternational.com).

Simbiosis serupa juga terjadi di sektor perikanan khususnya tuna (Thunnus sp). Tuna merupakan spesies ikan yang memiliki nilai ekonomi tertinggi di dunia. Perusahaan pengolahan tuna terbesar di dunia yaitu Thai Union Frozen Food (TUFF) merupakan pemasok ikan di jaringan retail internasional. Perusahaan TUFF tersebut merupakan pemegang berbagai merek produk konsumsi global seperti Chicken of the Sea, Bumble Bee, John West dan lainnya (Notohamijoyo: 2018). Perusahaan tersebut terafiliasi dengan PT Pusaka Benjina Resources yang beberapa waktu yang lalu tertangkap oleh aparat di Benjina, Provinsi Maluku karena melakukan praktik illegal fishing dan perbudakan.

Hasil kerja sama investigasi khusus dari Tempo dengan media Earthsight, Mongabay (Inggris) dan Malaysiakini (Malaysia) juga mengejutkan masyarakat internasional. Hasil investigasi memperlihatkan adanya dugaan pelanggaran terhadap izin konsesi penanaman kepala sawit seluas 280.000 hektare yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, Papua kepada Menara Group. Penanaman tidak kunjung dilakukan oleh perusahaan tersebut meskipun izin telah dikeluarkan hampir 10 tahun. Bahkan penebangan pohon dan penjualan kayu terus dilakukan sehingga timbul dugaan penyalahgunan perijinan dan adanya praktik kongkalikong.

Perekonomian Indonesia masih tergantung pada perdagangan komoditas seperti kelapa sawit, coklat, kopi, gula, karet, beras, kedelai, gandum dan lain-lain. Perdagangan komoditas tersebut tergantung pada penguasan lahan. Proses perizinan maupun praktik pengelolaannya seringkali melanggar ketentuan serta menyingkirkan peran masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar area perkebunan. Kondisi tersebut diperparah oleh perusakan lingkungan secara masif.

Kerusakan lingkungan tersebut menyingkirkan peran dan hak masyarakat lokal untuk memperoleh penghidupan yang layak dari wilayah pemukimannya. Perkins (2007) menyampaikan observasinya tentang tercabutnya hak hidup dan tradisi masyarakat adat akibat perdagangan komoditas di beberapa wilayah Indonesia. Kesenjangan dan ketidakadilan yang terus-menerus terjadi akan menyebabkan ketidakpercayaan kepada institusi pemerintah baik pusat maupun daerah sehingga perlu segera dicarikan solusi yang lebih tepat.

Perhatian pemerintah kepada kelestarian lingkungan harus segera ditindaklanjuti melalui pendekatan kebijakan pembangunan yang menyeimbangkan aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Berbagai referensi penelitian menyebutkan bahwa negara yang memiliki kepedulian terhadap pembangunan berbasis lingkungan hidup juga merupakan negara yang memiliki tingkat korupsi yang rendah sekaligus berdaya saing tinggi (Notohamijoyo: 2015).

Perlu dicermati indikator terkait dengan kinerja lingkungan dengan tingkat korupsi di suatu negara. Salah satu contohnya adalah daftar Enviromental Performance Indicator Index (EPI) dari Yale University dan Corruption Perception Index (CPI) dari Transparency International. Apabila disimak 10 besar negara EPI dan CPI dalam beberapa tahun terakhir hampir sama, yaitu Denmark, Selandia Baru, Finlandia, Swedia, Norwegia, Swiss, Singapura, Belanda, Luksemburg, dan Kanada. Indonesia sendiri berdasarkan kedua indeks tersebut pada 2017-2018 berada di peringkat bawah yaitu 133 (EPI) dan 96 (CPI).

Hasil perbandingan indeks menunjukkan indikasi yang kuat adanya pengaruh korupsi terhadap kualitas lingkungan hidup suatu negara. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa sebetulnya pemberantasan korupsi hanya mendapat sedikit perhatian dari komunitas internasional. Dokumen output pertemuan bidang lingkungan hidup sejak Stockholm (1972) hingga Agenda PBB Pasca 2015, nyaris tidak mencantumkan agenda pemberantasan korupsi. Hal tersebut diduga karena kuatnya peran perusahaan multinasional di masing-masing negara sehingga para pemimpinnya menghindari agenda tersebut dalam pembahasannya. Inilah tantangan sesungguhnya yang dihadapi.

Mencermati kondisi tersebut, diperlukan perhatian khusus terhadap politik ekologi yang bertumpu pada keadilan sosial dan pemerataan ekonomi masyarakat dari level lokal hingga nasional. Politik ekologi oleh Garry Peterson (2000) didefinisikan sebagai penggabungan aspek ekologi dan politik ekonomi yang perlu dilakukan karena selalu muncul konflik antara ekologi dengan manusia. Blaikie dan Brookfield (1987) menyatakan bahwa politik ekologi adalah sebuah kerangka kerja yang digunakan untuk memahami keterkaitan kompleksitas antara penduduk lokal, ekonomi politik nasional dan global serta ekosistem. Di sinilah peran penguatan politik ekologi bagi Indonesia sehingga kelak dapat menjadi mainstream pembangunan di tanah air.

Bagi Indonesia tidak ada pilihan lain kecuali memasukkan pemberantasan korupsi sebagai bagian tak terpisahkan dari politik ekologi nasional karena telah terbukti mencederai/merampas hak publik, menyingkirkan kemanusiaan serta merusak lingkungan. Di sinilah ujian utama bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk mendorong pembangunan berkelanjutan yang memperjuangkan hak-hak publik dan kelestarian lingkungan.

*) Atikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Senin (25/3/2019)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper