Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apa dan Mengapa Islamophobia Harus Dilawan

Aksi terorisme di Selandia Baru beberapa hari lalu dikhawatirkan kembali menebalkan Islamophobia di kelompok yang tak suka dengan warga Muslim.
Seorang pria membawa tanda Bersatu Melawan Islamofobia pada saat berjaga untuk para korban penembakan di masjid di Selandia Baru, di luar balai kota di Toronto, Ontario, Kanada 15 Maret 2019./Reuters
Seorang pria membawa tanda Bersatu Melawan Islamofobia pada saat berjaga untuk para korban penembakan di masjid di Selandia Baru, di luar balai kota di Toronto, Ontario, Kanada 15 Maret 2019./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA -- Senator Australia Fraser Anning mungkin tidak menyangka dirinya akan mendapat telur gratis saat memberi tanggapan terkait teror yang terjadi di Selandia Baru, beberapa hari lalu.

Telur gratis baginya mendarat tepat di kepala dan diberikan oleh seorang pemuda bernama Will Connolly.

Aksi Connolly "menghiasi" kepala Anning dengan telur bukan tanpa alasan. Dia melakukan hal itu sebagai bentuk protes terhadap Anning yang menyalahkan imigran Muslim sebagai penyebab serangan di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3/2019).

Setelah kejadian itu, Connolly langsung mendapat sorotan. Pujian dan beragam imbalan diberikan serta dijanjikan padanya oleh banyak tokoh.

Bahkan, dikutip dari Tempo, Selasa (19/3), Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison menyebut Anning harus dituntut karena sudah memukul Connolly.

Apa dan Mengapa Islamophobia Harus Dilawan

Senator Fraser Anning dari Australia berbicara dalam konferensi pers di Brisbane, Australia, Senin (18/3/2019)./AAP Image-Dan Peled-via Reuters

Meski beragam dukungan diberikan pada Connolly dan desakan agar Anning mundur dari Parlemen Australia semakin kencang terdengar, tapi sang senator tetap pada pendiriannya menyalahkan imigran Muslim sebagai akibat terjadinya teror di Selandia Baru.

Senator asal Queensland itu tidak menyesal atas pernyataannya. Dia menyebut semua orang berhak memiliki opini yang berbeda dengannya dalam menanggapi teror di Negeri Kiwi.

“Jutaan orang dari Australia--saya tidak yakin semuanya dari Australia--tapi ya, jutaan sudah menandatangani petisi [agar Anning mundur dari parlemen], meski banyak juga orang yang berkata bahwa mereka senang dengan pendirian saya,” ujar Anning, seperti dilansir dari ABC.

Pendirian Anning bertahan seiring masih adanya ketakutan dan upaya mengkambinghitamkan warga Muslim di seluruh dunia akibat aksi teror yang marak terjadi. Ketakutan dan kebencian itu dikenal dengan nama Islamophobia.

Apa Itu Islamophobia?
Islamophobia, jika dirunut ke belakang, sebenarnya sudah lama muncul di negara-negara yang mayoritas penduduknya non Muslim. Peneliti Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ibnu Nadzir mengatakan Islamophobia muncul bukan tanpa dasar.

Dia menjelaskan untuk melihat fenomena Islamophobia, masyarakat harus mengerti bahwa budaya negara-negara Barat sangat kental oleh nilai-nilai agama Kristen. Hal itu sedikit banyak mempengaruhi persepsi masyarakat di negara Barat terhadap Islam dan penganutnya.

“Cerita kepahlawanan misalnya, sangat banyak berasal dari Perang Salib, di mana penganut Islam kerap digambarkan sebagai musuh. Cuma, ini enggak berarti kemudian orang Eropa punya permusuhan khusus pada Muslim. Soalnya, kecurigaan atau permusuhan yang modern sebenernya lebih sering datang dari konteks saat ini,” ujar Ibnu kepada Bisnis, Selasa (19/3).

Di dunia modern, Islamophobia muncul sebagai akibat dari globalisasi sejak beberapa dekade lalu. Kemunculan Islamophobia di sejumlah negara dilatarbelakangi hal-hal berbeda.

Dia memberi contoh, di Inggris kecurigaan terhadap penganut Islam muncul saat imigran banyak datang ke sana pada periode 1970-1980. Islamophobia di sana dipicu oleh kebencian penduduk asli Inggris terhadap imigran.

Setelah itu, Islamophobia menjangkiti sebagian besar masyarakat di negara-negara non Muslim setelah peristiwa 9/11. Peristiwa teror yang menimpa Amerika Serikat (AS) kala itu dilakukan oleh penganut agama Islam.

Hal itu membuat ketakutan dan kebencian terhadap Muslim dan Islam mendunia.

Apa dan Mengapa Islamophobia Harus Dilawan

Aparat keamanan berjaga di Masjid Al Noor, TKP serangan terorisme di Christchurch, Selandia Baru./Reuters

Setelah 9/11, banyak negara di dunia yang mengasosiasikan Islam dengan terorisme. Anggapan itu diikuti fakta hadirnya organisasi-organisasi teror yang memakai identitas Islam seperti ISIS.

“Kenapa [Islamophobia] bisa bertahan sampai sekarang, ada beberapa alasan. Pertama, baik negara maupun media cenderung memelihara narasi bahwa Islam adalah sumber dari teror. Sedikit banyak [narasi ini] masuk akal karena masih ada bentuk kekerasan seperti ISIS atau pengeboman dan lain-lain,” ucap Ibnu.

Selama organisasi teror yang menggunakan identitas Islam masih ada, maka Islamophobia akan tetap dialami masyarakat di sejumlah negara.

Menurut Ibnu, aksi teror di Selandia Baru juga bisa dipakai sebagai alat propaganda kelompok teror beridentitas Islam. Jika hal itu terjadi, maka Islamophobia akan semakin terasa.

Kebencian terhadap Islam semakin terpelihara sejak membesarnya arus globalisasi yang didukung perkembangan teknologi. Globalisasi dibantu perkembangan teknologi yang begitu deras membuat masyarakat cenderung memilih kembali pada ikatan primordialnya.

Masyarakat mulai lebih merasa aman dan nyaman terhadap orang yang seidentitas dengan mereka, berwarna kulit sama, dan berasal dari satu negara. Sebaliknya, mereka cenderung mulai sering menyalahkan kelompok yang dianggap asing.

“Dalam konteks negara Barat, kelompok itu ya penganut Islam. [Islamophobia] salah satu ekses negatif dari globalisasi tapi juga enggak bisa didiamkan,” tuturnya.

Pendapat Ibnu senada dengan riset yang dilakukan Henk Dekker dan Jolanda Van der Noll pada 2007 di Belanda. Dalam hasil riset yang berjudul "Islamophobia and its origins; A study among Dutch youth", Dekker dan Van Der Noll menyebut Islamophobia sebagai sikap dan tingkah laku negatif masyarakat terhadap agama Islam dan penganutnya.

Sikap negatif bisa berbeda-beda ditunjukkan masyarakat, mulai dari keengganan memiliki tetangga Muslim, tidak percaya dengan temannya yang Muslim, hingga tak mau berteman dengan penganut agama Islam.

Apa dan Mengapa Islamophobia Harus Dilawan

Instalasi lampu bertajuk The Tribute in Light menghiasi Manhattan, seperti dilihat dari The National September 11 Memorial & Museum, sebagai peringatan 17 tahun serangan teroris 11 September 2001, di New York, AS, Selasa (11/9/2018)./Reuters-Andrew Kelly

Harus Dilawan
Ketakutan dan kebencian terhadap identitas tertentu, seperti Islamophobia, harus dihilangkan karena membawa persoalan sosial yang besar.

Ibnu menyatakan Islamophobia dan ketakutan terhadap identitas-identitas lain bisa melanggengkan praktik diskriminasi di tengah masyarakat. Jika hal itu dibiarkan, demokrasi yang notabene menghormati perbedaan akan terancam.

“Itu juga berlaku buat Indonesia dengan semua ketakutan dan diskriminasi terhadap ras maupun agama lain di luar Islam. Yang bisa dilakukan dalam tingkat negara salah satunya adalah menjaga ruang-ruang publik, mulai dari sekolah hingga taman terbuka, sebagai wilayah yang inklusif dan memungkinkan warga negara dari beragam kelompok bisa berinteraksi satu sama lain,” paparnya.

Kemunculan fobia atas identitas tertentu saat ini, dianggap tidak sesuai dengan prediksi sejumlah ahli ihwal dampak globalisasi. Sebelumnya, para ahli disebut memandang globalisasi justru akan membuat orang makin terbuka dengan perbedaan dan nilai yang dianut masyarakat dari negara lain.

Untuk mengatasi Islamophobia dan fenomena serupa, masyarakat diharapkan dapat lebih aktif berinteraksi dengan kelompok berbeda. Inisiatif agar masyarakat mau berdialog dengan kelompok yang berbeda identitas harus didorong pemerintah.

“Misalnya, Facebook atau Twitter diminta lebih aktif melarang akun-akun yang memang memperkuat Islamophobia. Inisiatif interaksi masyarakat antar kelompok juga harus digerakkan lebih luas. Atau, memasukkan gambaran tentang Islam dalam kurikulum keberagaman,” ungkap Ibnu.

Masyarakat juga dinilai sebaiknya lebih mendorong terjadinya dialog alih-alih menghukum pihak yang berbeda pendapat dalam menanggapi aksi teror seperti yang terjadi di Australia. Meski aksi Connolly terhadap Anning dipandang menarik, tapi tidak mencairkan masalah terhadap Islamophobia di Australia.

“Itu memperkuat polarisasi, yang pasti ruang-ruang ekspresi kebenciannya harus dipersempit. Aksinya menarik tapi itu enggak mencairkan masalah karena arahnya bukan dialog tapi menghukum senator tadi. Atau, ya kalau sudah diterima beda posisi, enggak perlu diberi panggung atau publikasi lagi,” tambahnya.

Saat ini, sejumlah petinggi negara sudah menyatakan sikap melawan Islamophobia pascaaksi teror yang terjadi di Selandia Baru. PM Kanada Justin Trudeau misalnya, menyampaikan bahwa tidak ada tempat atau istilah Islamophobia dan kebencian yang bisa diterima.

Apa dan Mengapa Islamophobia Harus Dilawan

Tumpukan bunga dan kartu ucapan duka terlihat di luar Masjid Al Noor, yang menjadi lokasi penembakan beberapa hari lalu, di Christchurch, Selandia Baru, Selasa (19/3/2019)./Reuters-Edgar Su

"Islamophobia dan kebencian tidak diterima di mana pun yang bisa berdampak buruk. Saya mengunjungi komunitas Muslim di Nepean Selatan untuk menunjukkan kepedulian saya terhadap korban yang terbunuh dalam serangan teroris di Selandia Baru dan juga mendengarkan suara orang muda bagaimana mereka bertahan agar selamat dalam komunitas ini," tulisnya melalui akun Twitter resminya.

Nepean Selatan merupakan sebuah lokasi komunitas Muslim yang cukup besar di Ottawa, Kanada.

Morrison juga menegaskan pihaknya akan menindak tegas mereka yang menebarkan kebencian. Dia menyatakan akan selalu melindungi dan membela komunitas Islam di negaranya, sekaligus memastikan hak mereka beribadah tanpa rasa takut.

Sementara itu, PM Selandia Baru Jacinda menunjukkan simpati besarnya pada komunitas Islam dengan mengenakan kerudung saat mengunjungi komunitas Islam dan menyampaikan belasungkawa atas korban aksi teroris di negaranya.

Dari Indonesia, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi telah memanggil Duta Besar (Dubes) Australia untuk Indonesia Gary Quinlan. Pemanggilan dilakukan untuk menyampaikan sikap pemerintah yang tidak suka dengan pendapat Anning.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lalu Rahadian
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper