Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengapa Data WNA Bisa Masuk DPT Pemilu 2019?

Sekitar 40 hari menjelang Pemilu 2019, data pemilih yang terangkum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) masih menjadi masalah setelah ditemukannya ratusan Warga Negara Asing (WNA) sebagai pemilih.
Petugas melipat surat suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Gudang Logistik KPU Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (11/2/2019)./ANTARA-Adeng Bustomi
Petugas melipat surat suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Gudang Logistik KPU Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (11/2/2019)./ANTARA-Adeng Bustomi

Bisnis.com, JAKARTA -- Persoalan seputar masuknya data Warga Negara Asing dalam Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2019 belum juga selesai.

Beberapa hari lalu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menemukan ada 101 data Warga Negara Asing (WNA) dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Namun, Jumat (8/3/2019), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengaku menemukan ada 158 WNA di daftar tersebut.

Meski demikian, hingga kini, masih belum diketahui dengan jelas mengapa data WNA bisa tercantum di DPT. Padahal, seharusnya DPT hanya terisi Nomor Induk Kependudukan (NIK) Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah memiliki hak pilih.

Keberadaan 101 data WNA terungkap setelah Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri melakukan penyandingan data NIK WNA dan DPT. Menurut keterangan Kemendagri, ada 1.680 WNA yang memiliki KTP Elektronik (KTP-el) saat ini.

Dari ribuan data itu, 101 di antaranya masuk dalam DPT. Temuan itu lantas diberikan Kemendagri kepada KPU.

Mengapa Data WNA Bisa Masuk DPT Pemilu 2019?

Petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) mencetak KTP-el di Kantor Disdukcapil Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (24/10/2017)./ANTARA-Adeng Bustomi

Kemendagri tidak memberikan semua NIK WNA ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), tapi terbatas hanya data yang masuk ke DPT. Alasannya, KPU dianggap hanya membutuhkan data terkait 101 WNA itu.

Awalnya, disebutkan ada 103 WNA yang masuk dalam DPT. Namun, jumlahnya berubah menjadi 101 WNA karena ternyata ada data ganda.

Kemendagri juga menjadikan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan sebagai landasan tidak memberikan senua NIK WNA ke KPU. Pasal 79 beleid itu menyebutkan bahwa negara harus menyimpan dan melindungi kerahasiaan data perseorangan dan dokumen kependudukan.

"Apabila diberikan semua datanya, nanti kami khawatir terjadi salah input lagi dan masuk DPT," kata Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh dalam keterangan resmi, Selasa (5/3).

Pertanyaan ihwal penyebab masuknya data WNA ke DPT pun muncul. Menurutnya, NIK WNA yang masuk di DPT Pemilu tidak berasal dari data kependudukan milik Kemendagri.

Zudan menjelaskan data WNA tak mungkin masuk dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4). Sebagai informasi, DP4 adalah data milik Kemendagri yang digunakan untuk memasukkan pemilih pemula pada DPT Pemilu 2019 oleh KPU RI.

Dia menerangkan DP4 hanya memuat NIK WNI yang telah memiliki hak pilih dalam Pemilu. Data 1.680 WNA yang memiliki KTP-el tidak masuk ke DP4.

"Basis data WNA dan WNI itu terpisah. DP4 tidak ada [data] WNA," ujar Zudan.

Kemendagri juga menyampaikan kepastian bahwa data WNA dalam DPT tidak bersumber dari DP4 telah diakui oleh perwakilan KPU. Konfirmasi pihak KPU itu diklaim telah disampaikan dalam rapat yang diselenggarakan pada Senin (4/3).

"Perwakilan KPU menyatakan bahwa masuknya WNA dalam DPT tidak bersumber dari DP4 Pilpres 2014, DP4 Pilkada 2015, DP4 Pilkada 2018, dan DP4 Pilpres 2019," tuturnya.

Lantas, apa yang menyebabkan masuknya data ratusan WNA ke DPT Pemilu 2019?

Mengapa Data WNA Bisa Masuk DPT Pemilu 2019?

Untuk mengecek akurasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) bisa dilakukan melalui laman https://sidalih3.kpu.go.id. Bawaslu menduga masuknya nama WNA dalam DPT terkait dengan proses di lapangan./Ilustrasi

Penelusuran KPU dan Dugaan Bawaslu
Usai temuan Kemendagri terpublikasi, KPU dan Bawaslu langsung melakukan kroscek terhadap data WNA yang masuk DPT di sejumlah daerah.

Verifikasi dilakukan penyelenggara dan pengawas Pemilu di daerah bersama-sama. Proses itu berlangsung sepanjang Selasa (5/3).

Di luar itu, ada tambahan fakta yang sudah diketahui seperti bertambahnya data WNA dalam DPT di luar 101 NIK temuan Kemendagri.

Komisioner KPU RI Viryan menyatakan lembaganya akan segera mempublikasikan hasil penelusuran data WNA di DPT usai rekapitulasi dilakukan. Dia juga berjanji akan mengungkapkan sebab masuknya data WNA dalam DPT Pemilu 2019.

"Tunggu, sedang ditelusuri. KPU ingin merespons secara menyeluruh. Nanti akan kami buka bagaimana dan KPU akan buka data yang KPU verifikasi untuk publik secara jelas," papar Viryan kepada Bisnis, Rabu (6/3).

Alih-alih mengumumkan penyebab masuknya NIK WNA dalam DPT, KPU justru menyebut temuan ratusan data yang tak seharusnya itu menjawab kabar bohong, atau hoaks, selama ini. Hoaks yang dimaksud terkait kabar adanya jutaan WNA dari China yang identitasnya masuk dalam DPT Pemilu 2019.

Viryan mengemukakan temuan ratusan data WNA itu membantah kabar adanya jutaan Tenaga Kerja Asing (TKA) masuk DPT Pemilu 2019.

"Poin pentingnya dari situ saja sudah terbantahkan bahwa tidak benar ada jutaan WNA atau TKA masuk di DPT karena punya KTP-el," ujarnya.

Penjelasan berbeda disampaikan anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja. Dia mengungkapkan kemungkinan masuknya data WNA dalam DPT karena kesalahan saat proses pencocokan dan penelitian (coklit) pemilih di lapangan oleh petugas KPU.

Mengapa Data WNA Bisa Masuk DPT Pemilu 2019?

Ketua KPU Kota Tegal Agus Wijanarko menunjukkan salah satu nama WNA di Kartu Keluarga di KPU Kota Tegal, Jawa Tengah, Rabu (6/3/2019)./ANTARA-Oky Lukmansyah

Bagja menegaskan temuan ratusan data WNA di DPT harus segera ditindaklanjuti. Jika dibiarkan, keberadaan WNA dalam DPT dapat berakibat banyak hal, seperti munculnya potensi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Hal itu turut disampaikan oleh anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin. Dia menyampaikan dugaan sementara WNA bisa masuk menjadi pemilih adalah karena proses coklit tidak seluruhnya dilakukan dengan cara mendatangi langsung rumah ke rumah sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan.

"Kajian Bawaslu menunjukkan dari 10 rumah yang didatangi langsung oleh pengawas Pemilu, 1-2 rumah saat coklit tidak didatangi oleh petugas. Hal ini mengakibatkan koreksi langsung terhadap status kewarganegaraan tidak dapat dilakukan," terang Afif, Jumat (8/3).

Hal lain yang menjadi penyebab yaitu pengetahuan petugas tentang larangan WNA menjadi pemilih belum sepenuhnya dipahami.

"Sepanjang seseorang sudah lama tinggal di Indonesia, bahkan berkeluarga, belum tentu yang bersangkutan berstatus WNI, melainkan berstatus WNA yang tidak mempunyai hak pilih. Petugas coklit langsung mencatatnya dalam daftar pemilih," imbuhnya.

Ego Sektoral
Persoalan data WNA dalam DPT dianggap bisa diselesaikan jika KPU dan Kemendagri saling meniadakan ego sektoral.

Peneliti politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati mengatakan saat ini, mestinya semua lembaga dan kementerian terkait mencari solusi untuk mengatasi temuan tersebut. Persoalan data WNA dalam DPT diyakini bisa diselesaikan jika semua pihak berkepentingan mau duduk bersama.

"Saya kira harus rembuk bareng untuk memastikan WNA yang memilki KTP-el nanti tidak memiliki hak politik. Yang jelas kewarganegaraan jadi prinsip [dalam menentukan hak pilih di Pemilu]," tegasnya.

Mengapa Data WNA Bisa Masuk DPT Pemilu 2019?

Seorang pria melintasi papan hitung mundur elektronik Pemilu 2019 di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (21/2/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay

Mada melanjutkan temuan data WNA di DPT mengganggu proses Pemilu. Selain itu, juga dianggap bisa menggerus kepercayaan publik terhadap pelaksanaan Pemilu.

Untuk memulihkan kepercayaan masyarakat, KPU dan Kemendagri dipandang harus segera mengumumkan data valid soal WNA yang masuk DPT. Setelah itu, mereka wajib mengumumkan jaminan tidak akan adanya WNA yang menggunakan hak pilih di Pemilu.

"Kalau seperti ini terus [tak ada solusi], kepercayaan publik akan semakin lemah," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper