Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pamor Pileg Kalah dari Pilpres, Masyarakat Bersiap Hadapi Politik Kotor?

Perdana, pemilihan legislatif berlangsung serentak dengan ajang pemilihan presiden. Keriuhan Pilpres pun membelakangi ajang pemilihan wakil rakyat, terdapat bahaya laten politik uang dan korupsi mengintai.
Infografis Pileg 2019./Bisnis-Ilham Nesabana
Infografis Pileg 2019./Bisnis-Ilham Nesabana

Bisnis.com, JAKARTA -- Putra adalah seorang siswa sebuah sekolah menengah atas negeri di Jakarta Selatan. Dalam perhelatan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, dia sudah mengantongi hak suara.

Sebagai pemilih pemula, Putra menginginkan hak suaranya jatuh kepada sosok yang tepat. 

“Saya akan memilih salah satu dari dua pasangan pada Pilpres nanti,” ungkapnya kepada Bisnis dengan semangat, baru-baru ini.

Namun, sewaktu diajukan soal opsi memilih legislator di tingkat DPR RI, Putra bimbang. Padahal, dia sangat enerjik berargumentasi membela pilihan pasangan presiden dan wakilnya.

Putra mengaku belum menjatuhkan pilihan calon anggota legislatif (caleg). Bahkan, kenal para caleg pun tidak.

Dia menyadari keriuhan perbincangan politik menerpa seluruh ruang hidupnya. Dari sekolah, rumah, lingkungan bermain, hingga tempat ibadah, seluruhnya kerapkali melibatkan perbincangan politik.

“Tapi itu melulu soal Pilpres, bukan Pileg,” tutur Putra.

Pamor Pileg Kalah dari Pilpres, Masyarakat Bersiap Hadapi Politik Kotor?

Warga berkumpul di dekat Alat Peraga Kampanye (APK) caleg yang terpasang di bangunan kawasan kota tua Ampenan, Mataram, NTB, Senin (11/2/2019)./ANTARA-Ahmad Subaidi

Problem yang dihadapi Putra boleh jadi serupa dirasakan mayoritas pemilih di Indonesia. Semarak Pilpres serupa halimun bagi pemilihan anggota legislatif.

Memang, kali ini, kontestasi politik mengambil jalan pelaksanaan berbeda dari yang sebelumnya. Pada 2019, penyelenggaraan Pileg dan Pilpres dilaksanakan berbarengan. 

Pada 2014, terdapat skema pemilihan dalam dua tahap, pertama untuk memilih anggota legislatif yang meliputi 560 anggota DPR RI, 132 anggota DPD, serta DPRD Provinsi dan kabupaten/kota.

Setelah rampung pemilihan wakil rakyat pada April 2014, baru lah Pilpres digelar dua bulan kemudian. Saat itu, dua pasang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang berduel adalah pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Namun, pada Pemilu 2019, penyelenggaraan Pileg dan Pilpres dilebur dalam satu waktu. Masyarakat harus menetapkan pilihan kepada salah satu pasangan presiden dan wakilnya, serta sebanyak 575 wakil DPR RI dan 19.817 DPRD. 

Hampir seluruh ruang media, baik ranah maya ataupun media massa, lebih banyak digelayuti informasi mengenai duel kedua kubu dalam Pilpres. Minimnya informasi terkait para sosok yang bertaruh pada Pileg pun menimbun segudang potensi masalah. 

Dalam Outlook Korupsi 2018-2019, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan bahwa Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 berpotensi mengulang permasalahan yang sama, membuka peluang calon koruptor menjabat. Sebab, tidak ada perubahan mendasar dari demokrasi prosedural menjadi demokrasi substansial. 

Perubahan UU Pilkada yang secara konsisten dilakukan oleh pemerintah dan DPR belum mampu memperkuat kerangka menuju demokrasi yang lebih substansial karena tidak banyak menjawab persoalan integritas Pilkada.

ICW menilai hal yang wajib dijadikan perhatian pada kontestasi demokrasi saat ini adalah pencalonan legislatif. Partai politik harus didorong mencalonkan kandidat yang tidak bermasalah dan kontroversial.

Mengacu pada berbagai hasil studi ICW seperti keuangan partai dan dana kampanye, penyebab utama politisi, khususnya kepala daerah dan anggota legislatif, terlibat korupsi adalah persoalan mahalnya ongkos memenangi kontestasi Pemilu. Lembaga sipil ini pun telah mencatat adanya caleg eks narapidana kasus korupsi yang masih diajukan oleh partai.

Pamor Pileg Kalah dari Pilpres, Masyarakat Bersiap Hadapi Politik Kotor?

Warga menggunakan hak suaranya dalam Pilkada serentak di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Cipondoh, Tangerang Kota, Banten, Rabu (27/6/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formapi) Lucius Karus membenarkan pembedahan kontestan Pileg 2019 minim mendapat sorotan. Dia menilai hal tersebut membuat masyarakat kebingungan menentukan pilihan.

“Padahal, peran legislator dalam negara ke depan sangat penting, karena mereka adalah mitra pemerintah atau presiden yang juga tengah menjalani kontestasi,” terang Lucius.

Dia berpendapat di tengah keengganan masyarakat menoleh kepada para calon legislator serta minimnya upaya sosialisasi calon, terdapat potensi politik uang yang tinggi. Dari kondisi saat ini, lanjut Lucius, hanya legislator petahana yang menjaring keuntungan karena lebih dulu populer.

“Namun, dengan minimnya informasi dan sosialisasi apalagi pendekatan kepada masyarakat yang tidak dilakukan, maka politik uang yang akan bekerja membeli suara,” singgungnya.

Politik Ketokohan
Di sisi lain, Lucius melontarkan pendapat bahwa faktor yang menyebabkan masyarakat lebih menguras konsentrasinya kepada kontestasi Pilpres dibandingkan Pileg adalah relasi politik “ketokohan”. Secara singkat, jelasnya, masyarakat kini semakin tidak peduli terhadap warna politik, tapi lebih mengedepankan faktor keterkenalan sosok yang akan dipilih dalam proses Pileg.

Hal ini sejalan dengan konsep melemahnya identitas partai di Indonesia. Fenomena ini pun pernah disinggung oleh  Akademisi Politik Burhanuddin Muhtadi dalam makalah berjudul “Politik Uang dan Dinamika Elektoral di Indonesia” yang disampaikannya di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2013.

Tren party-ID di Indonesia terus menurun dan penurunan ini disumbang oleh buruknya kinerja partai di mata pemilih.

“Iklim ketidakpercayaan publik terhadap partai terus meningkat seiring dengan terbukanya kasus-kasus korupsi yang melibatkan elit partai,” tulisnya.

Secara empiris, Burhanudin mengutip hasil  survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Maret 2013 yang menemukan gejala tersebut. Secara nasional, pemilih yang merasa dekat dengan partai hanya sekitar 14,3%.

Pamor Pileg Kalah dari Pilpres, Masyarakat Bersiap Hadapi Politik Kotor?

Ketua KPU Arief Budiman (kanan) bersama Komisioner KPU Ilham Saputra (kiri) menunjukkan berkas caleg berstatus terpidana korupsi pada Pemilu 2019 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (19/2/2019)./ANTARA-Reno Esnir

Pada akhirnya, politik biaya tinggi dibutuhkan di tengah gejala deparpolisasi. Politik ditentukan oleh figur atau sosok, sehingga mendorong partai politik mengeluarkan banyak dana untuk promosi, persuasi, atau bahkan membeli suara.

Pekan lalu, KPU mengumumkan ada 81 caleg eks koruptor yang ikut serta dalam Pileg 2019.

Terkait pemilih, Ketua Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Jakarta yang mewakili elemen pemuda politik, Lukman, menambahkan bahwa dalam perspektif anak muda “melek” politik, proses demokrasi dianggap selalu dikotori ulah partai politik. Hal ini, jelasnya, bisa memicu aksi untuk memilih golongan putih (golput) dalam Pileg dengan jumlah besar di kalangan anak muda. 

“Sehingga pada dasarnya, meski sekarang telah banyak gimmick milenial yang ditawarkan oleh Parpol, tetap saja ada kritisisme yang membuat anak muda lebih selektif dan berinisiatif mencari pendirian politiknya sendiri,” tukasnya.

Selayaknya, proses Pileg pada 2019 dijadikan ajang pemilihan orang-orang terbaik yang mewakili kehendak publik. Syaratnya, tiap individu pemilih harus berupaya ekstra melacak rekam jejak para calon legislator tersebut agar tak salah pilih.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Kahfi
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper