Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Keberhasilan Infrastruktur Era Jokowi Tinggalkan Celah Korupsi

Joko Widodo diyakini akan mengandalkan capaian pembangunan infrastruktur yang telah dia lakukan dalam debat kedua malam ini. Akan tetapi, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan keberhasilan pembangunan infrastruktur saat ini bukan tanpa cela.
Kendaraan melintas di jalan tol Jombang-Mojokerto (Jomo) Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (21/1/2019)./ANTARA-Syaiful Arif
Kendaraan melintas di jalan tol Jombang-Mojokerto (Jomo) Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (21/1/2019)./ANTARA-Syaiful Arif

Bisnis.com, JAKARTA- Joko Widodo atau Jokowi  diyakini akan mengandalkan capaian pembangunan infrastruktur yang telah dia lakukan dalam debat capres putaran II kedua, Minggu (17/2/2019).

Akan tetapi, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan keberhasilan pembangunan infrastruktur saat ini bukan tanpa cela. Selain polemik pendanaan infrastruktur yang berasal dari utang luar negeri, proses pengadaaan barang dan jasa (PBJ) proyek infrastruktur yang dilakukan juga mengandung celah korupsi.

“Baru-baru ini terungkap kasus korupsi berjamaah yang dilakukan oleh delapan oknum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atas pembangunan Sistem Penyedian Air Minum SPAM di beberapa daerah. Modus yang dilakukan adalah meminta fee proyek hingga 10 persen dari nilai proyek,” ujar Sekjen Fitra Akhmad Misbakhul Hasan, Minggu (17/2/2019).

Pada akhir 2018, KPK juga menetapkan 2 pejabat BUMN PT Waskita Karya,terkait 14 proyek fiktif yang ditangani. Proyek-proyek tersebut antara lain, normalisasi kali Bekasi Hilir Jawa Barat, Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22 Jakarta, Bandara Kuala Namu Sumatera Utara, Bendungan Jati Gede Sumedang Jawa Barat, PLTA Genyem Papua, dan proyek lainnya. Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara ditaksir mencapai Rp186 milyar.

Lanjutnya, celah korupsi, banyak dimanfaatkan oleh berbagai pihak adalah anggaran infrastruktur yang bersumber dari Dana Transfer ke Daerah, khususnya Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik). DAK merupakan alokasi anggaran dari APBN kepada provinsi/kabupaten/kota dengan tujuan untuk membantu daerah meningkatkan kualitas pelayanan publik dasar dan mengurangi kesenjangan antar daerah. Pada 2019, DAK Fisik dianggarkan sebesar Rp69,3 triliun dalam APBN.

Adapun celah yang dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan adanya DAK Fisik adalah melalui proses pencairannya. Pengajuan pencairan DAK oleh daerah, erutama DAK fisik, adalah melalui pengajuan proposal yang ditujukan kepada Bappenas dan Kementerian Keuangan serta wajib mendapat persetujuan dari DPR. Proses inilah yang kemudian memunculkan pemufakatan jahat korupsi DAK, misalnya kompensasi bagi DPR bila berhasil mengawal dan mengegolkan pencairan DAK bagi daerah tertentu.

“Terdapat tujuh kasus transaksi ilegal terkait pencairan DAK yang disidangkan selama 2018, yakni tertangkapnya Wakil Ketua DPR RI terkait kasus pemberian imbalan DAK Fisik Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016, kasus Bupati Cianjur yang meminta fee atas pembangunan gedung SMP yang didanai DAK, kasus gratifikasi DAK yang menimpa Bupati Malang, Walikota Tanjung Pinang, anggota DPR, dan Bupati Pegunungan Arfak Papua Barat. Potensi kerugian negara minimal mencapai Rp66,1 milyar,” urainya.

Secara umum, terdapat 241 kasus korupsi dan suap yang terkait pengadaan sektor infrastruktur pada 2017. Negara ditaksir merugi hingga Rp1,5 triliun dengan nilai suap mencapai Rp34 milyar. Jumlah kerugian negara akibat korupsi anggaran infrastruktur menurutnya lebih tinggi dibanding 2016 yang nilainya sekitar Rp680 milyar.

Korupsi proyek pembangunan infrastruktur transportasi menempati peringkat pertama dengan 38 kasus dan membuat kerugian negara mencapai Rp575 milyar, diikuti oleh penyimpangan proyek infrastruktur pendidikan 14 kasus dengan nilai kerugian negara Rp43,4 milyar, dan korupsi pembangunan infrastruktur desa sebanyak 23 kasus dengan kerugian negara Rp7,9 miliar.

Karena itu menurutnya, pemerintahan berikutnya mesti memperkuat kinerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri dari Inspektorat dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam mengawasi proyek-proyek infrastruktur, mendorong pengautan lembaga pengawasan eksternal, seperti BPK dan KPK dalam menelusuri celah-celah korupsi anggaran infrastruktur; dan meningkatkan peran masyarakat saat perencanaan, penganggaran, implementasi, hingga pertanggungjawaban proyek-proyek infrastruktur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper