Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jika Debat Capres Putaran Kedua Masih "Lembek", Ini yang Akan Terjadi

Debat capres putaran kedua diharapkan berlangsung lebih argumentatif dan sungguh-sungguh menjadi acara debat, bukan sekadar komunikasi politik tanpa isi dan hanya menjadi ajang pencitraan. Jika debat berlangsung "lembek", seperti pada debat putaran pertama, ada sejumlah dampak yang bisa terjadi.
Sejumlah petugas dan kru televisi bersiap melakukan gladi bersih Debat Capres 2019 Putaran Kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (16/2/2019). Jika debat berlangsung lembek, akan terjadi sejumlah dampak./Antara
Sejumlah petugas dan kru televisi bersiap melakukan gladi bersih Debat Capres 2019 Putaran Kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (16/2/2019). Jika debat berlangsung lembek, akan terjadi sejumlah dampak./Antara

Bisnis.com, JEMBER - Debat capres putaran kedua diharapkan berlangsung lebih argumentatif dan sungguh-sungguh menjadi acara debat, bukan sekadar komunikasi politik tanpa isi dan hanya menjadi ajang pencitraan.

Jika debat berlangsung "lembek", seperti pada debat putaran pertama, ada sejumlah dampak yang bisa terjadi.

Dengan debat sesungguhnya para calon pemilih yang masih belum menentukan pilihan diharapkan terdorong untuk berpartisipasi pada Pilpres 2019 setelah mengikuti acara debat capres, Minggu 17 Februari 2019.

Pengamat politik dari FISIP Universitas Jember Muhammad Iqbal mengatakan debat calon presiden yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) diharapkan dapat mempengaruhi pemilih yang belum menentukan pilihannya. Dengan begitu angka partisipasi pemilih bisa meningkat.

"Jika acara debat malam nanti tetap berlangsung dengan gaya dan model seperti debat pertama, maka saya yakin pengaruh debat tersebut sangat tidak signifikan terhadap elektabilitas capres dan tidak dapat mempengaruhi pemilih untuk menentukan sikap," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu.

Menurut Iqbal acara debat pertama lebih terkesan sebagai pidato dari pada debat, apalagi jika berkaca pada debat Presiden Amerika Serikat dan debat terbuka yang dipandu oleh moderator.

Faktanya, lanjut Iqbal, debat capres-cawapres pertama baru sebatas terbuka untuk publik, tapi tidak terbuka semua adu argumen dan data yang kritis hingga "mematikan" argumen dan data antarkandidat.

"Debat capres pertama adalah acara debat yang tanpa debat karena lebih banyak advokasi, puja-puji dari tiap capres dan ketika naik satu level dengan cara menyerang, maka yang muncul juga tidak argumentatif dan substantif sesuai tema debat. Secara psikologi komunikasi, terkesan emosional dan personal, itu terlihat dari gesture dan ekspresi vokal dan wajah capres," tutur Iqbal.

Pengamat yang juga pakar komunikasi politik tersebut menjelaskan masyarakat berharap adanya debat terbuka yang saling membuka argumentasi dan informasi yang kuat dan substantif (contrasting debate), sehingga pengaruh debat capres signifikan untuk mengubah "preferensi undecided voters", para pemilih yang belum menentukan sikap pilihannya.

"Sedangkan untuk 'strong voters' atau pemilih loyalis, acara debat capres sama sekali tak mempengaruhi pilihannya. Justru hanya akan dijadikan justifikasi untuk memviralkan keunggulan capres pilihannya dan 'menggoreng' kelemahan capres lawan dari hasil kontes debat yang ada," ujar Iqbal.

Dalam komunikasi politik, lanjut Iqbal, ada tiga jenis kualitas kampanye iklan politik atau dapat diatribusikan juga untuk debat capres.

Pertama, kualitas berupa advokasi tentang si kandidat yang berfokus pada kualifikasi-kualifikasi dari si kandidat.

"Kedua, kandidat menyerang pihak lain yang berfokus pada kegagalan atau kelemahan kandidat lain. Ketiga, kandidat melakukan perbandingan-perbandingan argumen dan data yang berfokus pada perbandingan-perbandingan eksplisit di antara kualitas, rekam jejak, platform seorang kandidat dengan kompetitornya," imbuhnya.

Menurutnya ada beberapa catatan penting atas debat pertama di antaranya kampanye dan debat politik di Indonesia bukanlah bagian dari komunikasi politik karena tidak menggunakan secara paralel dan simultan seluruh kategori kampanye atau muatan debat kandidat dengan cara menyampaikan argumentasi dan informasi, bahkan kampanye hanya sebatas pencitraan saja.

"Tanpa menyerang dan membuka argumentasi yang substantif dalam debat capres yang berisi masa lalu, saat ini dan masa depan dari seorang kandidat dan programnya dengan cara mempertanyakan kebenaran faktual, seleksi pemunculan dan penyembunyian fakta, kekuatan asumsi, serta logika internal dan pernyataan program, begitu juga tentang rekam jejak seorang kandidat, maka sebuah debat tidak akan pernah menjadi debat yang sesungguhnya," ujar dosen Hubungan Internasional FISIP Unej itu.

Iqbal mengatakan tanpa debat yang sungguh berisikan debat, maka yang akan menang sesungguhnya adalah pencitraan atau komunikasi yang tanpa isi yang berpotensi tidak membantu calon pemilih untuk menentukan pilihannya, bahkan pemilih yang masih memiliki kegundahan kognitif dapat terlibat dan menerima operasi sembako dan politik uang, atau serangan fajar menjelang Pemilu 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper