Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump membantah menghabiskan banyak waktunya dengan bersantai, menyusul kebocoran jadwal resmi keseharian Trump yang tampak senggang.
Dalam pernyataan yang ia tulis di Twitter, Trump menyanggah pemberitaan Axios pekan lalu yang mengategorikan 60% waktu Trump sebagai "waktu eksekutif", yang berarti waktu tak terjadwal untuk melakukan panggilan telepon, membaca koran, berkicau di Twitter, bahkan menonton televisi
Trump mencoba meluruskan anggapan itu dengan menyatakan bahwa waktu luang seperti itu harus dilihat sebagai hal "positif, bukan negatif."
"Ketika istilah Waktu Eksekutif digunakan, saya sesungguhnya bekerja, bukan bersantai. Faktanya, saya mungkin bekerja berjam-jam melebihi presiden-presiden sebelumnya," kata Trump melalui akun Twitternya, Senin (11/2/2019).
"Ketika saya mengambil alih jabatan presiden, negara kita berada dalam kondisi yang kacau," sambung Trump.
Ia lalu menjabarkan kondisi Amerika Serikat ketika ia pertama kali menjabat menggantikan Barack Obama. Di antaranya kondisi militer yang lemah, perang tanpa akhir, potensi perang dengan Korea Utara, pajak yang tinggi, masalah imigrasi, hingga asuransi kesehatan.
"Saya tak punya pilihan lain selain bekerja dalam durasi yang sangat lama!" tulis Trump.
Melansir Channel News Asia, jadwal yang bocor itu memperlihatkan Trump jarang memiliki kegiatan resmi sebelum pukul 11.00 pagi. Ia biasanya menerima pemaparan intelijen setelah itu dan jadwalnya kemudian tak terlalu padat.
Pelaksana Tugas Kepala Staf Kepresiden AS Mick Mulvaney angkat bicara soal bocornya jadwal itu dan menjelaskan yang dimaksud dengan 'waktu eksekutif'.
"Waktu eksekutif ada di jadwal sehingga presiden bisa mempersiapkan rapat selanjutnya, membahas rapat sebelumnya," kata Mulvaney kepada NBC.
"Panggilan telepon mulai masuk pada pukul 06.30 pagi dan berlanjut sampai 11.00 malam. Saya bisa pastikan bahwa beliau bekerja melebihi yang tertera di jadwal," ujarnya.
Trump dikabarkan memerintahkan untuk mencari dalang kebocoran tersebut. Berbicara kepada Fox News Sunday, Mulvaney mengatakan Gedung Putih berharap bisa mengidentifikasi pelakunya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel