Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah mesti menyegerakan pembubaran lembaga rentenir yang berkamuflase sebagai koperasi atau koperasi yang tidak menjalankan aktivitas rapat anggota tahunan.
Suroto, Ketua Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonimi Strategis (Akses) mengatakan bahwa jumlah koperasi yang banyak di Indonesia ternyata tidak menunjukkan kualitas dari koperasi. Untuk itu perlu dilakukan rasionalisasi koperasi dan salah satunya melalui pembubaran koperasi papan nama dan rentenir yang berbaju koperasi.
“Pembubaran koperasi oleh pemerintah untuk menjaga citra koperasi ini penting. Sudah diatur dalam UU No. 25 tahun 1992 dan juga diatur melalui PP dan Permen, hanya tinggal jalankan saja,” ujarnya, Selasa (5/2/2019).
Dia melanjutkan, Indonesia pernah menjadi pemilik koperasi terbanyak di dunia dengan jumlah 212.334 unit pada 2014 namun kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto ( PDB) pada saat itu hanya 1,7%.
Dia mengakui saat ini Kementerian Koperasi dan UKM telah melakukan rasionalisasi dan bubarkan koperasi-koperasi papan nama ini. Tapi upaya ini menurutnya dirasakan masih sangat lamban. Dari 2014 -2018 baru dibubarkan sekitar 62.000 koperasi. Padahal potensi yang masih papan nama itu masih sekitar 80.000 lagi di luar lembaga rentenir yang berbaju koperasi.
“Harusnya pembubaran koperasi ini dilakukan dalam kebijakan jangka pendek, setahun saja sebab nama koperasi selama ini sudah begitu rusak oleh koperasi papan nama dan rentenir berbaju koperasi ini,” tuturnya.
Pembubaran koperasi ini menurutnya perlu dianggap penting untuk dikerjakan dengan sangat karena merupakan shock therapy agar masyarakat luas tahu bahwa selama ini cara berkoperasi salah lantaran sebagian pihak berupaya mendirikan koperasi hanya untuk mengejar bantuan dan juga insentif dari luar. Mental mencari bantuan ini sudah secara akut merusak mental masyarakat dan hancurkan kemandirian koperasi sebagai pilar utama berkembangnya koperasi yang baik.
Dia mengatakan, lantaran lambannya upaya pembubaran ini munculkan lagi ide-ide untuk mengembalikan bantuan-bantuan sosial ke koperasi yang sudah dihilangkan dalam Permendagri No. 13/2018 tentang Bantuan Sosial dan Hibah.
“Salah satu penyebab kenapa koperasi kita itu tidak lekas berkembang dengan baik itu karena motivasi masyarakat untuk dirikan koperasi itu hanya kejar insentif dari luar, apakah itu bantuan atau program bukan rasionalitas bisnis. Motivasi pendirian koperasi kita kebanyakan palsu. Ini menyebabkan kegagalan dini dari koperasi, atau istilahnya menyebabkan koperasi layu sebelum berkembang,” pungkasnya.