Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Inggris Theresa May berhasil melewati satu babak menegangkan di Parlemen dalam pelaksanaan mosi tidak percaya (vote of no confidence) yang diajukan oleh oposisi dengan kemenangan tipis 325 - 306.
Pengambilan suara ini dilakukan hanya dalam waktu 24 jam setelah paket rencana Inggris meninggalkan blok ekonomi Uni Eropa ditolak oleh Parlemen.
Hanya dengan sisa waktu 10 pekan sebelum tenggat waktu yang diberikan oleh Uni Eropa, yakni 29 Maret 2019, May harus bergerak sigap untuk mengamankan rencana yang dapat diterima oleh seluruh anggota Parlemen..
Banyak kemungkinan yang dapat muncul pada pekan depan dimana May harus menyampaikan keputusan akhir skema Brexit yang akan diambil oleh Inggris. Oposisi menginginkan adanya referendum dan potensi no-deal Brexit dihapus dari kesepakatan.
May dikabarkan akan membuka pembicaraan konstruktif dengan para pimpinan partai untuk mencari solusi pemecah kebuntuan dan kembali ke parlemen dengan rencana B pada hari Senin pekan depan.
"Pemerintah menyikapi pertemuan ini dengan semangat konstruktif dan saya ingin mendorong yang lain untuk bersikap serupa," ujar May kepada dewan rakyat di Parlemen pada Rabu(16/1), usai memenangi mosi tidak percaya, seperti dikutip oleh Bloomberg.
"Namun [dari pertemuan ini] kita harus segera menemukan solusi yang dapat dinegosiasikan dan mendapatkan dukungan yang cukup dari seluruh anggota dewan," tambahnya.
Sayangnya, upaya perdana menteri untuk menyatukan suara parlemen terhambat oleh Partai Buruh yang dipimpin oleh Jeremy Corbyn mengatakan bahwa mereka menolak untuk bernegosiasi dengan May.
Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi May mengatakan bahwa dia membuka ruang diskusi dengan para pimpinan dari Partai Demokrat Liberal, Partai Nasional Skotlandia, Partai Plaid Cymru (Wales) serta menyampaikan kekecewaannya terhadap Partai Buruh.
"Pintu saya terbuka jika dia [Corbyn] berubah pikiran," ujar May.
Hingga hari ini Inggris berada pada kebuntuan dalam krisis politik akibat proposal pemerintah agar Inggris keluar dari Uni Eropa. Para pejabat tinggi di London maupun Brussel percaya bahwa perpanjangan tenggat waktu dari 29 Maret 2019 mungkin saja dikabulkan.
Namun demikian May masih optimistis tidak akan ada penundaan dalam proses pencapaian kesepakatan.
Kesepakatan antara pemerintah Inggris dan Uni Eropa yang memakan waktu hingga dua tahun untuk disusun tersebut hanya didukung oleh 230 anggota parlemen yang hadir pada pemungutan suara pada Senin (14/1).
Kekalahan tersebut merupakan yang terburuk bagi Pemerintah Inggris di ranah parlemen pada jaman modern.
Perdana menteri saat ini tidak mempunyai banyak pilihan selain mencoba mencari rencana alternatif yang dapat menarik dukungan dari Partai Demokrat Liberal, Partai Nasional Skotlandia, Partai Plaid Cymru (Wales), dan Partai Buruh.
Keempat partai ini lebih mendukung kelanjutan kerjasama Inggris dengan Uni Eopa, contohnya Partai Buruh yang mengadvokasikan keanggotaan penuh permanen terkait kebijakan kepabeanan dengan blok ekonomi Eropa tersebut.
Kondisi ini dianggap sebagai kutukan bagi sebagian besar pro-Brexit yang berasal dari Partai Konservatif yang mendukung sang Perdana Menteri.
Meskipun mereka sudah dua kali mendukung May pada mosi tidak percaya, bukan tidak mungkin para oposisi akan kembali mencela setiap langkah yang diambil oleh May untuk memenangkan rencana Brexit.
Dalam situasi ini tidak jelas seperti apa peran Uni Eropa untuk membuka kemungkinan negosiasi lang. Kepala Negosiator Brexit dari Uni Eropa Michel Barnier mengatakan bahwa mereka tidak membuka kesempatan untuk merevisi isi paket rencana Brexit yang tercantum pada Artikel 50.