Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setelah Penolakan Proposal Brexit, May Akan Hadapi No-Confidence Voting

Paket rencana Brexit yang diajukan oleh Perdana Menteri Theresa May kalah telak dalam pemungutan suara dengan Parlemen Inggris pada Selasa (15/1), dengan hasil 432 - 202, bahkan sekitar 118 rekannya dari Partai Konservatif memilih untuk ikut ke dalam oposisi
Pengunjuk rasa anti Brexit melambaikan bendera Uni Eropa di luar Gedung Parlemen Inggris di London, Inggris, Selasa (13/11)./Reuters-Toby Melville
Pengunjuk rasa anti Brexit melambaikan bendera Uni Eropa di luar Gedung Parlemen Inggris di London, Inggris, Selasa (13/11)./Reuters-Toby Melville
Bisnis.com, JAKARTA - Paket rencana Brexit yang diajukan oleh Perdana Menteri Theresa May kalah telak dalam pemungutan suara dengan Parlemen Inggris pada Selasa (15/1), dengan hasil 432 - 202, bahkan sekitar 118 rekannya dari Partai Konservatif memilih untuk ikut ke dalam oposisi.
Saat ini Inggris berada di posisi kurang menguntungkan dalam beberapa dasawarsa terakhir setelah Parlemen dengan tegas menolak kesepakatan Brexit Theresa May dan mendorong kemungkinan gerakan dari Parlemen untuk menggulingkan pemerintahannya.
Kekalahan memalukan yang terjadi dalam voting kemarin merupakan kekalahan terbesar yang pernah terjadi pada pemerintahan modern, kesepakatan Brexit menjadi tidak ada artinya di Parlemen.
Bahkan, ketua oposisi dan Ketua Umum Partai Buruh Inggris Jeremy Corbyn mendesak agar parlemen segera melaksanakan pemilihan umum.
Sementara May percaya dia masih dapat lolos dari mosi tidak percaya (no confidence voting), kelanjutan pemerintahannya - maupun strategi Brexit - masih berada dalam ketidakpastian.
Dengan sisa tenggat waktu 10 pekan untuk Inggris melepaskan diri dari Uni Eropa, muncul kekhawatiran di kalangan politisi Inggris dan Eropa.
May dikhawatirkan akan menghadapi kegagalan untuk mengakhiri kebuntuan tepat waktu guna menghindari potensi disrupsi ekonomi dalam negeri akibat tidak tercapainya kesepakatan terkait rencana meninggalkan Uni Eropa.
Strategi alternatif lain, termasuk mengadakan referendum kedua, kemungkinan membutuhkan persetujuan Uni Eropa untuk menegosiasikan pengunduran tanggal kepergian Inggris dari blok ekonomi tersebut pada 29 Maret 2019.
"Kami akan mulai mengadakan diskusi antar partai pekan ini untuk mencapai konsensus meskipun di tengah suasana yang kurang bersahabat," ujar May seperti dikutip Bloomberg, Rabu (16/1).
Meski demikian pernyataan May tersebut di tanggapi sebagai pendekatan yang terlambat oleh Corbyn.
Drama di Parlemen Inggris ini menandai keterpurukan negara yang sebelumnya kerap berperan sebagai pilar demokrasi, saat ini Inggris justru sedang tersandera dengan hasil referendum 2016 tentang keanggotaan Britania Raya di Uni Eropa.
Perdana Menteri Theresa May harus menerima kekalahan dengan hasil voting 432 - 202 di parlemen yang menolak paket rencana Brexit. Kekalahan ini menggiring May ke tahap selanjutnya yakni proses mosi tidak percaya (no confidence) yang diusulkan oleh Partai Buruh Inggris. 
Reaksi May terhadap hasil pemungutan suara memperlihatkan bahwa dia tidak mampu menahan rasa frustasinya.
"Sangat jelas bahwa Parlemen tidak mendukung kesepakatan ini [Brexit]. Namun voting malam ini tidak memberikan gambarkan terkait apa saja yang didukungnya [Dewan Rakyat] atau apakah mereka menghormati keputusan rakyat Inggris dari referendum yang diadakan oleh Parlemen," ujar May kepada para anggota parlemen.
Penolakan terhadap paket rencana Brexit terkonsentrasi pada 'backstop' yang dirancang untuk menjaga perbatasan Inggris dengan Irlandia jika kesepakatan Brexit berujung dengan no-deal.
Anggota parlemen juga keberatan dengan besaran nilai penyelesaian yang harus dibayarkan kepada Uni Eropa sekitar 40 miliar euro dan akses Inggris ke pasar Eropa setelah Brexit.
Jika May kalah dalam pemungutan suara pada mosi tidak percaya, Inggris akan memasuki periode pemilihan umum ketiga dalam 4 tahun terakhir.
Sejumlah konservatif yang menolak Brexit mengatakan mereka akan tetap mendukung kepemimpinan sang perdana menteri.
Jika seluruh anggota parlemen pendukung May hadir dalam pemilihan pada Rabu malam, margin suara yang dibutuhkan agar jabatan perdana menteri tetap aman adalah sekitar 13 suara.
Skala perpecahan di dewan rakyat Parlemen Inggris pada voting Selasa malam menunjukkan bahwa pemerintahan May tidak akan bertahan lama.
Dari 317 anggota parlemen pendukung pemerintahannya, hanya 196 yang menyatakan sepakat dengan paket rencana Brexit. Kekalahan semacam ini akan menggeser perdana menteri dalam kondisi normal. Tapi ini bukanlah kondisi yang normal bagi pemerintahan.
Setidaknya untuk saat ini, May akan konsisten dengan strategi yang sudah sedari lama dia siapkan sementara para anak buahnya bekerja keras untuk mempertahankan hasil negosiasi dengan Uni Eropa yang sudah dikerjakan sejak dua tahun terakhir.
Hingga saat ini memang belum ada pernyataan resmi terkait langkah apa yang akan diambil May terkait rencana perpanjangan deadline Brexit, namun dia memberikan petunjuk bahwa dia tidak akan membiarkan Inggris lepas dari Uni Eropa tanpa kesepakatan.
"Saya selalu percaya bahwa cara terbaik adalah untuk meninggalkan Uni Eropa secara teratur  dengan kesepakatan yang baik dan kami sudah bekerja keras untuk mewujudkan hal tersebut sepanjang dua tahun," kata May.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper