Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengenang Malari 1974 dan Tuntutan Kemandirian Ekonomi

Peristiwa 15 Januari 1974 atau lebih dikenal sebagai Malari, merupakan peristiwa pertama gugatan terhadap kekuasaan Orde Baru. Presiden Soeharto kemudian bertindak tegas, pencopotan pejabat di kalangan militer dan intelejen negara, serta penangkapan mahasiswa.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa Jogja (FAM-I) melakukan aksi membakar ban serta membajak mobil di Pertigaan Kampus UIN, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (15/1/2014). Mereka mengenang 40 tahun kejadian tragedi Malapetaka 15 Januari (Malari) 1974./JIBI-Gigih M. Hanafi
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa Jogja (FAM-I) melakukan aksi membakar ban serta membajak mobil di Pertigaan Kampus UIN, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (15/1/2014). Mereka mengenang 40 tahun kejadian tragedi Malapetaka 15 Januari (Malari) 1974./JIBI-Gigih M. Hanafi

Bisnis.com, JAKARTA -- Peristiwa 15 Januari 1974 atau lebih dikenal sebagai Malari, merupakan peristiwa pertama gugatan terhadap kekuasaan Orde Baru. Presiden Soeharto kemudian bertindak tegas, pencopotan pejabat di kalangan militer dan intelejen negara, serta penangkapan mahasiswa.

Beberapa analisis terkait peristiwa tersebut, pernah diutarakan Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam. Terdapat analisis yang mengaitkan peristiwa Malari sebagai gagalnya skema suksesi, friksi elit militer dalam hal ini Jenderal Soemitro versus Jenderal Ali Moertopo.

Analisis lain yaitu berakar dari tuntutan mahasiswa yang melakukan protes yakni persoalan kemandirian pembangunan ekonomi. Peristiwa Malari dipicu kunjungan Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka pada 14-17 Januari 1974.

Beberapa slogan protes mahasiswa yang dimotori Dewan Mahasiswa (Dema), terutama tokohnya Ketua Dema Universitas Indonesia (UI) Hariman Siregar, antara lain menolak modal asing dan strategi pembangunan salah arah.

Seperti dicatat Almarhum Peter Kasenda dalam artikel “Peristiwa 15 Januari 1974”, kejadian tersebut adalah kulminasi dari serangkaian protes yang dilakukan sebelumnya. Sepanjang tahun sebelumnya, mahasiswa yang dimotori Dema menyelenggarakan berbagai kegiatan protes, mulai dari “Renungan Malam Keprihatinan” hingga “Tirakatan Nasional”.

Bahkan, beredar “Petisi 24 Oktober” yang isinya protes keras terhadap kebijakan Orde Baru. Pada Desember 1973, di halaman Fakultas Kedokteran (FK) UI Salemba, terlaksana malam tirakatan yang dihadiri perwakilan banyak mahasiswa serta tokoh, menyuarakan kritik terhadap modal asing.

Pada 15 Januari 1974, Dema berbagai perguruan tinggi membulatkan tekad untuk melakukan apel di depan kampus Universitas Trisakti, Grogol. Kebulatan tuntutan yaitu menolak modal asing serta secara demonstratif dilakukan berbarengan dengan kunjungan PM Tanaka.

Dalam konteks modal asing dan pembangunan ekonomi, peristiwa Malari 1974 adalah sebuah percobaan dari kalangan mahasiswa. Sebelumnya, angkatan ’66 telah berhasil mendongkel kekuasaan Orde Lama dengan harapan mendatangkan perbaikan kehidupan bangsa.

Namun, harapan itu pun luruh seiring dengan kebijakan ekonomi Orde Baru yang condong kepada eksploitasi modal asing. Bahkan, sebelum secara resmi menjabat presiden, Soeharto telah meneken UU Penanaman Modal Asing (PMA) pada 1967, yang secara regulasi mengesahkan masuknya Freeport dan berbagai investasi asing lainnya.

Di sisi lain, kalangan mahasiswa yang kala itu dominan sebagai kelompok penekan berpengaruh, sebagai wakil masyarakat sipil, cenderung melihat jalannya pembangunan Orde Baru berkebalikan 100% dari wacana Anti Nekolim era Orba. Lebih-lebih, masuknya modal asing itu dianggap telah mendikte banyak kebijakan negara.

Protes keras mahasiswa pada 15 Januari 1974 terkait strategi pembangunan dan modal asing itu pun mendapat pengesahan dengan kerusuhan yang menyusul. Produk-produk berbau Jepang dan modal asing dibakar, termasuk kantor Toyota Astra dan Coca Cola.

Peristiwa yang berkecamuk di depan hidung PM Tanaka lantas memberikan banyak perubahan dalam kebijakan Jepang selanjutnya. Setelah Malari 1974, Jepang buru-buru mengubah haluan kebijakan terhadap hubungannya dengan Indonesia.

Sebagaimana dicatat Asvi yang memperoleh informasi dari sejarawan wanita Jepang Aiko Kurosawa, sejak peristiwa tersebut Negeri Sakura meluncurkan banyak program penelitian terkait budaya dan agama di Indonesia. Maka, pada 1974 itu pula lahirlah Japan Foundation.

Lewat lembaga tersebut, Jepang kerap menyelenggarakan pertukaran budaya dengan mengirim dan menerima pelajar dari Indonesia atau sebaliknya. Studi-studi mengenai Asia Tenggara mulai digalakan di Jepang.

Bahkan, peristiwa Malari 1974 disebut-sebut mendorong berdirinya Toyota Foundation. Di Jepang, Toyota Foundation merupakan pionir dari lembaga penelitian yang didanai swasta, fokusnya terutama pemberian beasiswa penelitian bagi studi Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Peristiwa Malari 1974 juga memberikan banyak pelajaran. Secara statistik, sedikitnya 11 orang tewas, 300 luka-luka, dan 775 orang ditahan.

Kerugian materil antara lain 187 sepeda motor rusak dibakar, 807 mobil hangus, dan 144 bangunan rusak. Lebih jauh, pemerintah Orde Baru lebih menerapkan kebijakan ekstra represif hingga berujung pada pembubaran Dema di Perguruan Tinggi (PT).

Tak hanya itu, pelajaran menarik lain yaitu friksi elit yang ditengarai melibatkan Jenderal Soemitro dan Jenderal Ali Moertopo telah menggunakan kekuatan massa sipil untuk merealisasikan maksud kekuasaan.

Soemitro telah menggalang massa dari kalangan kampus. Begitupun Ali Moertopo yang menggunakan lembaga Center for Strategic and International Studies (CSIS) sebagai simpul gerakan.

Setidaknya hal itulah yang dicatat para sejarawan atas peristiwa Malari 1974. Waktu berlalu, hubungan Indonesia dengan Jepang, atau bahkan dengan investasi negara lain kian berkembang dan kompleks.

Namun, kritik terhadap Orde Baru yang membangun ekonomi lewat penyangga utama modal asing tanpa melakukan penguatan industri dalam negeri, patut dicatat dan menjadi perhatian saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Kahfi
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper