Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akhir Tahun, Ekspor China ditutup Melemah

China melaporkan performa perdagangan per Desember 2018 dengan pelemahan ekspor dalam dolar yang turun sebesar 4,4% secara tahunan sementara impor turun hingga 7,6%.
./.Bloomberg
./.Bloomberg
Bisnis.com, JAKARTA -- China melaporkan performa perdagangan per Desember 2018 dengan pelemahan ekspor dalam dolar yang turun sebesar 4,4% secara tahunan sementara impor turun hingga 7,6%.
Realisasi tersebut merupakan yang terendah sejak 2016 dimana neraca perdagangan China tercatat sebesar US$57,1 miliar.
Ekspor China secara tak terduga mengalami penurunan yang cukup dalam sejak dua tahun terakhir pada bulan Desember 2018. Sementara impor mengalami kontraksi, hal ini memberikan sinyal kelemahan lebih lanjut pada 2019 dan memburuknya permintaan global.
Meski demikian sepanjang 2018 Negeri Panda tersebut masih mampu mencetak pertumbuhan ekspor secara keseluruhan dengan kenaikan sebesar 9,9% menjadi US$2,48 triliun. Di samping itu impor tumbuh 15,8% tahun lalu dengan surplus perdagangan sebesar US$351,8 miliar.
"Ekonomi China akan tetap tumbuh pada 2019 meskipun ada tantangan eksternal yang harus dihadapi," ujar juru bicara kepabeanan Li Kuiwen seperti dikutip Reuters, Senin (14/1).
Performa yang kurang memuaskan di Desember tampaknya diakibatkan oleh semakin berkurangnya permintaan pesanan pada industri manufaktur China untuk kegiatan ekspor dan diperkirakan akan berlanjut hingga beberapa bulan ke depan.
Kepabeanan China mengatakan bahwa kekhawatiran terbesar dalam perdagangan tahun ini adalah ketidakpastian eksternal dan proteksionisme. Mereka memperkirakan pertumbuhan perdagangan negara itu mungkin melambat pada 2019.
Kekhawatiran pemerintah China ditambah dengan data surplus perdagangan dengan Amerika Serikat yang lebih tinggi dari tahun lalu dan berpotensi meningkatkan konflik perdagangan.
Surplus perdagangan China dengan Amerika Serikat naik menjadi US$323,32 miliar tahun lalu atau tumbuh sekitar dibandingkan dengan realisasi pada 2017 sebesar US$275,81 miliar.
Melihat data Desember, ekspor China ke Amerika Serikat turun sebesar 3,5% sementara impor turun sebesar 35,8%.
Namun secara keseluruhan, sepanjang tahun lalu ekspor China ke Amerika Serikat tumbuh 11,3% sementara impor dari AS hanya meningkat 0,7%.
Front loading effect, dimana konsumen AS melakukan pesanan barang dalam jumlah banyak sebelum tarif baru diberlakukan, mengakibatkan pelemahan permintaan di akhir tahun namun tetap berkontribusi pada pertumbuhan sepanjang 2018.
Surplus perdagangan China dengan AS yang tinggi merupakan satu aspek yang menjadi masalah inti perang dagang antar kedua negara ekonomi terbesar dunia tersebut.
Kedua negara sepanjang 2018 terlibat dalam perang tarif yang diimplementasikan pada komoditas impor senilai ratusan miliar dolar.
Melemahnya permintaan domestik China juga dirasakan di seluruh dunia dengan menurunnya permintaan sejumlah produk seperti iPhone dan kendaraan roda empat. Belum lama ini Apple dan Jaguar memperkirakan estimasi pendapatan yang menurun dari market China.
Proyeksi ekonomi China yang menurun menunjukkan bahwa mereka telah kehilangan sejumlah momentum pada akhir tahun 2018, meskipun ada beberapa data pertumbuhan beberapa bulan terakhir mulai dari pengeluaran infrastruktur yang lebih tinggi hingga pemotongan pajak.
Beberapa analis telah berspekulasi bahwa Beijing mungkin harus mempercepat dan mengintensifkan kebijakan pelonggaran dan langkah-langkah stimulusnya tahun ini setelah aktivitas manufaktur menurun pada bulan Desember.
“Pertumbuhan ekspor turun lebih dari yang diantisipasi karena pertumbuhan global melemah dan hambatan dari tarif AS semakin intensif. Pertumbuhan impor juga turun tajam dalam menghadapi pelemahan permintaan domestik. Kami perkirakan keduanya akan tetap lemah di kuartal mendatang,” ungkap Capital Economics dalam sebuah catatan.
Seorang ekonomi di Commerzbank di Singapura, Zhou Hao, mengatakan China memang sedang memasuki tren penurunan pertumbuhan setidaknya untuk awal tahun ini. Dia juga sebelumnya telah memprediksi pelemahan ekspor China pada Desember.
"Ini bukan hanya karena perang dagang dan tarif. Di atas isu itu, pelemahan permintaan global juga memiliki andil yang mempengaruhi," katanya seperti dikutip Bloomberg.
Sementara China tidak lagi bergantung dengan perdagangan, sebagai eksportir terbesar di dunia, hasil produksi manufaktur, potensi keuntungan dan tingkat ketenagakerjaan masih bergantung dengan permintaan luar negeri.
Permintaan dalam negeri juga turut mempengaruhi kinerja produksi manufaktur komoditas dan permesinan yang melakukan kegiatan bisnis ekspor di seluruh dunia.
Menyeimbangkan neraca perdagangan merupakan satu dari sekian agenda kepemimpinan China sepanjang 2019 termasuk mendukung tingkat penerimaan kerja, serta mendorong iklim investasi dan pertumbuhan sektor finansial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper