Bisnis.com, JAKARTA – Apple Inc. bergabung dengan deretan perusahaan lain yang telah menjadi korban terbaru dan terbesar dari kemunduran tingkat konsumsi di China.
Produsen iPhone ini menurunkan prospek pendapatannya untuk pertama kalinya dalam hampir dua dekade. Beberapa alasan yang dikemukan di antaranya adalah mengendurnya ekonomi China yang berdampak pada permintaan dari negara tersebut.
Pada Rabu (2/1/2019) Apple memangkas perkiraaan nilai penjualan menjadi sekitar US$84 miliar pada kuartal yang berakhir 29 Desember 2018. Perkiraan ini lebih kecil dari perkiraan sebelumnya yakni sebesar US$89 miliar hingga US$93 miliar.
Apple bergabung dengan sejumlah perusahaan yang sedang berjuang karena perang AS-China dan aksi jual saham membebani konsumen di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini
Berikut adalah perusahaan terkemuka lainnya yang kini mengalami penurunan penjualan, mulai dari mobil hingga kopi di China, seperti dikutip Reuters:
FedEx
Raksasa pengiriman asal AS tersebut memangkas prediksi labanya pada akhir Desember, hanya tiga bulan setelah menaikkannya. Sementara tekanan FedEx Corp. lesunya bisnis FedEx tidak hanya terbatas di China, perusahaan tersebut menyebutkan perang dagang AS dan China, di antara masalahnya.
Chief Executive Officer FedEx Fred Smith mengatakan sebagian besar masalah yang dia hadapi adalah karena "pilihan politik yang buruk."
Starbucks
Sebelumnya, raksasa ritel kopi membuka toko baru di China setiap beberapa jam dan mengharapkannya menjadi pasar terbesar perusahaan. Tapi bulan lalu, Starbucks Corp memperkirakan pertumbuhan penjualan di China hanya menyentuh 1% dalam jangka panjang.
Angka tersebut lebih lambat dari pertumbuhan 3%-4% di AS dan seluruh dunia.
Tiffany
Perlambatan ekonomi China lebih berdampak pada toko perhiasan di luar negeri daripada yang berada di China sendiri. Pada bulan November, Tiffany & Co. melaporkan penjualan yang lebih rendah dari perkiraan dan menyoroti ‘pola jelas’ dari konsumen China dalam mengurangi pengeluaran saat berkunjung ke luar negeri.
Ini adalah tren yang pertama kali disorot oleh pemilik Louis Vuitton, LVMH pada Oktober ketika para pejabat China menindak para pelancong yang pulang dengan barang-barang impor yang tidak dilaporkan dalam upaya untuk mendorong konsumsi lokal.
Daimler
Produsen mobil Mercedes ini adalah salah satu merek global pertama yang menyalahkan meningkatnya ketegangan perdagangan ketika perusahaan asal jerman tersebut memperingatkan bahwa tarif balasan China atas impor mobil dari AS akan menekan penjualan.
Daimler AG memangkas laba untuk kedua kalinya pada Oktober, namun tidak menyebut perang dagang sebagai biang keladinya.
Zegna
Produsen pakaian Ermenegildo Zegna Group pada bulan Oktober menyoroti dampak psikologis dari perang perdagangan terhadap konsumsi. Pembeli asal China menjadi lebih berhati-hati dalam beberapa bulan terakhir dan perusahaan berencana untuk berinvestasi lebih konservatif pada tahun 2019, ungkap CEO Ermenegildo Zegna dalam sebuah wawancara di Shanghai pada saat itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel