Bisnis.com, JAKARTA - Seorang perempuan berkewarganegaraan Singapura yang dituntut atas aksi penyiksaan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) didakwa dengan hukuman penjara selama 31 bulan, Senin (24/12/2018).
Anita Damu, yang dikenal pula sebagai Shazana Abdullah, mempekerjakan Siti Khodijah (27) asal Indonesia sebagai PRT sejak Oktober 2013 dengan upah 522 dolar Singapura per bulan (Rp5,5 juta).
Berdasarkan keterangan jaksa penuntut umum, Yang Ziliang dan Claire Poh, Siti hanya diperkenankan tidur 5 jam sehari antara jam 11 malam hingga 4 pagi setiap harinya selama 15 bulan bekerja.
Mulai Januari 2014, Anita mulai melakukan tindak kekerasan dengan menamparnya dua hingga tiga kali seminggu. Kekerasan lantas berkembang kala Anita menjepit lengan Siti dan juga punggungnya menggunakan tang.
Tak sampai di situ, Siti harus merasakan siraman air panas di sekujur punggung dan dan kakinya. Sang mantan majikan bahkan tega menyiksanya dengan setrika.
Penganiayaan terhadap Siti berlanjut hingga 2015. Ia hanya diperkenankan tidur di atas lantai hanya dengan selimut dan sedikit menerima asupan makanan.
Dilansir dari Channel News Asia, jaksa membeberkan bahwa Siti hanya makan sebanyak dua hingga tiga kali selama seminggu setelah Januari 2014.
Seorang petugas investigasi dari Kementerian Tenaga Kerja menerima informasi tentang kekerasan tersebut dan mengunjungi flat Anita yang ia tinggali bersama suami dan keempat putrinya pada April 2015.
Petugas tersebut mendapati Siti dengan luka di wajah dan bekas luka bakar di tangan serta di sekujur tubuhnya. Ia lalu dilarikan ke Rumah Sakit Umum Changi dan diperiksa oleh dokter setempat yang menyebut luka yang dialami Siti kemungkinan besar akibat kekerasan.
Jaksa penuntut meminta Anita dihukum selama 48 bulan dan menyebut apa yang dialami Siti "kekerasan menyedihkan yang terjadi secara sitematis dan terus-menerus."
"Korban masih harus menanggung beban bekas luka yang akan bertahan sampai dua tahun ke depan. Trauma emosional yang diderita juga signifikan. Korban yang masih lajang, sangat khawatir ia tidak bisa menikah dengan bekas luka seperti itu," papar jaksa penuntut sebagiamana diberitakan Channel News Asia, Minggu (24/12/2018).
Sementara itu, pengacara Anita, R.S. Bajwa mendesak pengadilan untuk mempertimbangkan kondisi psikis kliennya. Bajwa mengungkapkan Anita menderita gangguan jiwa yang cukup parah.
Ia mengungkapkan bahwa Anita mengalami apa yang disebut dengan Major Depressive Disorder dengan ciri-ciri mood-congruent yang memengaruhi tindakannya.
"Ia mendengar suara-suara yang memberinya instruksi. Saat ia berada di bawah pengawasan, perawat mengatakan ia memberi respons pada suara di kepalanya. Suara itu berperan utama dalam perbuatan Anita," kata sang pengacara.
Kendati demikian, Anita telah mengakui kesalahannya. Ia juga bersedia membayar kompensasi sebesar 4 ribu dolar Singapura (Rp42,5 juta) kepada Siti. Selain itu, hakim pengadilan juga memerintahkan Anita membayar ganti rugi sebesar 8 ribu dolar Singapura (Rp85 juta) dengan batas waktu pembayaran 31 Januari 2019.