Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Parlemen Australia Sepakati Rancangan UU Akses Data Terenkripsi

Parlemen Australia menyepakati rancangan undang-undang yang memungkinkan perusahaan teknologi seperti Google, Facebook, dan Apple memberikan data terenkripsi pengguna kepada pihak kepolisian pada Kamis (6/12/2018).
Logo Facebook dalam bentuk 3 dimensi./Reuters
Logo Facebook dalam bentuk 3 dimensi./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Parlemen Australia menyepakati rancangan undang-undang yang memungkinkan perusahaan teknologi seperti Google, Facebook, dan Apple memberikan data terenkripsi pengguna kepada pihak kepolisian pada Kamis (6/12/2018).

Peraturan yang ditentang oleh para rakasasa teknologi itu disepakati oleh majelis rendah parlemen Australia (House of Representative). Pengajuan draf UU ini diperkirakan akan memperoleh tantangan berkaitan dengan privasi dan keamanan informasi menyusul pembahasan lebih lanjut di level senat.

Dilansir dari Al Jazeera, Pemerintah Australia akan mengganjar perusahaan teknologi dengan denda senilai US$7,3 juta apabila tidak memenuhi permintaan data yang dicurigai terkait aktivitas ilegal. Sementara itu, individu yang melanggar aturan ini bisa dikenai hukuman penjara.

Partai Buruh yang turut mendukung rancangan UU ini mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan amandemen setelah pembahasan di senat sebagai syarat kesepakatan.

"Kami akan menyepakati UU tersebut, meski masih banyak kekurangan, supaya pihak keamanan memperoleh apa yang mereka butuhkan," kata Pemimpin Partai Buruh Bill Shorten di Canberra pada Kamis (6/12/2018).

Jika draf UU tersebut diresmikan, Australia akan menjadi salah satu negara pertama di dunia yang menerapkan kebijakan akses yang luas terhadap perusahaan teknologi. Rancangan UU ini adalah momentum setelah bertahun-tahun Australia melakukan lobi bersama koalisi penegak hukum dan intelijen lima negara yang disebut Five Eyes.

Jaringan intelijen Five Eyes, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, Kanada, Inggris, dan Selandia Baru telah berkali-kali memperingatkan bahwa keamanan negara berada di bawah ancaman karena otoritas tidak bisa memonitor komunikasi yang dilakukan oleh terduga teroris.

Pemerintah Australia berpendapat aturan ini diperlukan untuk menangkal serangan militan dan organisasi kriminal sehingga pihak keamanan memerlukan akses data personal. Sementara itu, perusahaan teknologi bersikeras menolak aturan ini karena bisa membahayakan keamanan data setiap orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper