Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kalah Dagang dengan AS, Pertumbuhan Ekonomi China Melambat

Pertumbuhan eknomi China pada kuartal III 2018 tercatat melambat di level terendah sejak krisis keuangan global periode 2009 silam.
Ekonomi China/Reuters
Ekonomi China/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA—Pertumbuhan eknomi China pada kuartal III 2018 tercatat melambat di level terendah sejak krisis keuangan global periode 2009 silam. 

Biro Statistik Nasional (NBS) mencatat ekonomi China hanya tumbuh 6,5% pada kuartal III tahun ini. Nilai itu lebih lambat dari kuartal sebelumnya, yaitu 6,7%. 

Sebelumnya, para analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi China dalam setahun penuh akan mencapai 6,6%, dan 6,3% pada tahun depan. 

Jika dilihat secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi China melambat menjadi 1,6% dari revisi 1,7% pada kuartal II. Hal itu cukup sejalan dengan ekspektasi pertumbuhan yang sama, yakni 1,6%.

Pemicu pelemahan pertumbuha itu didorong oleh data ekonomi terbaru Negeri Tirai Bambu yang menunjukkan pelemahan di sektor permintaan domestik. 

"Perlambatan cenderung menguat, meskipun pemerintah China sudah berjanji untuk mendorong investasi domestik yang mendukung ekonomi. Permintaan domestik ternyata lebih dari ekspor secara tidak terduga," kata seorang Ekonom Senior Pasar Negara Berkembang SMBC Nikko Securities di Tokyo, seperti dikutip Reuters, Jumat (19/10). 

Selain itu, kesepakatan antara Beijing dan AS terkait dengan perdagangan terhenti. Padahal sebelumnya, pernah ada rencana pembicaraan perdagangan bilateral untuk menyelesaikan sengketa dagang.

Hal itu memicu kekalahan ekuitas domestik dan mendorong tekanan pada ekonomi China yang sudah mengalami pelemahan nilai mata uang. 

Dari sisi manufaktur, data menunjukkan pertumbuhan output pabrik China yang melemah menjadi 5,8% pada September, dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu, nilai investasi aset pada sembilan bulan pertama tahun ini meningkat sedikit lebih cepat dari perkiraan, yakni sebesar 5,45. 

Sedangkan penjualan ritel China juga naik 9,2% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. 

"Angka 6,5 persen jelas di bawah ekspetasi konsensus kami. Kelemahan sebagian besar berasal dari industri sekunder, terutama dari sektor manufaktur. Kami dapat meninjau kembali prakiraan untuk kuartal keempat kami," kata ekonom senior ANZ China, Betty Wang di Hong Kong. 

Pekan lalu, China mengumumkan rasio persyaratan cadangan (reserve requirement ratio/RRR) keempat yang dipotong tahun ini.

Hal itu meningkatkan langkah untuk menurunkan pembiayaan di tengah kekhawatiran keadaan ekonomi dan perselisihan dagang dengan Amerika Serikat. 

Melihat adanya risiko ini, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang menyatakan masih akan melihat sisi lain untuk melakukan penyesuaian suku bunga dan tingkat bank yang akan dijadikan cadangan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper