Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suhu Bumi Naik 1,5 Derajat Celcius pada 2030 sampai 2052

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingatkan kembali adanya peningkatan suhu bumi sebesar 1,5 pada derajat celcius pada 2030.
Pemanasan global berdampak peningkatan tinggi air laut. Gambar terlampir banjir rob (air laut pasang)./Antara
Pemanasan global berdampak peningkatan tinggi air laut. Gambar terlampir banjir rob (air laut pasang)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingatkan kembali adanya peningkatan suhu bumi sebesar 1,5 pada derajat celcius pada 2030 sampai 2052 dalam laporan yang mereka terbitkan, Senin (8/10/2018) pagi.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), lembaga antar-pemerintah di bawah PBB yang meneliti tentang perubahan iklim, melengkapi laporan tersebut dengan beberapa anjuran yang dikemukakan pada pertemuan IPCC ke-48 di Incheon, Republik Korea Selatan, Senin (1/10/2018) sampai Jumat (5/10/2018) minggu lalu.

Salah satunya berisi pedoman bagi negara-negara anggota PBB untuk mengimplementasikan Paris Agreement atau Kesepakatan Paris 2015.

Sebelumnya kita mengetahui, pakta Kesepakatan Paris bertujuan untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 derajat celcius, dengan target rata-rata global 1,5 derajat celcius.

Hal ini dapat menjaga kenaikan permukaan laut sebanyak 10 cm atau 3,9 inci lebih rendah pada 2100 dibandingkan bila kenaikan suhu mencapai 2 derajat celcius.

Artinya, sanggup mengurangi banjir atau meluapnya air laut sehingga menjaga orang-orang yang tinggal di sekitar pantai, pulau kecil, dan delta sungai, untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.

“Laporan ini menunjukkan bahwa kita hanya memiliki peluang kecil untuk menghindari kerusakan tak terduga dari perubahan iklim yang harusnya mendukung kehidupan,” kata Amjad Abdulla, anggota dewan IPCC dan juru runding utama untuk aliansi negara kepulauan kecil yang berisiko banjir ketika permukaan air laut naik.

Laporan sekaligus panduan ilmiah dari IPCC ini dianggap sanggup memberikan rekomendasi kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan negara, untuk menerapkan Kesepakatan Paris 2015 hingga Konferensi Perubahan Iklim selanjutnya yang rencananya digelar di Katowice, Polandia pada Desember 2018.

Untuk memenuhi target 1,5 derajat celcius, emisi karbon dioksida (CO2) harus turun sekitar 45% pada 2030. Emisi gas buang di masa depan perlu menumbuhkan teknologi penghilangan CO2 dari udara.

Selain itu, energi terbarukan perlu memasok 70% hingga 85% listrik dunia pada tahun 2050 dibandingkan dengan sekitar 25% pada tahun ini. Pembangkit listrik konvensional pun diminta menerapkan Carbon Capture and Storage (CCS) atau teknologi penangkapan dan penyimpanan gas karbon.

Pasokan dari pembangkit listrik konvensional berbahan bakar gas perlu dipangkas hingga 8% dan batubara menjadi di bawah 2%. Sayangnya tidak disebutkan lebih lanjut bagaimana rekomendasi untuk pembangkit lisrik dengan bahan bakar minyak.

Laporan mengatakan bahwa tindakan seperti penanaman hutan, penggunaan bioenergi, atau teknologi penangkap dan penyimpan CO2, memang belum terbukti dalam skala besar. Tetapi efek dari tidak memenuhi target 1,5 derajat celcius akan jauh berdampak nyata bagi dunia.

Misalnya es di Samudra Arktik yang seharusnya mencair hanya sekali per 100 tahun ketika musim panas, akan mulai mencair per 10 tahun. Terumbu karang pun menurun sebesar 70% hingga 90%, bahkan bisa saja nyaris lenyap jika ada peningkatan suhu yang lebih tinggi dari itu.

“Ada keraguan, tetapi perbedaan dampak target kenaikan 1,5 derajat celcius sangatlah jelas [dibandingkan 2 derajat celcius]. Bahkan para ilmuwan terkejut melihat seberapa banyak ilmu pengetahuan yang telah dikerahkan, seberapa banyak perbedaan, dan manfaat dari membatasi pemanasan global pada titik 1,5 dibandingkan dengan 2 derajat celcius. Sekarang kita lebih tahu dari sebelumnya, segala aspek kecil tentang [yang mempengaruhi] pemanasan global sangatlah berarti,” kata Thelma Krug, wakil ketua IPCC, seperti dilansir Reuters pada Senin (8/10/2018).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Miftahul Ulum
Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper