Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Maarif Institute Luncurkan Kajian Islam dan Media Sosial

Maarif Institute meluncurkan Jurnal MAARIF dengan tema “Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital”
Maarif Insitute/Istimewa
Maarif Insitute/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Maarif Institute meluncurkan Jurnal MAARIF dengan tema “Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital”

Berdasarkan keterangan yang diterima Bisnis, Kamis (4/10/2018), Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Muhd. Abdullah Darraz, menyebut jurnal tersebut menghimpun artikel-artikel yang dapat mencerahkan informasi tentang pertumbuhan media sosial dan jaringan internet di Indonesia.

“Ini yang menjadi faktor penting hadirnya identitas Islam dalam budaya populer, yang tak jarang menjadi alat penyebaran kebencian, informasi hoaks yang berpotensi merusak tatanan sosial masyarakat,” jelas Darraz.

Redaktur Ahli Jurnal MAARIF Insitute, Airlangga Pribadi Kusman menyatakan media sosial menyediakan fasilitas untuk mengakses informasi, baik informasi tentang pengetahuan agama, sosial, ekonomi, maupun politik, sehingga internet juga berfungsi  sebagai mobile library, e-book, journal, yang jumlahnya bisa mencapai puluhan ribu buku.

Ironisnya, perubahan dari media cetak ke internet tak berbanding lurus dengan tingginya minat baca pengguna medsos. Alih-alih, mereka membacanya, yang lebih sering dibaca justru Facebook maupun Twitter.

“Yang agak mengkhawatirkan di era digital adalah menguatnya populisme religius, etnis, ketika bertemu dengan isu politik. Perkembangan medsos akan semakin membesar dan massif jika memasuki Pemilu, karena rentan terhadap kapitalisasi agama untuk mendukung paslon tertentu,” tutur Airlangga.

Pengamat media sosial, Ismail Fahmi mengingatkan gegap gempita narasi keagamaan populer membuat seseorang malas membaca buku. Terlebih, lontaran pemikiran dalam medsos bersifat fragmentatif yang hanya sekadar cuplikan.

Di sisi lain, gagasan tentang pengetahuan lebih tampak ekletik, yakni campuran dari berbagai tulisan orang, sambung-menyambung, tidak solid, sehingga rentan terhadap hoaks.

“Apabila ada berita hoaks, maka cari yang paling efektif adalah melakukan kontra narasi. Bukan mencari siapa pelakunya, yang berbahaya adalah ketika mereka melakukan propaganda, dan hoaks adalah salah satu propaganda itu,” jelas Ismail.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper