Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SUAP PLTU RIAU-1: KPK Panggil Dua Saksi untuk Idrus Marham dan Eni Saragih

Hari ini KPK memanggil dua saksi terkait penyidikan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Mantan Menteri Sosial Idrus Marham menjawab pertanyaan wartawan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/9). Mantan Sekjen Partai Golkar itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 dengan tersangka tersangka Eni Saragih dan Johannes Budiarso Kotjo./Antara
Mantan Menteri Sosial Idrus Marham menjawab pertanyaan wartawan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/9). Mantan Sekjen Partai Golkar itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 dengan tersangka tersangka Eni Saragih dan Johannes Budiarso Kotjo./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi terus melakukan pendalaman terkait kasus suap proyek PLTU Riau-1.

Hari ini, Rabu (12/9/2018), KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap dua saksi.

"Diagendakan pemeriksaan terhadap dua saksi untuk tersangka IM dan ES," ujar Juru Bicara KPK dalam keterangan resminya.

Dua saksi tersebut, yaitu Direktur PT Smelting Indonesia Prihadi Santoso, dan Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PT PLN, Ahmad Rofiq.

Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan tiga tersangka antara lain mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih (EMS), Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited serta mantan Menteri Sosial dan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham (IM).

"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa dua orang saksi untuk dua tersangka kasus suap kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (12/9/2018).

Dua saksi itu adalah Direktur PT Smelting Indonesia Prihadi Santoso untuk tersangka Idrus Marham dan Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PT PLN Ahmad Rofiq untuk tersangka Eni Saragih.

KPK tengah mendalami pengetahuan para saksi yang dipanggil terkait proses pengadaan proyek PLTU Riau-1.

Selain itu, KPK pada Senin (10/9) juga telah melimpahkan dari proses penyidikan ke tahap penuntutan atau tahap kedua terhadap tersangka Kotjo.

Sidang terhadap Kotjo direncanakan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Idrus diduga menerima janji untuk mendapat bagian yang sama besar dari Eni sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan Johannes bila PPA (purchase power agreement) proyek PLTU Riau-1 berhasil dilaksanakan Johannes dan kawan-kawan.

Idrus diduga bersama-sama dengan Eni menerima hadiah atau janji dari Johanes, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johanes, yaitu pada November-Desember 2017. Eni menerima Rp4 miliar sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.

Dalam penyidikan kasus itu, tersangka Eni juga diketahui telah mengembalikan uang Rp500 juta kepada penyidik KPK. Pengurus Partai Golkar itu juga telah mengembalikan sekitar Rp700 juta terkait kasus PLTU Riau-1 tersebut.

Tiga orang tersangka telah ditetapkan KPK dalam kasus ini, yakni Eni Maulani Saragih dari Komisi VII DPR RI, Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku pemegang saham di BlackGold Natural Resources Ltd, dan Idrus Marham, Menteri Sosial RI yang selama ini diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar.

Sejumlah pihak pun telah diperiksa, yakni perusahaan dan anak perusahaan BUMN, perusahaan asing yang masih menjadi bagian atau mengetahui skema kerjasama PLTU Riau 1, Kepala Daerah, dan tenaga ahli.

KPK masih menggali proses persetujuan atau proses sampai dengan rencana penandatanganan kerja sama dalam proyek PLTU Riau-1.

Skema kerja sama dalam kasus PLTU Riau-1 juga menjadi fokus KPK.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Eni Saragih dan Idrus Marham disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, sebagai pihak yang diduga pemberi, Johanes Budisutrisno disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper