Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perundingan AS-Korut Mandek, Trump Salahkan China

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuduh China telah merusak upaya AS untuk menekan Korea Utara agar melucuti senjata nuklirnya, menandai melebarnya ketegangan Washington dengan Beijing ke arah geopolitik.
Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura, 12 Juni 2018./Reuters
Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura, 12 Juni 2018./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuduh China telah merusak upaya AS untuk menekan Korea Utara (Korut) agar melucuti senjata nuklirnya, menandai melebarnya ketegangan Washington dengan Beijing ke arah geopolitik.

"Korea Utara berada di bawah tekanan luar biasa dari China karena sengketa perdagangan utama kami dengan Pemerintah China," ujar Trump pada akun Twitternya, Rabu (29/8/2018), seperti dikutip Bloomberg.

Trump menuduh China memperlambat prosses denuklirisasi dengan tetap memberikan bantuan ekonomi kepada Korea Utara saat sanksi PBB masih belum dicabut. China telah berulang kali mengatakan mereka memberlakukan sanksi PBB terhadap Korut.

“Pada saat yang sama, kami juga tahu bahwa China memberikan bantuan yang sangat besar kepada Korea Utara, termasuk uang, bahan bakar, pupuk dan berbagai komoditas lainnya. Ini tidak membantu!” lanjutnya.

Trump pekan lalu membatalkan kunjungan Menteri Luar Negeri Michael Pompeo ke Korea Utara. Trump juga mengatakan tidak ada kemajuan yang berarti dalam pembicaraan yang ditujukan untuk denuklirisasi di Semenanjung Korea tersebut, namun masih membuka kemungkinan kunjungan di lain waktu setelah perselisihan perdagangan dengan China diselesaikan.

Pernyataan Trump memperdalam kekhawatiran bahwa ketegangan perdagangan akan berubah menjadi konflik berkepanjangan yang mirip dengan persaingan abad lalu antara AS dan Uni Soviet.

Sementara itu, kekhawatiran meningkat di Beijing bahwa tarif impor yang diberlakukan Trump adalah bagian dari strategi yang lebih luas untuk menggagalkan kebangkitan China sebagai kekuatan global.

Perang dagang AS-China akan meningkat lebih lanjut setelah pemerintah mereka gagal membuat kemajuan pekan lalu. AS telah mengenakan tarif impor terhadap barang dari China senilai US$50 miliar sejauh ini, disusul dengan rencana tambahan tarif terhadap barang lainnya senilai US$200 miliar China telah membalas dengan tarif yang sama, dan menjanjikan tindakan lebih lanjut.

AS sangat bersandar pada China, yang berbagi perbatasan dengan Korea Utara dan merupakan mitra dagang terbesarnya, untuk membantu menegakkan sanksi lebih keras yang diberlakukan tahun lalu terhadap rezim Kim Jong Un. China "adalah rute ke Korea Utara," kata Trump.

Trump menawarkan rekonsiliasi ke Korea Utara bahkan ketika ia mengakui pembicaraan kedua negara terhenti hanya beberapa bulan setelah pertemuan bersejarah dengan Kim.

Dia mengatakan hubungannya dengan Kim tetap "sangat baik dan hangat," dan memandang tidak perlu melanjutkan latihan militer dengan Korea Selatan dan Jepang pada saat ini.

Berbulan-bulan sejak Trump dan Kim bertemu di Singapura, AS telah berjuang untuk menunjukkan tanda-tanda kemajuan dalam upaya untuk membuat Korea Utara melucuti program senjata nuklirnya. Pompeo mengakui di depan Senat baru-baru ini bahwa pemerintah Kim terus memproduksi bahan fisil dan menghapus persediaan program nuklir dan fasilitasnya.

Dalam isyarat diplomatik ke Pyongyang pada bulan Juni, Trump menangguhkan apa yang dia sebut sebagai "permainan perang" dengan Korea Selatan dan peraya Kim menyelesaikan proses denuklirisasi.

Namun, setelah laporan bahwa Korea Utara menolak tuntutan AS untuk melepaskan huulu ledak nuklirnya, Menteri Pertahanan AS Jim Mattis pada hari Selasa mengatakan AS tidak berencana untuk menunda lebih banyak latihan militer bersama tersebut.

Dalam pernyataannya yang mengatakan bahwa latihan militer akan tetap ditangguhkan, Trump menambahkan: “Presiden dapat langsung memulai latihan bersama lagi dengan Korea Selatan dan Jepang, jika dia memilihnya. Jika dia melakukannya, latihan tersebut akan jauh lebih besar dari sebelumnya.”

AS telah melakukan latihan militer di Semenanjung Korea sejak pertengahan 1950-an dan melaksanakan beberapa operasi bersama dengan Korea Selatan setiap tahun, yang disebut sebagai sarana untuk memastikan kedua pasukan dapat bekerja sama jika terjadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper