Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OTT KPK: Ironi antara Kinerja KPK dan Praktik Korupsi

Penangkapan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sekali lagi menunjukkan pada kita bahwa pelaku korupsi tidak surut walau kinerja KPK begitu memuaskan.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kiri) beserta tim menunjukkan barang bukti OTT Aceh pada Rabu (4/7/2018) malam./Bisnis.com-Rahmad Fauzan
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kiri) beserta tim menunjukkan barang bukti OTT Aceh pada Rabu (4/7/2018) malam./Bisnis.com-Rahmad Fauzan

Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan operasi tangkap tangan pada Selasa (3/7/2018) di dua daerah di Provinsi Aceh, yaitu Banda Aceh dan Bener Meriah.

Dalam OTT tersebut, KPK berhasil mengamankan sembilan orang beserta barang bukti berupa uang, bukti transaksi perbankan, dan catatan proyek.

Dari sembilan orang yang diamankan KPK, empat di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Keempat tersangka tersebut adalah  Irwandi Yusuf (Gubernur Aceh), Ahmadi (Bupati Bener Meriah), Hendri Yuzal (Staf Khusus Gubernur Aceh), dan T. Syaiful Bahri (swasta).

Menanggapi hal tersebut, Akademisi Ilmu Administrasi Negara dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, Leo Agustino, berpendapat bahwa OTT yang terjadi di Aceh beberapa waktu lalu menunjukkan sebuah ironi antara kinerja KPK dan praktik korupsi.

"Penangkapan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sekali lagi menunjukkan pada kita bahwa pelaku korupsi tidak surut walau kinerja KPK begitu memuaskan," paparnya kepada Bisnis, Kamis (5/7/2018).

Menanggapi fenomena buruk tersebut, Leo Agustino memaparkan beberapa hal yang menurutnya merupakan penyebab masih maraknya praktik korupsi di Indonesia, yaitu: 

  • Korupsi akan terus terjadi di daerah atau wilayah yang memang memiliki sumber keuangan tinggi. Daerah yang mengelola sumber daya finansial besar memang menjadi episentrum bagi koruptor.
  • Minimnya pengawasan yang ketat sehingga memudahkan pelaku korupsi melakukan manipulasi dan fraud pada sumber uang yang dikelolanya
  • Rendahnya hukuman yang diberikan pada pelaku korupsi. Kajian yang dilakukan oleh ICW misalnya menunjukkan hanya 2-4 tahun saja hukuman yang diberikan kepada para koruptor. Ini lebih rendah jika dibandingkan dengan mereka yang terjerat UU ITE.
  • Koruptor tidak pernah benar-benar dimiskinkan sehingga tidak ada efek jera pada pelaku selanjutnya.
  • Gagalnya pendidikan nasional yang salah satu tujuannya adalah membangun kesadaran bersama akan kebangsaan dan kemanusiaan. Yang di dalamnya pula memperlihatkan gagalnya pembangunan karakter, mental, dan integritas dalam diri manusia-manusia Indonesia.

Adapun, berdasarkan informasi terakhir dari Juru Bicara KPK Febri Diansyah, saat ini Ahmadi, Bupati Bener Meriah, ditahan di Rutan cabang KPK di POMDAM Jaya Guntur.

Sedangkan, Syaiful Bahri, tersangka swasta, ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan.

"Setelah dipandang memenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP, penyidik melakukan penahanan terhadap keduanya selama 20 hari ke depan terhitung hari ini. Baik alasan objektif ataupun subjektif serta para tsk diduga keras melakukan korupsi telah terpenuhi," ujar Febri Diansyah, Kamis (5/7/2018).

Sementara itu, Hendri Yuzal, staf khusus Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, pada Kamis (5/7/2018) melalui kuasa hukumnya, Razman Arif Nasution, menyatakan bersedia mengajukan diri sebagai justice collaborator.

Sementara itu, Ahmadi menyatakan masih menimbang-nimbang untuk menjadi justice collaborator.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper