Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SUAP DANA PERIMBANGAN DAERAH: 9 Saksi Dipanggil KPK

Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa sembilan saksi untuk dua tersangka berbeda terkait kasus suap dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN-P Tahun Anggaran 2018.
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)./JIBI-Abdullah Azzam
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)./JIBI-Abdullah Azzam

 

Bisnis.com, JAKARTA - KPK sedang melakukan penyidikan atas dugaan suap terkait dana perimbangan daerah pada RAPBN-Perubahan 2018.

Sembilan saksi hari ini dipanggil untuk menjalani pemeriksaan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa sembilan saksi untuk dua tersangka berbeda terkait kasus suap dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN-P Tahun Anggaran 2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (2/7/2018).

Tujuh saksi akan diperiksa untuk tersangka Ahmad Ghiast. Mereka terdiri atas tiga PNS Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah masing-masing Aan Riyanto, Andri Kadarisman, dan Supranowo. Empat lainnya adalah staf pada PT Trans Cibubur Property Ivan Adrian Widjaya, Iwan Sonjaya dari unsur swasta, Idawati seorang pensiunan PNS serta Idawati seorang PNS.

Sedangka dua saksi lainnya diperiksa untuk tersangka Yaya Purnomo masing-masing Eka Kamaludin seorang konsultan dan Ahmad Ghiast dari pihak swasta sekaligus kontraktor.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK tengah mengkonfirmasi barang bukti yang telah didapatkan KPK sejak operasi tangkap tangan dan penggeledahan yang dilakukan sebelumnya.

Untuk diketahui, KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut, yakni anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Amin Santono, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo, dan Eka Kamaludin seorang konsultan yang juga menjadi perantara dalam kasus itu.

Ketiganya diduga sebagai pihak penerima dalam kasus tersebut. Sedangkan diduga sebagai pemberi adalah Ahmad Ghiast dari pihak swasta sekaligus kontraktor.

KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada keempatnya pada Jumat (4/5/2018) di Jakarta dan Bekasi.

Amin diduga menerima Rp400 juta, sedangkangkan Eka menerima Rp100 juta yang merupakan bagian dari commitment fee sebesar Rp1,7 miliar atau 7% dari nilai 2 proyek di Kabupaten Sumedang senilai total Rp25 miliar.

Sedangkan uang suap untuk Yaya belum terealisasi meski Yaya sudah menerima proposal dua proyek tersebut yaitu proyek di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan di kabupaten Sumedang senilai Rp4 miliar dan proyek di dinas PUPR kabupaten Sumedang senilai Rp21,85 miliar.

Dalam OTT tersebut, KPK total mengamankan sejumlah aset yang diduga terkait tindak pidana yaitu logam mulia seberat 1,9 kilogram, uang Rp1,844 miliar termasuk Rp400 juta yang diamankan di lokasi OTT di restoran di kawasan Halim Perdanakusumah, serta uang dalam mata uang asing 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar AS.

Uang selain Rp500 juta untuk Amin dan Eka serta emas tersebut diperoleh dari apartemen Yaya di Bekasi.

"Uang (di luar Rp400 juta) tadi ditemukan di apartemen saudara YP (Yaya Purnomo), karena yang bersangkutan menerima uang dolar AS dari daerah lalu diganti menjadi logam mulia. Siapa saja yang memberi kita punya data, nanti digali lebih lanjut, mudah-mudahan akan ditemukan," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (5/5).

Kepada Amin, Eka dan Yaya disangkakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan kepada Ahmad disangkakan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 jo KUHP dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper